Two Different World

Zaafatm
Chapter #5

Part 4. Malam Yang Buruk

Cit ... Brak!!

Sebuah bus terpeleset kala hujan membuat jalanan licin. Bus berwarna merah itu kini tambak oleng sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan yang membuat transportasi tersebut terjatuh ke jurang.

Bus berwarna biru itu terdengar bergemuruh bersamaan dengan penumpang berteriak ketakutan. Bus itu turun begitu saja, kemudian byur! Menghantam sebuah sungai yang dalam dan tenang.

Gadis dengan hijab panjang khas anak SMA itu berusaha keluar dari dalam bus yang terkunci. Beberapa orang pun melakukan hal yang sama, dan penumpang yang lain sudah tidak sadarkan diri saat bus jatuh dari jurang.

Gadis itu terus meminta tolong pada Allah, berharap di beri satu kesempatan untuk hidup. Gadis itu sudah tidak peduli dengan orang lain, karena baginya dirinya yang paling utama.

Namun mereka masih tidak bisa keluar, sampai akhirnya nafas si gadis mulai habis. Tubuhnya mulai luruh terbawa air sungai di dalam bus, membiarkan detik-detik nyawanya berakhir tragis.

“To-long ...”

Bulan tersadar dari tidurnya dengan tubuh terduduk refleks. Dadanya bergemuruh saat mimpi itu kembali hadir. Mimpi setengah tahun silam, yang menjadi mimpi keseharian Bulan akhir-akhir ini.

Bulan beristigfar dalam hati berharap jiwanya tenang. Wajah cantik dengan hijab yang masih melekat itu berkeringat banyak, matanya berkedip dengan perlahan.

Saat tangan bergetar ingin mengambil air minum, tatapan Bulan tertuju pada seseorang dengan tudung kepala berwarna hitam, menyeringai ke arahnya. “AllahHuakbar!!” pekik Bulan refleks menjatuhkan gelas kaca membuat suara pecahan terdengar menggema.

Bulan meringsut turun dari atas kasur, hendak mencapai ganggang pintu namun pergerakannya duluan di tahan oleh si empu berpakaian hitam. Mulutnya di dekap dengan erat lalu di seret tak lupa mengunci pintu kamar Bulan.

Sontak Bulan menangis sebab takut. Tidak pernah Bulan sangka malam ini akan menjadi malam yang mengerikan setelah malam itu. Bulan tidak tahu sosok itu lewat mana, sebab kamarnya di lantai dua, di depan kamarnya pun tidak ada sebuah balkon bahkan pohon besar. Lantas, di mana lalunya sosok misterius itu.

“Hay, cantik. Lo lupa bahwa kita ada janji malam ini, hm?”

Tubuh Bulan menegang seketika saat sadar bahwa itu suara yang ia kenal. Suara bercampur desisan tajam, juga mengandung arti dalam, cukup membuat tubuh Bulan kian bergetar.

“Lo terlalu suci sampai tidur pun menggunakan hijab. Cih! Munafik!”

Bulan menangis kian kencang dalam diam. Mulutnya masih setia di dekap, dengan kedua tangan di genggam erat. Tidak ada yang bisa Bulan lakukan dalam posisi seperti ini. Bulan tidak bisa berbuat apa-apa.

Tok tok tok ... “ Bulan? Sayang, kamu nggak papa?” suara wanita terdengar cemas.

Bulan melotot sebelum akhirnya ia berusaha berteriak dalam kurungan Ibram yang mematikan. Berharap bunda mendengar teriakkannya walau itu terdengar nihil.

“Lan, kamu tidur? Kenapa pintunya di kunci, sayang? Bulan ...,” ucap bunda lagi di selingi dengan ketukan di pintu berulang.

“Bulan, kamu tidur?” balik tanya suara ayah.

Bulan menutupkan mata saat dekapan Ibram semakin mengerat di mulutnya. Sakit, itulah yang Bulan rasakan. Bulan tidak bisa memberontak sebab Ibram kembali berulah.

“Nggak sengaja kesenggol kali, Bun. Bulan masih tidur, tuh,” ucap Ayah.

Lihat selengkapnya