Two Different World

Zaafatm
Chapter #8

Part 7. Jeruji Besi

Bulan menatap kosong jalanan yang di lalui taksi yang ia tumpangi. Pohon-pohon hijau sepanjang jalan hanya tampak seperti garis panjang di mata Bulan. Matanya berkedip-kedip dengan sangat lamban.

Usai menangis di perpustakaan dan membuat panik Bu Afni, Bulan tidak lagi keluar dari kelas setelah itu. Bulan kira, sekolah yang masih sama seperti terakhir kalinya adalah sebuah fakta. Namun ternyata, Ibram di balik semua perkataan yang membuat mereka semua terbungkam.

Sampai detik ini, Bulan tidak tahu apa keinginan Ibram sebenarnya. Mengenai segala perilaku semena-menanya pada Bulan, cukup membuat tanda tanya besar.

Jika Bulan tidak di ajarkan untuk membalas budi orang lain, maka Bulan tidak akan susah-susah menjadi sengsara seperti ini. Namun karena Bulan sudah berjanji dan di ajarkan hal baik, Bulan tidak bisa apa-apa lagi.

Bulan berharap Allah membukakan jalan yang lurus untuk Ibram kembali. Setidaknya, biarkan Bulan tenang tanpa ada gangguan lagi.

“Lan ... hubungan lo sama Gavin apa?” tanya Arum sambil menyentuh pundak Bulan dengan lembut. Arum merasa heran, bagaimana bisa Gavin begitu berani pada Bulan padahal gadis itu punya orang tua yang jabatannya tidak main-main.

Gavin bisa saja terkena masalah sebab sudah membuat anak dari ulama terkenal itu terluka. Arum berpikir seperti itu, namun jika belum mendapat penjelasan dari sahabatnya langsung, rasa heran Arum takkan terbalaskan.

“Nggak ada apa-apa, Rum,” balas Bulan pelan tanpa menoleh. Bulan tidak ingin Arum tahu bahwa dirinya adalah tunangan dari mantan pacar sahabatnya. Juga, Bulan masih belum bisa menerima Ibram di hidupnya.

“Tapi kenapa dia seberani itu sama kamu? Gavin menang laki-laki bejat! Dia patut masuk neraka!” sumpah Arum di landa rasa marah. Sahabatnya di perlakukan senaknya oleh Gavin dan sepatutnya laki-laki itu terkena azab.

Astagfirullah halazim ... Arum.” Bulan beristigfar sambil menggeleng mendengar sumpah serapah yang Arum katakan. “Nggak boleh doain yang nggak baik, Rum,” tegur Bulan kemudian.

Arum menarik nafas panjang berharap emosinya reda. “Abisnya sih, suka banget bikin orang kesal. Gavin tuh terlalu semena-mena sama kamu, Lan. Kamu nggak lupa kan waktu di depan toilet waktu itu?” omel Arum masih di landa rasa kesal.

Bulan terdiam kemudian menanggapi dengan anggukan pelan. “Dia memang gitu, Rum, Ke semua perempuan,” kelakar Bulan tidak ingin memperpanjang permasalahan ini.

“Iya sih, udah lah, nggak peduli aku,” putus Arum pada akhirnya.

Bulan terkekeh sambil menggeleng pelan. Sahabatnya satu ini, memang suka blak-blakkan. Tak jarang dia menunjukkan ketidaksukaannya pada orang lain secara terang-terangan.

“Oh iya, Lan. Besok minggu, di masjid kompleks aku ada acara gitu. Pergi yuk, Lan?” ajak Arum dengan mata berbinar. Setiap sebulan sekali, masjid kompleks rumah Arum akan mengadakan acara yang mendatangkan ustaz-ustazah yang akan mengisi acara tersebut. Dan saat ceramah selesai, akan di bagikan makanan.

“Mauu, Rum ... jam berapa?”

“Jam sembilan sampai selesai. Jangan lupa bawa mukena, Lan, soalnya kita bakal salat zuhur di sana,” jelas Arum.

Bulan mengangguk penuh semangat. Setidaknya, ajakan Arum bisa mengalihkan fokus Bulan pada Ibram.

—o0o—

Laki-laki dengan baju SMA yang tampak penuh dengan noda darah itu termenung di dalam jeruji besi. Dia tidak memikirkan nasibnya di dalam sini, namun dia memikirkan orang tuanya.

Sudah tiga hari Ibram di tahan oleh polisi saat tawuran hari itu. Ibram sebagai ketua komplotan di tahan sedangkan teman-temannya di bebaskan. Bahkan Leo yang awalnya menantang tawuran, malah di beri keringanan untuk ke rumah sakit karena terluka parah.

Dunia memang tidak adil, Ibram membenci hidupnya. Bahkan di situasi seperti ini, kedua orang tuanya tidak ada walau hanya sekedar untuk menjenguk dan melihat keadaannya.

Ini sudah ketiga kalinya Ibram masuk ke dalam penjara karena tindak kriminalnya. Dua kali orang tuanya membebaskan kemudian setelah itu kembali asyik pada dunia bucin mereka. Dan untuk kali ini, Ibram akan tetap berdiam di sel tahanan sampai masa tahanannya habis.

Percuma Ibram di bebaskan namun semuanya tidak kembali seperti saat ia kecil. Kedua orang tuanya asyik pada dunia mereka sendiri. Tidak peduli bahwa ada satu anak yang sangat membutuhkan mereka.

Lihat selengkapnya