Two Different World

Zaafatm
Chapter #11

Part 10. Goncangan Mimpi

Seminggu setelah konflik di kediaman Fernanda, Ibram tidak lagi kembali ke rumah itu selama satu minggu. Orang tuanya masih di sana, dengan mama yang masih keukeuh tentang Bulan yang harus menjadi menantunya. Ibram enggan, karena benci Ibram mulai membesar sejak hari itu.

Bulan membuatnya terluka. Omongan mamanya hari itu, masih meninggalkan luka lebar di hati Ibram. Dan untuk kembali dan membuat luka itu semakin terkoyak, Ibram enggan.

Seminggu ini, yang Ibram lakukan hanyalah bersenang-senang. Di siang hari, Ibram akan membuat keributan di mana saja. Kemudian saat malam, ia akan ke kelab dan balapan. Tiga hal itu, tak pernah absen di lakukan Ibram seminggu ini.

Bahkan, untuk sekolah pun Ibram enggan. Bertemu dengan Bulan akan membuat Ibram lepas kendali dan takut malah melukai cewek itu. Bukan apa-apa, Ibram tidak ingin di semprot oleh sang mama karena membuat calon menantu idaman sejagad raya itu terluka.

Sial sekali hidupnya. Di masuki oleh seorang gadis polos tanpa pesona, di tambah paksaan mama yang tidak bisa di kalahkan.

Pukul tiga dini hari, Ibram baru sampai di apartemen yang sudah lama tidak ia tempati. Di sinilah tempat Ibram singgah setelah melarikan diri dari rumah bak istana tersebut. Apartemen yang Ibram beli dengan uang hasil balapan atau memalak orang. Apartemen sederhana ini cukup membuat Ibram merasa nyaman.

Di rebahkannya tubuh kokoh berbalut kaos tanpa lengan itu di atas kasur empuknya. Kedua tangan menjadi bantal, dengan mata yang memandang lurus-lurus langit-langit kamarnya.

Hari ini cukup lelah. Terlebih Viona selalu menuntutnya. Belum lagi ajakan untuk balapan juga tawuran. Kadang Ibram merasa lelah akan semua hal itu. Namun hanya itu yang bisa mengalihkan rasa sakit yang terpendam dalam hati Ibram untuk sesaat.

Pelan-pelan, mata itu terkatup. Pikiran kacau di kepalanya, mulai menghilang seiring dengan rasa kantuk yang datang. Gelap menyapa tidur Ibram, belum ada mimpi yang datang.

Wajah sangar dan sorot tajam itu kini menghilang, terganti dengan wajah tenang. Kedua tangan yang selalu terkepal itu kini terlihat lemas di bawah kepala pemuda itu.

Ibram memuka mata, asing menyapa matanya. Tempat ini cukup ramai, walau terlihat hari sudah petang. Di depan, ada sebuah pantai, namun di belakang, seperti hutan.

Ibram mengernyitkan dahinya heran, tempat ini cukup aneh menurutnya. Pantai yang ramai, tanpa ada penginapan, terasa aneh di mata Ibram.

Semua orang terlihat seksi, persis seperti di pantai kebanyakan. Orang-orang dengan bentuk wajah berbeda-beda itu tampak sibuk pada kegiatan mereka masing-masing.

Perlahan, kaki telanjang Ibram melangkah mendekat. Ada rasa penasaran yang tak kunjung terbalaskan saat tiba-tiba ia berada di sini. Matanya menyorot orang-orang yang bahkan tidak sama sekali menoleh ke arahnya.

Tepat di bibir pantai, Ibram melihat orang-orang berenang tanpa ada gangguan. Melakukan apa saja tanpa ada rasa malu bahkan tak nyaman. Untuk pertama kalinya, Ibram merasa terusik akan kegiatan mereka.

Ada bulan di seberang pantai, cahayanya teramat terang hingga hampir membuat area pantai terang menderang tanpa ada satupun lampu. Bulan tampak sangat besar, tubuhnya yang bundar, tenggelam setengah di balik air pantai. Tubuhnya mulai beranjak naik, seiring dengan cahaya yang kian terang.

Lihat selengkapnya