UKS jadi sangat penuh saat Ibram di tarik oleh Adelio ke sana usai perkelahian hebat di lapangan beberapa menit lalu. Dominan di penuhi cewek-cewek untuk melihat keadaan sang idola yang babak belur.
“Lebay banget cewek-cewek. Yang sakit siapa yang mewek siapa,” Adelio berdecak saat melihat beberap siswi menangis karena luka yang di alami Ibram. Adelio sungguh merasa geli melihat mereka semua.
“Kayak lo!” timpal Ibram sambil memutar bola mata. Adelio ini bukan temannya, mereka hanya satu kelas saja. Dan kenapa malah cowok ini yang keukeuh membawanya ke UKS sedangkan ia tidak apa-apa. Ini benar-benar memalukan.
“Gue bersikap baik sebagai teman! Punya hutang budi lo sama gue!”
Ibram berdecak keras-keras sebelum akhirnya turun dari ranjang UKS. Ia berjalan cepat meninggalkan Adelio yang menyerocos panjang lebar di sana. Rasa sakitnya sungguh berkali-kali lipat saat mendengar cowok itu mengoceh bagai perempuan.
Saat di depan pintu UKS, Ibram terdiam saat Bulan berdiri di antara kerumunan siswi. Gadis itu mendongak hanya beberapa detik, sebelum akhirnya menunduk dan keluar dari kerumunan. Dengan cepat Ibram mengejarnya, gadis itu perlu mengobatinya.
“Lo!” cekal Ibram pada tangannya, yang langsung berusaha di tepis olehnya. Ya, si gadis alim yang tak pernah ingin di sentuh oleh laki-laki.
“Saya harus pergi,” kata Bulan dengan suara kecil—nyaris tak terdengar.
“Lo harus tanggung jawab karena udah buat gue babak belur gini!” katanya dengan suara keras. Karena cewek ini ia menjadi babak belur dan pihak sekolah hampir menghubingi kedua orang tuanya sebab aksinya yang menggila. Kemarahannya karena Bulan, karena gadis ini berdekakatan dengan Iqbal.
Bulan bergeming, tidak membalas perkataan Ibram. Cowok itu berdecak sebelum menarik kasar tangan Bulan untuk mengikuti langkahnya yang lebar. Gadis itu ia paksa pergi dari kerumunan pengap yang sungguh membuatnya mual.
“GAVIN! MAU KAMU BAWA KE MANA SAHABAT AKU?!!” teriak seseorang di belakang mereka, jelas saja pemilik suara itu adalah Arum. Gadis berhijab dengan muka sangar.
“Nggak usah ikut campur!” sarkas Ibram saat Arum berdiri di hadapannya dengan sorot menusuk.
“Berhenti bersikap semena-mena, Vin!” Arum sudah tak mampu lagi berkata saking kesalnya dengan lelaki ini. Mengumpat dosa, maka yang bisa ia lakukan hanyalah menghela nafas tanpa suara.
“Dia tunangan gue, dan gue bebas memperlakukannya! Minggir!” tegas Ibram sambil mendorong tubuh Arum ke samping.
Bulan memandang Arum dengan raut tak apa-apa. Arum tahu gadis itu hanya bersikap baik-baik saja, perilaku Ibram sungguh menyakiti hati Bulan. Arum sadar akan hal itu.
—o0o—
Tidak ada yang bisa ia lakukan saat tubuhnya di paksa masuk ke dalam mobil sport berwarna silver milik Ibram. Ntah harus bersyukur atau tidak sebab lelaki ini menggunakan mobil bukan motor.
Ada banyak pertanyaan yang bergentayangan di kepala saat lelaki ini berkata bahwa aksi berkelahi dia karena Bulan. Apa maksudnya? Memangnya ia membuat salah apa pada lelaki ini hingga melampiaskan kemarahaannya ke orang lain?
Di mobil, hanya ada senyap dengan suara radio samar-samar yang tengah menyiarkan cuaca yang sangat bagus. Mata Bulan hanya menatap ke samping, sesekali menatap ke depan tanpa ingin menatap ke arah Ibram.