Pagi sekali, sekolah di buat gempar dengan obrolan di tiap sudutnya. Di mana ada perkumpulan, maka di situ ada banyak obrolan yang membahas satu hal yang sama. Raut mereka tampak tidak percaya, bukan, tapi sangat tidak percaya.
Ada yang mengira itu adalah editan semata, namun ada juga yang berkata itu sungguhan karena memang terlihat sangat asli. Bahkan grup kelas tiap angkatan sudah sangat bising pagi ini, mereka membahas hal yang sama.
Di tengah-tengah mereka, Ibram berjalan dengan heran. Obrolan mereka begitu nyaring, seperti memang tidak ada yang perlu di tutup-tutupi. Saat ia berjalan kian masuk, ia mengernyit heran menatap kumpulan anak-anak di depan mading megah SMA Cahaya.
Ibram menatap orang-orang yang berbicara dengan raut tidak percaya tersebut, berusaha memahami apa yang tengah mereka omongkan. Segera ia menerobos kumpulan murid yang berkumpul di depan mading, untuk melihat apa yang tengah mereka tatap dan bicarakan.
Bagai di sambar petir, tubuh Ibram kaku seketika. Ia nyaris lupa cara bernafas akibat apa yang baru saja ia lihat sekarang, kedua tangannya tiba-tiba terkepal begitu erat di sisi tubuhnya. Matanya berubah tajam, sorotnya menatap begitu lekat sebuah gambar yang sekali di tatap akan percaya bahwa itu sungguhan.
Ibram berjalan keluar dari gerombolan manusia yang memenuhi mading untuk menatap satu foto yang tertera di sana. Laki-laki dengan tindik di telinganya menatap setiap sudut bangunan ini untuk mencari seseorang.
Ini tidak benar, gambar itu adalah kebohongan. Tidak mungkin, tidak mungkin Bulan melakukan hal tersebut. Tapi ... tapi kenapa rasanya sangat nyata? Kenapa sisi lain tubuhnya percaya?
—o0o—
“ASTAGFIRULLAH, BULAN!!” pekik Arum sambil mendekap mulutnya tak percaya. Kakinya terasa lemas dan perlahan mundur dengan pikiran yang tiba-tiba terasa blank. Gadis berhijab ini menggeleng, tidak percaya akan apa yang baru saja ia lihat.
Bagaimana bisa ... sahabatnya? Kenapa ...
“Rum, ada apa? Kenapa semua orang menatapku seperti itu?” tiba-tiba Bulan datang dengan tatapan heran dan canggung, gadis bermata bulat ini menatap siswa-siswi yang menyorotnya tak percaya dan juga penuh cemooh.
Arum tersentak nyaris kembali berteriak. Air matanya tumpah seketika, tubuhnya bergetar. “Lan ...? Ini ...” ia tak sanggup berkata, tenggorokannya tercekat.
“Ada apa? Kenapa, Rum? Ada yang salah sama aku? Tapi aku rasa aku nggak ada bikin salah, ya? Iyakan? Tapi, kenapa semua orang menatapku penuh benci seperti ini?” Bulan menyerbu dengan banyak pertanyaan. Ia tidak nyaman di tatap seperti itu oleh mereka, seakan ia punya dosa yang begitu besar dan terbongkar di depan dunia.
“Kamu ...? Ini nggak mungkin, kan? Kam-kamu nggak mungkin lakuin itu. Aku kenal banget sama kamu, Lan ... ini cuman jebakan, aku yakin itu,” Arum semakin terisak, dadanya terasa sesak saat menatap sahabatnya di tatap begitu jijik oleh semua orang. Tenaganya seakan di hisap hingga tak mampu baginya untuk melindungi sang sahabat.
“Rum ... ada apa seben—”
“Ini lho, cewek alim dari luar tapi bitch dari dalam! Nggak nyangka gue kalau kelakuannya bejat banget gini. Nggak tau malu!” sentak salah satu siswi berambut pirang dengan perkataannya yang begitu menusuk.
Bulan menatap siswa-siswi yang kembali berbisik setelah siswi itu menyentaknya. Tatapan jijik dan penuh cemooh di hujamkan padanya, padahal ia tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Apanya yang bejat? Apa yang sebenarnya terjadi?
“Diem lo gini kaya orang bodoh! Mending lo liat apa yang sedari tadi kami liatin!” sentak kembali salah satu siswi.
Bulan menatap ke arah mading yang semula di isi banyak orang kini menyingkir saat ia menatap ke arah sana. Jantungnya berdebar, apa pirasat tak nyaman saat menatap tempat itu. Perlahan kakinya melangkah, menatap sayu ke arah mading berada.
“Astagfirullah halazim!!” Bulan memekik sambil menutup mulutnya, bahkan tubuhnya nyaris oleng jika saja tidak ada Arum di sampingnya. Jantungnya bagai tak berdetak lagi, nafasnya terhenti saat ini juga.
Bulir air mata tumpah dari pelupuk matanya, dadanya di serang rasa sesak tiba-tiba saat melihat dirinya di sana. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa itu terjadi?
“Nggak ... ini bukan aku, ini salah! Ini bukan aku, Rum! Sungguh, aku tidak pernah melakukan ini ...,” tolak Bulan tak percaya. Gadis itu kian terisak dengan pilu, ia nyaris mati sebab dadanya di serang sesak luar biasa.