To Kill a Mockingbird

Mizan Publishing
Chapter #1

1

Tatkala hampir berusia tiga belas tahun, tangan abangku, Jem, patah di bagian siku. Setelah sembuh, dan ketakutan Jem bahwa dia tak akan pernah bisa bermain football menghilang, dia jarang menyadari cederanya. Lengan kirinya sedikit lebih pendek daripada yang kanan; saat berdiri atau berjalan, punggung tangannya tegak lurus dengan badan, jempolnya sejajar dengan paha. Dia sama sekali tak peduli, sepanjang bisa mengoper dan menendang.

Setelah cukup banyak waktu berlalu sehingga kami bisa menengok ke masa lalu, kami kadang mengobrolkan kejadian-kejadian yang mengarah pada kecelakaan tersebut. Aku bersikeras bahwa keluarga Ewell-lah yang memulai semuanya, tetapi Jem, yang lebih tua empat tahun dariku, mengatakan bahwa rentetan masalah itu diawali jauh sebelumnya. Menurutnya, awal yang sebenarnya terjadi pada musim panas ketika Dill datang, saat Dill kali pertamanya memberi kami gagasan untuk memaksa Boo Radley keluar.

Aku berkata, jika Jem ingin mengambil sudut pandang yang lebih luas, masalahnya dimulai oleh Andrew Jackson. Andaikan Jenderal Jackson tidak menggiring suku Indian Creek menjauhi hulu sungai, Simon Finch tak akan pernah mendayung ke hulu Sungai Alabama. Lalu, di mana kami sekarang berada jika Simon Finch tidak melakukannya? Karena sudah terlalu besar untuk membereskan perselisihan melalui adu tinju, kami berkonsultasi kepada Atticus, ayah kami. Dia mengatakan bahwa kami berdua benar.

Sebagai orang Selatan, merupakan aib bagi sebagian anggota keluarga kami bahwa tak ada nenek moyang kami yang berperan di pihak mana pun dalam Pertempuran Hastings—pertempuran menentukan di Hasting, Inggris, pada 1066 antara Inggris dan Normandia. Yang kami miliki hanyalah Simon Finch, apoteker pemasang jerat dari Cornwall yang kesalehannya hanya bisa dikalahkan oleh kekikirannya. Di Inggris, Simon kesal menyaksikan kaum Metodis diburu oleh saudara-saudara mereka yang lebih liberal. Dan karena Simon menganggap dirinya penganut Metodis, dia menempuh perjalanan mengarungi Samudra Atlantik menuju Philadelphia, dari sana ke Jamaika, lalu ke Mobile, dan berakhir di Saint Stephens. Dengan mempertahankan ajaran John Wesley yang melarang terlalu banyak berkata-kata dalam jual-beli, Simon menghasilkan banyak uang dari mengobati orang. Namun, dia merasa khawatir kalau-kalau tergoda melakukan hal-hal yang bukan untuk kebesaran Tuhan, seperti memakai emas dan pakaian mewah. Jadi, setelah melupakan pandangan panutannya tersebut tentang perbudakan, Simon membeli tiga orang budak dan dengan bantuan mereka membangun kediaman di tepi Sungai Alabama sekitar enam puluh kilometer di atas Saint Stephens. Hanya sekali Simon kembali ke Saint Stephens untuk mencari istri, dan bersamanya menurunkan anak cucu yang kebanyakan perempuan. Simon hidup sampai usia tua dan mati meninggalkan kekayaan yang melimpah.

Menurut kebiasaan, kaum lelaki dalam keluarga Finch menetap di rumah yang dibangun Simon, Finch’s Landing, dan mencari nafkah dari menanam kapas. Segalanya tersedia di tempat itu: sekalipun tampak sederhana dibandingkan perkebunan-perkebunan mewah di sekitarnya, Landing menghasilkan semua yang diperlukan untuk bertahan hidup kecuali es, tepung gandum, dan pakaian, yang dipasok oleh kapal sungai dari Mobile.

Simon mungkin akan memandang perseteruan antara Amerika Utara dan Amerika Selatan dengan kemarahan tanpa daya, karena hal itu telah melucuti semua hak milik keturunannya, kecuali tanah. Namun, tradisi menetap di sana tetap tak berubah sampai jauh setelah pergantian abad ke-20 saat ayahku, Atticus Finch, berangkat ke Montgomery untuk belajar ilmu hukum, dan adik laki-lakinya ke Boston untuk belajar ilmu kedokteran. Saudari mereka, Alexandra, menjadi satu-satunya Finch yang tetap tinggal di Landing: dia menikahi lelaki pendiam yang menghabiskan sebagian besar waktunya berbaring di tempat tidur gantung di pinggir sungai sambil menduga-duga apakah tangkai pancingnya telah berhasil menangkap ikan.

Setelah ayahku lulus ujian pengacara, dia kembali ke Maycomb dan memulai praktiknya. Maycomb, sekitar tiga puluh kilometer di sebelah timur Finch’s Landing, merupakan ibu kota Maycomb County. Kantor Atticus di gedung pengadilan hanya berisi gantungan topi, tempolong, papan dam, dan sebuah kitab Undang-Undang Alabama yang tak bernoda. Dua klien pertamanya adalah sepasang korban tiang gantungan terakhir di penjara Maycomb County. Atticus sudah mendesak mereka agar menerima kebaikan negara dengan mengaku Bersalah dalam pembunuhan tingkat dua, dan lolos dari kematian. Namun, mereka berdua adalah anggota keluarga Haverford, nama yang sepadan dengan dungu di May-comb County. Mereka membunuh seorang pandai besi terkemuka di Maycomb karena kesalahpahaman tentang kepemilikan seekor kuda, dengan sembrono melakukannya di depan tiga orang saksi. Bersikeras bahwa “keparat itu layak dibunuh” merupakan pembelaan yang cukup baik bagi siapa pun. Mereka ngotot mengaku Tak Bersalah untuk pembunuhan tingkat satu. Jadi, tak banyak yang dapat dilakukan Atticus bagi kliennya selain menghadiri eksekusi mereka; peristiwa yang mungkin menjadi awal ketidaksukaan mendalam ayahku pada praktik hukum pidana.

Selama lima tahun pertamanya di Maycomb, Atticus mempraktikkan penghematan berlebihan. Beberapa tahun setelahnya, dia menanamkan pendapatannya untuk pendidikan adiknya. John Hale Finch lebih muda sepuluh tahun dari ayahku, dan memilih belajar ilmu kedokteran pada masa kapas tak lagi berharga; namun, setelah menyekolahkan Paman Jack, Atticus memperoleh penghasilan yang lumayan dari praktik hukumnya. Dia menyukai Maycomb, dia lahir dan besar di sana; dia kenal orang-orangnya, mereka kenal dia, dan karena Simon Finch yang produktif, Atticus bersaudara dengan hampir semua keluarga di kota itu melalui darah dan perkawinan.

***

Maycomb adalah sebuah kota tua yang kelelahan saat kali pertama aku mengenalnya. Saat musim hujan, jalanan berubah menjadi kubangan lumpur merah; semak tumbuh di trotoar, gedung pengadilan melesak di alun-alun. Dahulu, cuaca terasa lebih panas; anjing hitam menderita pada siang musim panas; bagal kerempeng kepanasan yang menghela kereta Hoover mengibas-ngibas lalat dalam bayangan pohon ek di alun-alun. Kerah baju kaku kaum lelaki tampak lusuh pada pukul sembilan pagi. Kaum wanita mandi sebelum tengah hari, setelah tidur siang pukul tiga, dan saat senja tiba mereka menyerupai kue teh lembut yang berlapis keringat dan bedak wangi.

Pada masa itu, aktivitas dijalankan dengan lambat. Orang-orang melenggang melintasi alun-alun, menyeret kaki keluar-masuk toko-toko di sekitarnya, santai dalam mengerjakan apa pun. Satu hari terasa lebih panjang dari dua puluh empat jam. Tak ada ketergesaan karena tak ada tempat yang dituju, tak ada yang bisa dibeli, juga tak ada uang untuk membeli, dan tak ada yang patut dilihat di luar batas Maycomb County. Namun, pada masa itu, sebagian orang dihinggapi keoptimisan samar-samar: penduduk Maycomb County baru memahami bahwa tak ada yang perlu ditakutkan selain ketakutan itu sendiri.

Kami tinggal di jalan perumahan utama di kota—Atticus, Jem, dan aku, ditambah Calpurnia, koki kami. Aku dan Jem menganggap ayah kami lumayan: dia bermain bersama kami, membaca untuk kami, serta menghormati kami dengan tidak pernah mencampuri urusan kami.

Calpurnia beda lagi. Tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang; dia menderita rabun jauh; matanya juling; tangannya selebar rangka tempat tidur dan dua kali lebih keras. Dia selalu mengusirku keluar dapur, bertanya mengapa aku tak bisa bersikap sebaik Jem padahal dia tahu bahwa Jem lebih tua dariku, serta memanggilku pulang saat aku belum ingin pulang. Perselisihan kami selalu hebat dan berat sebelah. Calpurnia selalu menang, terutama karena Atticus selalu berpihak padanya. Dia telah bersama kami semenjak Jem dilahirkan, dan sepanjang ingatanku aku selalu merasakan penindasannya.

Ibu kami meninggal saat aku baru berumur dua tahun, jadi aku tak pernah merasa kehilangan. Dia berasal dari keluarga Graham di Montgomery; Atticus bertemu dengannya ketika dia dipilih sebagai anggota badan legislatif negara bagian untuk kali pertamanya. Atticus separuh baya saat itu, ibu kami lima belas tahun lebih muda. Jem dilahirkan pada tahun pertama perkawinan mereka; empat tahun kemudian aku lahir, dan dua tahun kemudian ibu kami meninggal karena serangan jantung mendadak. Kata orang, penyakit keturunan. Aku tidak merindukannya, tetapi kupikir Jem merasa kehilangan dirinya. Dia mengingatnya dengan sangat jelas, terkadang, saat kami sedang bermain, dia menghela napas panjang, lalu mendadak meninggalkanku dan bermain sendiri di belakang garasi. Saat dia bertingkah seperti itu, aku tahu sebaiknya aku tidak mengganggunya.

Ketika aku hampir menginjak usia enam tahun dan Jem hampir sepuluh tahun, batas jarak bermain musim panas kami (jarak panggil Calpurnia) adalah rumah Mrs. Henry Lafayette Dubose dua rumah di sebelah utara rumah kami, serta Radley Place, tiga rumah di sebelah selatan rumah kami. Kami tak pernah tergoda untuk melanggarnya. Radley Place dihuni oleh makhluk tak dikenal yang gambarannya saja cukup untuk membuat kami menjaga kelakuan selama berhari-hari. Sementara itu, Mrs. Dubose benar-benar menyeramkan.

Pada musim panas itulah, Dill memasuki kehidupan kami.

Pagi-pagi sekali, ketika aku dan Jem mulai bermain di pekarangan belakang, kami mendengar suara yang berasal dari petak sawi Miss Rachel Haverford, tetangga sebelah rumah kami. Kami mendekati pagar kawat untuk melihat kalau-kalau ada anak anjing—anjing rat terrier Miss Rachel sedang hamil tua—alih-alih kami menemukan seseorang sedang duduk, memandangi kami. Ketika duduk, dia tampak tidak lebih tinggi daripada tanaman sawi. Kami menatapnya hingga dia berbicara:

“Hai.”

“Hai juga,” kata Jem ramah.

“Aku Charles Baker Harris,” katanya. “Aku bisa membaca.”

“Terus kenapa?” kataku.

“Barangkali saja kau ingin tahu. Kalau ada yang perlu dibaca, aku bisa ....”

“Umurmu berapa tahun?” tanya Jem, “empat setengah?”

“Hampir tujuh.”

“Yah, pantas,” kata Jem, menudingkan jempolnya ke arahku. “Scout ini sudah bisa baca sejak lahir, padahal sekolah juga belum. Untuk anak hampir tujuh tahun, kelihatannya kau kecil sekali.”

“Aku kecil, tapi sudah tua,” katanya.

Jem menyibakkan rambutnya supaya bisa melihat lebih baik. “Bagaimana kalau kau ke sini, Charles Baker Harris?” katanya. “Ya Tuhan, nama macam apa itu?”

“Tapi tidak lebih lucu dari namamu, kan? Bibi Rachel bilang, namamu Jeremy Atticus Finch.”

Jem merengut. “Aku kan sudah besar, cocok pakai nama seperti itu,” katanya. “Namamu lebih panjang dari badanmu. Taruhan, lebih panjang tiga puluh senti.”

“Orang-orang memanggilku Dill,” kata Dill, berkutat menyusup lewat kolong pagar.

“Lebih gampang lewat atas daripada lewat bawah,” kataku. “Asalmu dari mana?”

Dill berasal dari Meridian, Mississippi, sedang melewatkan musim panas bersama bibinya, Miss Rachel, dan akan melewatkan setiap musim panas di Maycomb mulai sekarang. Keluarganya berasal dari Maycomb County. Ibunya, yang bekerja untuk seorang fotografer di Meridian, memasukkan foto Dill ke Lomba Anak Menawan dan memenangi lima dolar. Dia memberikannya kepada Dill, yang pergi ke bioskop dua puluh kali dengan uang itu.

“Di sini tak ada pemutaran film, kecuali film tentang Yesus di gedung pengadilan kadang-kadang,” kata Jem. “Pernah nonton film yang bagus?”

Dill pernah menonton Dracula, suatu informasi baru yang menggerakkan Jem untuk mulai memandangnya dengan rasa hormat. “Ceritakan pada kami,” katanya.

Lihat selengkapnya