To Love The Untouchable

Dear An
Chapter #6

Chapter 5 - Sorakan Kemenangan Kerjasama

Senin pagi itu, suasana kantor terasa sepi dan hampa di mata Hana. Ia berdiri kaku di dekat jendela, tatapannya menyusuri hiruk-pikuk Seoul di luar, sementara pikirannya jauh tenggelam pada pertemuannya dengan Choi Jihoon. Sentuhan tak disengaja di pinggangnya itu kini berputar ulang seperti film yang tak bisa dihentikan, memicu gelombang panik. Sensasi itu begitu kuat hingga membuat Hana merasakan lantai di bawah kakinya mulai miring dan bergoyang.

Tubuhnya lunglai. Ia jatuh berlutut di lantai, menyembunyikan wajahnya yang memanas di antara kedua lutut, seolah ingin menghapus keberadaannya dari ingatan itu.

“Ya Allah ...” Bisikan itu lolos, penuh penyesalan yang begitu dalam.

Dalam hidupnya di negeri minoritas Muslim ini, Hana selalu menjaga batasan diri. Mulai dari batasan pada makanan non-halal, minuman beralkohol, hingga kontak fisik dengan lawan jenis—yang selama ini ia batasi hanya sebatas jabat tangan, dan tidak pernah lebih.

Tiba-tiba, di tengah kecamuk resah yang mencekiknya, Hana mendengar derap langkah kaki yang menggema di lorong. Alarm peringatan bawah sadarnya berbunyi, dan instingnya segera mengambil alih. Dalam satu sentakan cepat, Hana berdiri. Ia langsung mengambil kendali, memaksa wajahnya datar—meski detak jantungnya masih berdebar liar, memukul rusuknya dari dalam dengan cepat. Satu tarikan napas yang dalam dan topeng terpasang sempurna.

Pintu kantor terbuka keras dan lebar. Seketika itu juga, ruangan dipenuhi gema teriakan melengking.

“Hanaaaaaa!” pekik Miyeon nyaring dari ambang pintu, bukan hanya memecah kesunyian, namun juga merusak ketenangan yang baru saja Hana bangun.

Hana berbalik. Dalam sekejap, ia mengunci emosinya. Tatapannya kini dingin dan tajam menghunjam Miyeon, berbeda dengan kericuhan yang baru saja masuk di ruangannya.

“Ada apa?” Hana bertanya, suaranya datar.

Hana tidak pernah mengerti mengapa Miyeon selalu harus berteriak heboh, seakan setiap kabar baik yang datang adalah seruan kemenangan yang harus didengar seluruh gedung.

Miyeon membalas tatapan Hana dengan mata yang memancarkan kebahagiaan, senyum lebar yang tak bisa lagi ia tahan. “Akhirnya! Tebak apa! Cyber Tyrab resmi mengajukan proposal kerja sama sesi konseling dengan kita!” Miyeon berseru, suaranya melengking tinggi tanpa basa-basi.

Hana terenyak. Keterkejutan itu seketika meluluhkan sisa-sisa kegelisahan yang baru saja ia sembunyikan. “Benarkah?” Ia mendekat sedikit, “Benar-benar terjadi?”

Miyeon bergegas maju, lalu menyerahkan map tebal itu kepada Hana. Hana menyambut map itu dengan sigap. Tanpa membuang waktu, matanya menyusuri detail di atas kertas dengan saksama.

Perlahan, raut tegang di wajahnya lenyap, digantikan oleh ekspresi bahagia. Ia mendongak, menatap Miyeon dengan sorot mata yang berbinar. “Miyeon-ah! Ya Allah, terkabul juga!” Hana berseru keras tak kalah nyaring, akhirnya membiarkan kebahagiaan itu meledak dan membanjiri ruangan Hana.

Dengan sorakan gembira, Hana dan Miyeon saling berpelukan erat. Kemudian, mereka melompat-lompat tak terkendali di tengah ruangan, merayakan kemenangan besar yang sudah lama dinanti.

Di luar, melalui dinding kaca transparan kantor mereka, beberapa karyawan menoleh, menyaksikan adegan langka tersebut dengan raut heran.

“Astaga, tumben sekali Hana Sajang-nim sampai ikut-ikutan seheboh Kim Bi-seo-nim,” komentar Kim Sena, Ketua Divisi Keuangan, matanya terbelalak tak percaya.

“Kalau sampai Hana Sajang-nim kegirangan seperti itu, artinya kita dapat proyek besar, Sena-nim,” jawab Kihoon, Ketua Divisi Pemasaran. IaSudah terbiasa dengan kehebohan sang atasan dan sekretarisnya, ia hanya bersandar santai di kursi. kursi, tampak santai.

Lihat selengkapnya