To Love The Untouchable

Dear An
Chapter #11

Chapter 10 - Sang Kakak Laki-Laki

Dalam ruangan yang hening itu, Hana menghantamkan dahinya berulang kali ke permukaan meja, menimbulkan bunyi pelan yang memecah kesunyian. Pikirannya masih terjebak dalam ingatan tentang malam fans meeting itu. Karena gelisah, Hana melompat berdiri dan mondar-mandir di dekat jendela, berusaha keras menepis ingatan yang terus menghantuinya.

“Ya Allah, aku bisa gila!” Hana membatin, jemarinya memilin pelipis. Wajahnya terasa terbakar, bukan karena suhu ruangan, melainkan oleh gejolak emosi yang tak bisa ia jelaskan.

Tiba-tiba, langkah Hana terhenti di tengah ruangan, mematung. Ia mengepalkan tangan dan memejamkan matanya erat, berusaha menahan serangan ingatan itu. Namun, ia gagal. Seketika, kilasan adegan paling intens dari malam fans meeting itu menghantamnya.

Saat itu, Taeil mengambil mikrofon dari saku celananya. Dengan senyum usilnya, ia menarik pergelangan tangan Jihoon untuk berdiri tepat di samping Hana.

“Sekarang giliran Jihoon-ah. Tunjukkan fan service terbaikmu,” ujar Taeil, mendesak Jihoon.

Mata biru Jihoon, yang bersinar bagaikan dua butir safir, memantulkan cahaya panggung dan menatap lurus ke dalam mata Hana. Kelembutan tatapannya yang begitu terkenal itu menembus pertahanan Hana, terasa selembut terpaan angin musim semi yang tak kasatmata.

“Bolehkah aku memegang tanganmu, Hana-ya?” tanya Jihoon dengan lembut.

“Seketika, gedung itu pecah oleh jeritan histeris para penggemar. “Aaaaaa! So sweet!” teriak mereka.

Jihoon sedikitmencondongkan tubuhnya, meminta izin untuk menggenggam tangannya. Anggota Cyber Tyrab, yang berada di depan mereka, bersorak heboh, menatap adegan itu seolah menyaksikan drama romantis paling dinantikan.

Jantung Hana berdebar tak karuan, seolah seluruh darahnya mendidih menjadi lava panas yang menyembur dari hatinya. Tenggorokannya tercekat. Tak mampu bicara, Hana hanya bisa mengangguk pelan.

Perlahan dan hati-hati, tangan Jihoon terulur meraih tangan Hana. Kemudian, dengan penuh kelembutan, ia menautkan jari jemarinya, mengunci jemari Hana dalam genggaman erat.

Napas Hana terhenti, seolah seluruh udara di sekitarnya menghilang tiba-tiba.

Jihoon mendekatkan wajahnya, membuat jarak di antara mereka nyaris tak ada. Suara baritonnya yang lembut dan berat berbisik lirih, “Chagi-ya...” Panggilan itu bagai sihir. “...bisakah kamu menatapku?” pinta Jihoon. Pandangannya kini menjadi tajam, menusuk, tapi terselimuti kehangatan yang meneduhkan. Napasnya terhembus pelan di pipi Hana, menahan kegugupannya.

Hana mendongak. Napasnya tertahan. Sepasang mata almond-nya bertemu langsung dengan mata biru safir Jihoon, di wajahnya yang tampan.

“Aku tahu kamu berusaha sekuat tenaga untuk menjauhiku. Tapi, bisakah kamu kali ini mengalah? Mendekat dan belajar untuk mencintaiku?” Ucapan Jihoon bukan lagi fan service biasa—itu adalah pengakuan tulus yang terlontar spontan di depan publik.

Mendengar kalimat yang melampaui batas itu, para anggota Cyber Tyrab sontak heboh. Mereka saling menyikut dan memukul bahu, wajah mereka menunjukkan keterkejutan, seakan mereka tidak percaya pada apa yang baru saja mereka dengar.

“Gila! Gila! Jihoon Hyung benar-benar gila!” bisik beberapa anggota berulang kali.

“Hyung, hentikan! Ini sudah terlalu jauh—bisa gawat untuk Jihoon maupun Hana saem,” bisik Woojin panik di telinga Taeil.

Taeil sontak mengangguk. Ia segera mengambil alih mikrofon. “Wooooaaaaa, Jihoon-ah! Sudah, sudah! Kasihan Hana-ya, lihat mukanya sampai memerah!” serunya, berhasil melerai adegan mendebarkan itu.

Jihoon tersentak, kelopak matanya berkedip. Dengan cepat, ia mundur selangkah, melirik ke samping untuk menyembunyikan senyum puas yang tak tertahankan. Ia segera memasang raut wajah idol. “Terima kasih banyak, Hana-ya,” ucapnya, suaranya kembali ringan dan ceria.

“Waaahhh, sungguh fan service yang mendebarkan, bukan, Hana-ya?” seru Taeil, kini sudah berdiri tepat di samping Hana.

Hana mendekatkan mikrofon ke bibirnya yang sedikit bergetar. “Iya, sukses membuat jantung saya berdebar tiada henti,” akunya dengan suara tertahan. Setelah itu, ia menutup wajahnya yang kini merah padam.

Lihat selengkapnya