Evanescent

IndaahNs
Chapter #31

Chapter 31. Memori

Sejak kecil, hanya Arya satu-satunya teman terdekat Eila. Teman cowok Arya sudah pasti menjadi teman Eila juga. Sementara itu, Eila malah jarang bergaul dengan teman-teman ceweknya. Bahkan hingga duduk di bangku kuliah pun, teman cewek yang lumayan dekat dengan Eila hanya Sasha saja.

Orang-orang yang baru mengenal mereka pasti menyangka jika Eila dan Arya berpacaran. Ketika mereka tidak sekelas, Arya akan rutin mengunjungi Eila ketika pulang sekolah untuk pulang bersama karena rumah mereka searah. Ketika SD, Eila sering dibonceng naik sepeda. Ketika menginjak bangku SMP, Eila akan dibonceng naik motor, mulai dari motor bebek hingga motor sport. Pacar sungguhan Arya bahkan sering melabrak Eila saking dekatnya mereka berdua.

Ketika Eila pindah ke Bandung, kenaikan kelas dua belas, saat itulah Eila sepenuhnya hidup mandiri, tidak bergantung pada Arya. Awalnya memang sulit, tetapi, Eila bisa melaluinya dengan baik. Mereka sering bertukar cerita lewat video call. Arya akan menceritakan kesehariannya di sekolah, termasuk dengan pacar-pacar barunya. Sementara Eila akan bercerita tentang teman-teman dan lingkungan barunya.

Menjelang kelulusan, Eila bercerita bahwa ia akan kuliah di Bestari, karena kampus itu yang berjarak paling dekat dengan rumahnya. Siapa sangka jika Arya juga memutuskan untuk kuliah di Bestari? Arya bilang jika ia ingin berganti suasana. Ia bosan di Jogja terus.

Hubungan mereka kembali seperti dulu ketika mereka masih di Jogja, tidak ada yang berubah. Arya adalah Arya. Yang terlihat cuek tapi sebenarnya perhatian, yang suka bicara blak-blakan, kadang menyakitkan tetapi jujur. Arya yang suka mengoleksi action figur dan komik, Arya yang menjadi pembaca pertama karya-karya Eila. Arya yang sering memberi kritik pedas... dan Arya yang rela begadang mengerjakan tugas ospek karena ketoledoran Eila. Mungkin mereka sering bertengkar akibat hal-hal kecil, tetapi Arya akan mengalah lebih dulu dan memulai percakapan. Pertengkaran terlama mereka hanya berlangsung tiga hari.

Eila pikir, hubungan mereka akan selalu baik-baik saja. Arya akan menemukan wanita terbaik untuknya, begitu juga dengan Eila. Mereka akan bahagia dengan pilihan masing-masing. Masih saling berteman meski sudah punya pasangan. Namun, tiba-tiba saja, Arya menyatakan perasaannya. Bahwa ia mencintai Eila lebih dari sekadar sahabat. Sementara Eila... dia... tidak bisa menganggap Arya lebih. Cowok itu sudah seperti kakak kandung yang melindunginya.

Jika kisah hidup Eila adalah sebuah drama romantis, pasti posisi Arya hanya akan menjadi second lead. Tokoh yang tidak akan bersatu dengan tokoh utama, tokoh yang pada akhirnya cerita dipaksa mengalah atau dibiarkan jatuh cinta dengan tokoh lain. Tetapi, ini bukan drama. Dan Eila bukan tokoh utama.

Sorot terluka di mata Arya benar-benar membuat Eila ... sakit. Rasanya sama ketika Eila melihat Arion demam. Baik Arya maupun Arion, punya tempat tersendiri di hati Eila. Mereka sama-sama berharga. Tidak bisa pilih salah satu.

"Arya udah pulang?"

Eila tersentak dari lamunan. Ia melihat Arion sudah berdiri di depannya.

"Kenapa nangis lagi?" Arion mengusap air mata di pipi Eila dengan jemarinya. "Mata kamu bisa berubah kayak punya panda kalau kebanyakan nangis."

Eila bahkan tidak menyadari bahwa sedari tadi ia menangis. "Gue cuma kelilipan kok. Nggak apa-apa." Eila tersenyum, menggunakan lengan kausnya untuk menghapus air mata yang tersisa. "Lo laper nggak? Gue bikinin makanan ya?"

Arion mengangguk dan duduk di kursi yang tadi ditempati Arya. Eila bergegas bangkit untuk masak makan siang. "Lo pengin makan apa? Di kulkas cuma ada telor, ayam sama sayur." Eila kemudian mengambil bahan-bahan itu dari kulkas dan menaruhnya ke atas konter.

"Aku pengin mie rebus sama telor," balas Arion semangat.

Eila mengangguk dan mengambil mi instan di lemari atas. "Gue tambahin potongan ayam goreng sama daun bawang ya?"

"Oke!"

Eila mulai sibuk dengan kegiatannya. Ia menghidupkan kompor dan memanaskan minyak. Sambil menunggu, ia mencuci ayam sampai bersih dan membalurinya dengan bumbu instan.

"Arya kelihatan sayang banget sama kamu." Arion tiba-tiba berujar. "Kalian udah sahabatan dari kecil, kan? Kayak aku sama Visakha. Sayangnya, aku sama Visa kepisah karena aku pindah ke Jogja. Kenapa kisah kita kayak terbalik gitu ya?" Arion terkekeh kecil. "Arya pasti nggak mau pisah sama kamu, sampai bela-belain pindah ke Bandung."

Eila memang pernah bercerita pada Arion tentang persahabatannya dengan Eila, dari mereka kecil hingga sekarang. Kisah mereka memang agak mirip. Mungkin karena Eila tidak kreatif? Harusnya Eila bikin novel genre action saja. Melihat Arion mengarahkan pistol pada lawan pasti akan keren sekali, apalagi dengan wajah babyface-nya. Bikin gagal fokus.

"Arya pasti goblok banget kayak aku, yang rela-relain kuliah DKV cuma buat bikin Visakha seneng," kata Arion lagi, dengan nada kelewat tenang.

Apa itu tadi? Kenapa Arion malah mengungkit-ungkit kisah mereka berdua yang nyaris sama? Atau cowok itu sedang menyindir Eila karena membuat Arion menjadi mahasiswa salah jurusan?

"Nggak usah nyari-nyari kesamaan kalian. Arya nggak narsis kayak lo," balas Eila kesal.

Arion tertawa renyah. "Arya nggak narsis karena emang enggak seganteng aku?" Arion malah balas bertanya. "Toh, aku narsis cuma sama kamu dan Vishaka. Di luar itu, aku selalu jaga image jadi cowok cool and charming."

"Siapa bilang Arya nggak ganteng?" Eila berbalik, menatap Arion sambil berkacak pinggang. "Lo punya muka babyface yang bikin gemas pengin nyubit. Sementara Arya punya garis wajah tegas dan mata tajam, bikin cewek klepek-klepek."

Lihat selengkapnya