"Da, tunggu!" Di samping pohon sepatu di tepi jalan, Rian menggoncang tangan Dia dalam genggamannya, memberi isyarat untuk berhenti sebelum berjongkok di tepi jalan, tepat di bawah bungan sepatu.
"Ada apa?" Ida mengajukan pertanyaan, berjongkok di samping Rian sambil menatap lelaki itu dengan ekspresi penasaran.
Saat ini Rian tengah membuka resleting tasnya, mencari sesutu di sana.
"Apa yang kamu cari?"
"Ini," mengatakan itu, Rian menunjukkan lipatan kertas di tangannya.
"Apa?"
Rian menghela napas. "Mas ku memintaku mengatakan ini ke kamu." Lalu membuka lipatan itu.
'Aku cinta kamu.'
Begitulah kalimat yang tertulis di atas lipatan kertas, membuat Ida tertegun selama beberapa detik sebelum tergagap.
"K-kamu .... " Oh! Ida merasa kepalanya berputar saat ia menatap Rian dengan syok.
Menutup mulut kecilnya, Ida secara reflek berdiri sebelum berlari meninggalkan Rian yang tertegun di tempat.
Nah, apa ia melakukan kesalahan?
Rian mungkin tidak mengerti, tapi Ida jelas mengerti.
'Aku cinta kamu.'
Bukankah itu kalimat yang sering laki-laki di dalam TV katakan? Lalu perempuan yang mendengar itu mengangguk dan keduanya akan berpacaran. Tapi dia dan Rian ... mereka sahabat!
Ida menunduk, menatap halaman buku yang dipenuhi garis-garis acak.
Saat ini setelah berganti pakaian, Ida berbaring tengkurap di atas tikar lantai sambil menonton TV. Buku tulis terletak di depannya sementara ia memegang pensil, menulis coretan acak di atas kertas.
"Ida, kamu ngelewatin batas!" Suara galak di iringi cubitan keras di lengannya membuat Ida tersentak dari lamunan.
Menoleh, Ida memandang gadis yang duduk di sampingnya. Gadis itu memiliki usia yang sama dengan Ida,namun mampu membuat Ida menatapnya dengan raut ketakutan.
"Ahhh!" Ida meringis kesakitan karena gadis kecil itu memperkuat cubitan nya di lengannya.
Hal ini membuat gadis itu memasang wajah galak. "Apa? Kamu berani teriak? Kamu tau nggak apa salahmu? " Gadis itu bertanya galak, sambil memutar cubitan nya di lengan Ida.
Sementara itu, setelah mendengar pertanyaan gadis di sampingnya, Ida mengangguk cepat. Wajahnya dipelintir karena rasa sakit.
"S-sakit ... M-maaf. A-ku tau, t-tolong lepaskan!" pintanya memohon, membuat gadis yang mencubit lengannya mendengus kesal.
"Rasain! Makannya kalau dibilangin tuh nurut. Kan aku udah bilang kamu nggak boleh ngelewatin batas ini!" mengatakan hal itu, gadis yang duduk di sampingnya menunjuk garis putih panjang di atas meja dan kursi.
Hal ini membuat Ida mengangguk patuh, dengan wajah kecil yang dipenuhi ekspresi ketakutan dan kesakitan.
"M-maaf, t-tolong lepas. I-ini sakit," ulangnya memohon, yang membuat gadis di sampingnya mendengus.
"Kamu ngerti di mana kamu salah?" Ia bertanya galak.
Ida mengangguk cepat, berusaha membuat wajahnya terlihat serius saat ia mengangguk. "Y-ya."
Jawaban Ida membuat gadis itu tersenyum puas, lalu melepas cubitan nya di lengan Ida. "Bagus, kamu harus nurut sama aku. Kalau nggak, kamu nggak boleh duduk di sini lagi!" sambungnya mengancam, sementara Ida mengangguk cepat. Lalu menggosok tempat di mana gadis itu mencubit.
"Kalau di tanya tuh jawab!" gadis di sampingnya lagi-lagi berteriak ketika Ida tidak menanggapi 'nasehatnya'.
Terkejut karena suara teriakan gadis di sampingnya, Ida mengangguk dengan cairan bening di pelupuk matanya.
"I-iya, Maya, iya." Ida menjawab patuh, sementara Maya mencibir.
"Nangis? Huh, dasar cengeng. Pantes aja nggak ada yang mau duduk sama kamu," cibir nya lalu berbalik badan. Mengobrol dengan teman di meja belakang, sementara Ida menunduk, menghela napas panjang sebelum kembali membaca buku cerita yang belum selesai ia baca, sambil sesekali melirik 'garis batas' di samping agar tidak melanggar 'peraturan'.
Beberapa menit kemudian bell berbunyi sebanyak dua kali, menandakan istirahat telah selesai dan jam pelajaran akan segera di mulai. Hal ini membuat Ida yang sedaritadi menunduk ketakutan tanpa sadar menghela napas lega.
Syukurlah!
Batinnya lalu menutup buku cerita di atas meja, memasukkan buku itu ke dalam laci sebelum membuka tasnya. Meraih buku pelajaran yang akan diajarkan hari ini.
Setelah melakukan serangkaian kegiatan secara sistematis, Ida akhirnya duduk tenang sebelum membuka buku tulisnya untuk mengingat pelajaran yang sebelumnya diajarkan.