To Protect

DMRamdhan
Chapter #2

Bab 1 : Kisahmu pun Dimulai ...

Kebajikan abadi yang kamu pegang teguh saat ini adalah bangun paling pagi ketika yang lain masih terlelap. Mungkin bukan alamiahmu, tapi kamu telah membiasakan diri setelah setahun bergabung dengan Biro Pengawalan “Perisai Senja” di Kota Terania. Tanpa kesulitan berarti, kamu bisa keluar dari barak tanpa terantuk tempat tidur rekan-rekanmu, meski gelap masih mendominasi ruangan. Tujuanmu cukup sederhana, untuk lebih dulu menguasai kamar mandi.

Lalu, setelah mandi, kamu kembali ke tempat tidurmu untuk sarapan dengan sekerat roti sisa jatah makan malammu; sengaja kamu menyimpannya untuk mendapatkan tenaga lebih awal, sebelum sarapan utama bersama rekan-rekanmu di ruang makan. Kebajikan lain yang kamu terapkan setelah lama menjadi Pegawai Pemula di biro ini.

Namamu Ray Argard, tujuh belas tahun, putra seorang nelayan—cukup menjelaskan darimana kamu mendapat kulit yang agak gelap. Wajahmu tidak tampan, namun bila dikatakan biasa juga sepertinya agak berlebihan; sebut saja kamu punya porsi karisma tersendiri. Posturmu tinggi tegap, dengan otot yang terpelihara sebagai kuli bongkar muat barang, asisten pandai besi dan latihan pedang setiap pagi.

Latihan pedang, itulah yang kamu lakukan selanjutnya. Kamu keluar dari barak sambil menbawa pedang kayu. Langkahmu mengarah ka arena latihan di belakang barak, bersebelahan dengan bengkel pandai besi. Kamu hampiri sebuah boneka latihan sambil memutar-mutar kedua tanganmu sebagai bentuk pemanasan. Lalu kamu pasang kuda-kuda, tapi sebelum menyerang boneka latihan itu, kamu ayunkan pedangmu berulang-ulang dan bergantian antara tangan kanan dan tangan kiri. Barulah setelah terasa otot lenganmu meregang, kamu mulai menyerang boneka itu.

Boneka itu bertulang kayu dan dibalut lapisan jerami untuk meredam hentakkan tebasan pedangmu. Meski berbalut jerami, suara yang kamu timbulkan cukup keras juga.

“Kamu bisa melihatnya? Dalam gelap seperti ini?” tanya seseorang di belakangmu.

Kamu berpaling dan menemukan sosok pria tegap berjubah. Kamu temukan Kapten Vigo Valenstan, atasanmu, Kepala Biro “Perisai Senja” di Kota Terania. Meski gelap, kamu bisa melihat sosok kapten itu seperti baru kembali dari sebuah perjalanan, tapi kamu tidak ingat kalau Kapten Vigo pernah meninggalkan markas. Biasanya kamu yang menyediakan kuda untuknya bila beliau hendak bepergian. Atau beliau tidak memakai kuda? Itu bisa saja, kan?

Temaram separuh rembulan memperlihatkan wajah lelah sang kapten, tapi kamu bisa menyangka bukan lelah karena perjalanannya, melainkan ada yang membebani pikirannya. Hanya prasangka, tapi untuk bertanya pun … bukan tempatmu untuk bertanya. Tempatmu adalah mematuhi perintah dan menjawab pertanyaannya.

“Bisa, Tuanku,” jawabmu. “Saya terbiasa dengan gelap karena sering ikut berlayar dengan ayah saya mencari ikan. Beliau biasa berlayar malam hari.”

Lihat selengkapnya