Kamu memilih Itan karena kamu mengenal baik kuda itu. Meski memang kamu tidak terlihat gagah, malah agak konyol karena sepintas kamu terlihat seperti menunggangi seekor sapi. Tapi kamu tidak terlalu peduli dengan kesan orang lain. Kamu tidak tahu apa yang diharapkan Kapten Vigo dengan mengajak kamu, karenanya kamu akan merasa lebih aman bersama tunggangan yang kamu kenal baik.
Kamu pasang pelana dan tali kekang tanpa kesulitan. Setelahnya, kamu tuntun Itan keluar istal. Tak lupa kamu matikan lampu minyak.
Suasana masih gelap, namun langit mulai merasakan sentuhan pagi. Kamu tatap langit itu dan berdoa lirih, “Wahai Yang Mengangkat Mentari dan kelak menenggelamkannya, aku mohon hari yang baik.”
Lalu kamu tunggangi Itan menuju gerbang depan Markas Perisai Senja.
Kamu temui Kapten Vigo menuntun kudanya mendekati gerbang yang telah terbuka. Melihatmu datang, beliau segera menaiki kudanya.
“Ayo,” kata sang Kapten sambil memacu pelan kudanya melewati gerbang.
Kamu hentakan kakimu perlahan, memberi Itan perintah untuk lebih cepat mengikuti Kapten Vigo.
Markas Biro Perisai Senja sebenarnya terletak di luar benteng Kota Terania; merapat ke benteng barat kota. Meski demikian, otoritas masih berada di bawah Pemerintah Kota Terania, karenanya pajak masih harus dibayar kepada Pemerintahan Walikota, meski tidak sebesar bila markas berada di dalam benteng. Mungkin itu salah satu keuntungannya. Keuntungan yang lain adalah masalah logistik pangan yang bisa langsung bernegosiasi dengan petani di sekitar atau nelayan dari desa asalmu yang memang letaknya tidak jauh. Negatifnya, bila ada serangan musuh, maka Markas Biro Perisai Senja merupakan basis pertahanan awal kota Terania—atau lebih tepatnya korban pertama bila ada serangan.
Kalian berkuda mengitari benteng kota, menuju gerbang kota. Awalnya kamu berpikir kalau Kapten Vigo hendak memasuki gerbang kota, tapi ternyata beliau hanya melewatinya dan terus memimpin perjalanan ke arah timur. Kamu bisa melihat langit mulai terang di cakrawala.
“Apa agendamu hari ini, Ray?” tanya Kapten Vigo tib-tiba.
“Membantu Tuan Radit di bengkel, Tuan. Dan jika nanti siang Tuan Cyrus telah kembali dari ekspedisinya, saya akan membantu bongkar muatannya,” jawabmu seraya memacu Itan sedikit lebih cepat untuk mengimbangi langkah kuda sang Kapten.
“Kalau aku memberimu misi pengawalan, kamu sanggup?” kata Kapten Vigo.
Mendengar itu kamu sempat terperangah.
“Sa—saya tidak bisa menjadi hakim untuk itu, Tuan. Anda yang berhak menentukan apakah saya layak atau tidak. Apa yang mesti saya kawal, Tuan?”
“Bukan apa, tapi siapa,” jawab Kapten Vigo seraya menghentikan kudanya.