To Protect

DMRamdhan
Chapter #7

Bab 4 : Latihan Pedang

Setelah kamu simpan Itan dan kuda sang Kapten, kamu kembali ke arena latihan pedang. Boneka berbalut jerami itu masih berdiri di sana, menunggumu. Juga pedang kayu di kaki boneka itu. Sebelum menghampirinya, kamu sempat melirik ke bengkel pandai besi. Tidak ada siapa-siapa di sana. Tentu saja, kamu juga tahu kalau Radit si Pandai Besi pasti sedang sarapan di Ruang Makan. Kamu bisa jadikan pandai besi itu sebagai isyarat; kalau dia sudah datang dan membuka bengkelnya maka Ruang Makan telah relatif lengang dan kamu bisa ambil jatah sarapan kamu, mesti mungkin hanya tinggal sisa. Tapi kamu tidak keberatan, ya, kan? Kamu tidak rewel soal makanan, bukan? Ya, kan? 

Kamu pungut pedang kayu itu dan mengayun-ayunkannya perlahan. Mangayun-ayunkannya bergantian antara tangan kanan dan kiri sampai kamu merasa otot kedua lenganmu lentur. Lalu kamu renggangkan kaki—memasang kuda-kuda—dan mulai membenturkan pedang kayumu itu ke boneka latihan. Kamu awali dengan tiga serangan beruntun; tebas kiri dan kanan lalu leher—berulang sebanyak sepuluh kali sebelum kamu tingkatkan jumlah serangan. Kamu juga sepertinya memperhatikan ketepatan dan kecepatan setiap serangan. Tidak perlu waktu lama untuk membuat keringatmu bercucuran. 

Tiba-tiba perhatianmu teralihkan karena kepalamu membentur sesuatu. Segera kamu putar pandanganmu ke sekeliling. Kamu temukan Maya berdiri tak jauh dari dirimu dalam proses melempar sebutir kerikil ke arahmu. Refleks, kamu menangkisnya.

“Bagus!” pekik Maya, “Tapi kalau kerikil yang pertama tadi sebatang anak panah, kamu sudah mati.”

Maya melangkah mendekatimu. Di pundaknya terselempang tas berbahan kulit hewan. 

“Kenapa nggak Sarapan?” tanya Maya. Dia merogoh tasnya.

“Nanti,” jawabmu seraya hendak melanjutkan latihanmu.

“Sudah! Berhenti dulu! Ini!” 

Kamu lihat Maya melempar sesuatu yang telah ia ambil dari tasnya. Kamu menangkapnya. Sebuah bungkusan; kamu bisa mencium aroma makanan di dalamnya. 

“Kita sarapan sambil bahas soal misi pertama kita,” ujar Maya sambal terus berjalan melewatimu, menuju bangku kayu di pinggiran arena latihan, dekat dengan bengkel pandai besi. 

“Misi apa?” tanyamu sambil menyandarkan pedang kayumu ke boneka latihan itu. 

Maya mendengus sambal duduk. “Jangan berlagak bodoh. Tadi saat membawa Amy dan Arie, Ayah pasti cerita sama kamu! Kita akan mengawal mereka ke Desa Tamarin. Kita mesti putuskan rute mana yang terbaik.”

“Dan teraman,” tambahmu sambil berjalan mendekati bangku kayu itu dan membuka bungkusan yang ternyata berisi roti lapis dengan sayuran dan daging ikan di dalamnya. 

“Kamu tidak suka tantangan, ya?” sindir Maya.

“Ada nyawa dua anak kecil dipertaruhkan. Itu mesti dipertimbangkan, bukan?” tukasmu sambil duduk di samping Maya, agak berjauhan. Kamu langsung lahap roti lapis itu. Latihan pedang tadi sepertinya membuatmu berselera. 

Tanpa meliriknya, sudut matamu melihat Maya juga membawa bungkusan roti lapis yang sama, membukanya dan memakannya. Kalian sarapan bersama. 

“Kamu tahu di mana Desa Tamarin?” tanya Maya.

Lihat selengkapnya