To the Heart of the Otherside

Fanny F. C.
Chapter #24

Dua Puluh Tiga

“...Apa?”

Aku menatap Asa lekat, berusaha menemukan tanda-tanda kebohongan dalam kedua mata singanya. Tidak ada. Sebaliknya, aku malah menangkap sebersit kecemasan di antara berbagai emosi lain yang berkelindan kusut dalam sorot matanya, entah mencemaskan apa.

Jadi Asa tidak berbohong. Dan aku tidak salah dengar.

Karena pria itu membuat adik kembar Ray terbunuh.

“Kita bicara di tempat lain, Lyrette.”

Tanpa menungguku menyahut, Asa mulai membereskan lembaran-lembaran perkamen di atas meja dalam diam.

“Kenapa tidak di sini saja?”

Belum sempat Asa menyahut, terdengar ketukan dari arah pintu. Saat kami berdua menoleh, Laeticia melongokkan kepalanya dari balik daun pintu yang terbuka setengah.

“Maaf kalau aku mengganggu, tapi beberapa anak bilang mereka mendengar suara keras dari sini,” wanita itu menatapku dan Asa bergantian, “Kalian baik-baik saja?”

“Ya,” tukas Asa cepat, nyaris terlalu cepat.

Laeticia mengangguk paham, dan setelah mengedarkan pandang sekali lagi, ia menyambung, “Kupikir Rayleigh bersama kalian juga.”

“Dia keluar duluan. Ada sesuatu yang harus dia urus,” sahut Asa, tidak sedikit pun berniat menjelaskan lebih jauh urusan apa yang ia maksud, “Dan kami sudah selesai di sini. Terima kasih banyak.”

Asa mengangguk sopan ke arah Laeticia sebelum memberiku isyarat untuk mengikutinya keluar. Sekalipun tampaknya ingin bertanya, Laeticia hanya tersenyum saat kami berjalan melewatinya.

Hening yang membungkus kami berdua terasa menyesakkan saat aku mengikuti Asa meninggalkan ruangan yang dipinjamkan Laeticia pada kami, bergerak ke arah timur koloni. Pemuda itu rupanya membawaku ke ruangan yang sama tempatnya memotong rambutku dua hari lalu, yang kebetulan tidak sedang digunakan siapa-siapa sekarang. Seperti waktu itu, Asa mempersilakanku masuk duluan sebelum menutup pintu. Bedanya, ia tidak menggerendelnya kali ini dan kami jelas-jelas tidak kemari untuk urusan memotong rambut.

“Ceritakan padaku,” aku bersuara duluan segera setelah Asa berbalik menghadapku. Pemuda itu menghabiskan beberapa saat hanya menatapku dalam diam, sebelum meghela napas tanpa kentara dan membuka mulutnya.

“Itu terjadi delapan belas tahun yang lalu. Aku hanya mendengarnya dari Ray, tapi semua orang menyebutnya penyerbuan yang gagal. Pria itu yang memulainya. Chase Adlerwick.”

Aku menelan ludah. Chase Adlerwick. Pria yang dicintai Ibu setengah mati, yang masih ia nantikan dengan setia hingga saat-saatnya yang paling akhir. Ayahku.

“Ray bilang, Chase Adlerwick adalah salah satu Hunter terbaik dari generasinya. Tidak hanya terampil memburu Duinemanger, dia juga bisa membaca dan membuat petanya sendiri. Satu dari sedikit Hunter yang dianugerahi kemampuan navigasi sekaligus berburu sama baiknya. Dia cerdas, ambisius, dan salah satu ambisi terbesarnya adalah menumpas Duinemanger dari tanah sialan ini.”

Begitu saja, suara Ibu menggema kembali dalam kepalaku.

Ayahmu orang yang baik, Lyrette. Pria dengan mimpi yang besar. Bukan tentang dirinya sendiri, tapi tentang banyak orang.

“Jadi dia merencanakan penyerbuan itu,” Asa melanjutkan, “Penyerbuan ke liang utama tempat induk yang menghasilkan monster sialan itu bersarang. Tidak ada yang tahu lokasi pastinya, hingga Chase Adlerwick mengaku berhasil memetakannya. Dan menurutnya—kau baik-baik saja?”

Aku tidak yakin seperti apa tampangku sekarang—dan terlalu enggan memastikannya melalui cermin di sisiku—tapi aku mengangguk.

“Ya, lanjutkan saja,” kataku. Asa menatapku sangsi, tapi ia melanjutkan juga.

“Jadi, Chase Adlerwick berpendapat liang utama ini terletak di... Ray hanya bilang utara dulu, tapi kurasa maksudnya Great Badlands sekarang. Ray tidak sependapat, tapi Stanleigh berpikir sebaliknya.”

Stanleigh.

“...Adik kembar Ray?”

Asa mengangguk.

“Ray tidak pernah menyukai Chase Adlerwick, tapi adiknya berteman baik dengan pria itu. Ray tidak ingin Stanleigh ikut serta dalam penyerbuan itu, tapi adiknya lebih percaya pada sahabatnya dan tetap berangkat.”

Asa berhenti di sana, mungkin memberiku jeda untuk mencerna segalanya. Dan sekalipun aku hampir yakin aku bisa menebak kelanjutannya, aku bertanya juga, “Lalu? Apa yang terjadi?”

Lihat selengkapnya