Toko Bunga Arumdhipuran

tuhu
Chapter #3

Bunga Amarilis

Bunga Amarilis terbangun dari tidur siangnya lantaran mendengar langkah kaki seorang laki-laki memasuki toko. Laki-laki itu sangat dikenal oleh para bunga. Namanya Rudi Buwono. Laki-laki 54 tahun itu adalah salah satu penyuplai bunga untuk Toko Bunga Arumdhipuran. Bisa dikatakan ia adalah juragan bunga.

“Mengganggu tidurku saja orang tua itu,” gerutu Bunga Amarilis dengan raut jengkel. “Padahal dah tidur nyenyak.”

“Sama. Aku juga.” Bunga Mawar menimpali.

“Nekad juga dia menerjang hujan. Gak takut sakit apa?” ujar Bunga Amarilis disertai gelengan pelan.

“Jangan remehkan Rudi Buwono. Dia itu laki-laki bermental baja,” ungkap Bunga Kamboja. Ia cukup mengenal Rudi Buwono lantaran Bunga Kamboja dulu tumbuh dan dirawat di kebun bunga milik Rudi Buwono, sebelum dipajang di toko ini.

“Kalau itu aku percaya.” Bunga Amarilis membalas dengan malas.

Rudi Buwono masuk ke dalam toko dengan langkah terburu. Rambutnya yang sudah mulai diserang warna putih terlihat basah. Hujan yang mengguyur sejak pagi masih terus berlanjut sampai siang ini.

Indri yang kebetulan berjaga langsung menghampiri Rudi Buwono. Susi masih keluar membeli makan. Indri agak kaget mendapati penampilan Rudi Buwono. Wajahnya bermendung pucat. Bola matanya memerah seperti tidak tidur berhari-hari.

“Pak Rudi,” sapa Indri dengan senyum. Rudi Buwono malah terlihat gugup. “Hujan-hujan begini.”

“Maaf, Mbak Indri. Hari ini aku cuman bawa satu jenis bunga saja,” ujar Rudi Buwono sambil mengulurkan ranjang berisi Bunga Iris. Indri langsung mengambil keranjang itu.

“Oh. Tidak apa-apa, Pak Rudi,” balas Indri sembari memindahkan Bunga Iris ke keranjang bambu. Indri bergumam dalam hatinya. Tak biasanya juragan bunga itu datang hanya membawa satu jenis bunga saja. Pikirnya, mungkin Rudi Buwono sedang sibuk mengurus pekerjaan lain.

“Pegawaiku banyak yang tidak masuk. Mereka masih takut keluar. Jadinya aku ngurus kebun sendiri.”

Terjawab sudah keresahan Indri. “Kita sebenarnya juga masih takut, Pak. Apalagi setelah Toko Bunga Lentera jadi korban.” Indri menghela nafas panjang.

“Ya. Aku turut prihatin. Mengerikan sekali.” Suara Rudi Buwono terlontar lirih. “Sebagai pedagang. Kita serba sulit juga. Mau buka takut kena jarah. Kalau tidak buka kita makan apa.”

“Semoga keadaan ini cepat berakhir.” Indri agak tergagap mengucapkan itu. Seperti tidak yakin harapan itu bakal terwujud dalam waktu dekat.

“Semoga,” balas Rudi Buwono dengan suara bergetar tipis.

Biasanya, setelah ke Toko Bunga Arumdhipuran, Rudi Buwono bakal menyempatkan diri untuk makan siang dan ngopi di warung makan seberang toko. Kali ini tidak. Ia langsung pergi dengan mobil pickup miliknya. Menerabas guyuran hujan.

Indri meletakkan Bunga Iris di pot berukuran sedang, berwarna abu-abu. Lantas memindahkannya ke rak bunga. Bersebelahan dengan Bunga Amarilis. Semua bunga langsung tertuju pada bunga pendatang baru itu.

“Selamat datang, Iris. Selamat datang di Arumdhipuran. Semoga kamu betah di rumah baru ini.” Seluruh bunga serentak mengucapkan salam sambutan disertai senyum. Seperti itulah tradisi ketika kedatangan anggota baru.

Bunga Iris terhenyak. Ia terharu dan gembira mendapat kado sambutan. Mahkotanya merona lantaran tersipu.

“Halo. Halo. Salam kenal. Namaku Iris. Terimakasih atas sambutan kalian semua.” Suara renyah Bunga Iris memantul-mantul di dinding toko.

“Salam kenal juga, Iris,” seru Bunga Krisan. Bunga lain pun ikutan menyapa. Bunga Iris dengan penuh semangat membalas satu persatu sapaan para bunga. Ia tak menyangka bakal disambut begitu ramah dan bersahabat.

Bunga Iris sedikit terperangah melihat wujud Toko Bunga Arumdhipuran yang terlihat rapi, bersih, luas, dan indah. Bunga-bunga yang disusun di rak nampak serasi. Bunga Iris langsung merasa betah berada di rumah barunya ini. Memang ini pertama kalinya ia berada di toko bunga setelah berpindah dari dua kebun bunga yang berbeda. Jadi begini, ya. Rasanya berada di dalam toko bunga. Menyenangkan sekali. Begitu ungkapan Bunga Iris dalam hati. 

“Karena kamu sudah menjadi bagian dari keluarga besar Arumdhipuran. Maka, kewajiban kami untuk mengenalkanmu pada sejarah toko ini,” ujar Bunga Kamboja. Mendengar itu, seketika Bunga Iris berbinar gembira.

“Benar, kah? Wah. Terimakasih sekali. Aku memang sangat ingin mengenal lebih jauh tentang toko ini. Sejarahnya pasti menarik.” Bunga Iris tidak bisa menahan perasaan bungah yang membuncah. Suaranya meletup-letup bagai petasan. Bunga Kamboja tersenyum sumringah. Baru kali ini ia mendapati keluarga baru yang begitu antusias dan bersemangat ingin mendengar cerita sejarah Toko Bunga Arumdhipuran.

Bunga Kamboja lantas melirik Bunga Amarilis. Di saat bersamaan tatapan Bunga Amarilis tertuju pada Bunga Kamboja. Seketika raut Buang Amarilis menjadi malas tak bertenaga. Ia tahu apa maksud lirikan Bunga Kamboja. Dengan perasaan berat Bunga Amarilis mengangguk pelan sembari menghela nafas panjang.

“Nanti Amarilis akan menjadi pemandumu. Dia yang bakal menceritakanmu sejarah berdirinya Arumdhipuran. Kamu bisa bertanya sepuasmu.”

Bunga Iris langsung menatap Bunga Amarilis yang berada tepat di sampingnya. Bunga Amarilis sedikit terperangah mendapati sorot berbinar dari Bunga Iris. Ia seperti disengat oleh tatapan Bunga Iris. Rasa malas lantaran hendak melanjutkan tidurnya, memudar seketika.

Lihat selengkapnya