Sesampainya rumah sakit, Wahyu bergegas turun dan membantu Karina keluar dari mobil, juga membawakan tas bawaannya. Dia begitu cekatan dan perhatian, di mata laki-laki itu masih tersimpan cinta pada Karina. Dari dulu sampai saat itu tidak pernah berubah.
"Pelan-pelan saja jalannya!" ujar Wahyu memapah pelan-pelan. Kemudian berteriak kencang memanggil dokter agar segera memeriksa Karina. Dokter dan suster jaga bergerak cepat, laki-laki itu mengurus administrasinya saat dokter memeriksa keadaan Karina.
Kaki Wahyu bergerak cepat menuju IGD, raut wajah tampannya itu terlihat cemas. Entahlah, kenapa dia begitu mencemaskan Karina, padahal tidak ada sedikitpun hubungan antara dia dengan perempuan itu. Sesampainya di ruang IGD, netranya mendapati Karina sudah duduk di kursi tunggu. "Karina, kok, kamu di luar? Sudah periksanya?" tanya Wahyudi bingung, baru beberapa menit mantan kekasihnya itu masuk ke ruang IGD.
Karina mendongak, "Sudah, semua sudah di periksa," sahutnya merasa bersalah meminta Wahyu mengantar dia ke rumah sakit malam-malam.
"Terus ...." Laki-laki itu duduk di samping Karina. "Apa kata dokter? Janinnya baik-baik saja, kan?" Karina cuma bisa mengangguk.
"Untungnya, bayiku selamat. Dokter bilang hanya flek, minum vitamin dan istirahat yang cukup. Aku juga gak boleh terlalu cape," jawab Karina menjelaskan, matanya asik melihat perutnya yang membuncit.
"Sukurlah." Wahyu menatap iba. Dia menyesal tidak menuruti permintaan Karina waktu itu. Andaikan dia mau menuruti dan lalu menikahi perempuan yang dia cintai semenjak di sekolah menengah atas dulu, mungkin nasib perempuan itu tidak terlalu buruk di tangannya. Sekarang, penampilan Karina begitu menyedihkan. Dia bak pembantu yang tidak diberi makan oleh majikannya.
Tangan Wahyu menyentuh tangan Karina, perempuan itu tersentak sesaat. Menatap bingung ke arah tangan Wahyu yang mulai menggenggam jari jemarinya. "Maafkan aku, Kar. Maafkan aku yang mengabaikan permintaanmu waktu itu. Andai saja aku datang ke rumah orang tuamu, mungkin keadaanmu tidak seperti sekarang!" ujarnya menyesal. Menatap sendu wajah Karina yang tampak kelelahan dan pucat.
Karina tersenyum, lalu menarik tangannya dari genggaman Wahyu. "Gak apa-apa, mungkin kita belum jodoh. Aku harap kamu mendapatkan perempuan sempurna dari aku, Wahyu." Sebenarnya, Karina masih menyimpan perasaan itu. Tetapi apa daya, Wahyu sudah tidak bisa dia gapai.
"Nyonya Karina!" panggil seorang suster keluar dari ruangan dokter.
"Ah ... iya, Sus." Karina berdiri, Wahyu ikut berdiri.
"Ini hasil foto janin Anda, dan ini resep buat janinnya ya." Suster itu memberikan print hasil USG tadi dan resep yang harus ditebus.
"Baik, terima kasih, Sus."
"Oiya, untuk bapaknya, mohon beri perhatian lebih buat istri bapak. Jangan biarkan istri bapak kelelahan, nanti bahaya buat janinnya," kata suster itu menjelaskan pesan dari dokter.