"KARINA ... KARINA ... BUKA PINTUNYA, KAR!" teriak Wahyu terus mengetuk pintu rumah Dodi dari luar.
Sedangkan di dalam, Dodi terus memukuli Karina bagai memukul para preman. Tidak peduli keadaan Karina yang sedang hamil tua dan memprihatinkan. Karina juga sudah berteriak meminta ampun, namun Dodi tetap saja bersikap seolah-olah sedang kerasukan. Darah sudah keluar dari celah bibir dan hidungnya. Laki-laki biadab itu merasa kesenangan saat bau darah segar menerobos masuk ke rongga hidungnya.
"Ampun Mas ... aku mohon hentikan ini. Aku mohon maaf bila aku salah, Mas!" ujar Karina memelas. Dodi sudah gelap mata, rengekan perempuan malang itu dianggap hinaan buatnya. Dia seakan-akan menutup mata dan telinga. Sudah tertutup kata maafnya untuk Karina.
"Kamu pikir kamu seorang ratu yang bisa seenaknya bisa datang dan pergi sesuka hati kamu, Karina?" pekik Dodi memekak gendang telinga. "Kamu cuma perempuan lacur yang gak pantas diperlakukan sebagai ratu!"
Lalu di luar, Wahyu terus berteriak memanggil Karina. Dia mengetok keras-keras pintu rumah Dodi dan Karina berkali-kali. Namun, tidak ada yang membukakannya. Kecemasan batin Wahyu semakin besar, dia takut Karina dan janinnya kenapa-kenapa. Terlebih kala jeritan memilukan Karina sampai ke telinga laki-laki itu. Wahyu semakin menjadi, dia mulai mendobrak pintu dengan terus berteriak nama Karina.
"Karina ... Karina cepat buka pintunya!" teriak Wahyu. "Bajingan ... berhenti nyakitin Karina. Buka pintunya dan lawan aku bajingan sialan!" umpat Wahyu muak. Teriakkan Wahyu mengundang para tetangga berbondong-bondong datang ke rumah Karina.
"Ada apa ini, Pak? Kenapa ribut-ribut di rumah orang?" tanya seorang laki-laki setengah tua agak marah.
"Iya nih, ganggu orang tidur aja. Gak tau apa sekarang sudah tengah malam!" timpal yang lainnya.
"Bu, Pak, tolong saya ... Karina, teman saya sedang dianiaya oleh suaminya!" pinta Wahyu, raut wajahnya jelas sangat cemas. Warga tidak langsung menolong, mereka saling memandang layaknya orang bodoh. Lalu ....
Gabruk.
Suara berisik dari dalam rumah, tak lama terdengar suara jeritan Karina meminta tolong. "Tolong ... tolong saya. Tolong selamatkan saya!" teriaknya begitu lirih dan lemah.
"Karina ... Kar, aku akan menolong kamu!" Wahyu berlari, lalu dia sengaja bahunya beradu dengan pintu, sangat keras. "Aku harus selamatkan dia, aku harus bisa menyelamatkan perempuan itu, Tuhan!" bisik batinnya.
Kemudian, "Kenapa kalian diam saja? Kalian mau menunggu teman saya mati dulu, baru kalian mau menyelamatkannya? Ayo bantu saya dobrak pintu ini!" teriak Wahyu sepaneng. Para warga mulai tergerak mendengar teriakan Wahyu. Mereka mulai ikut mendobrak pintu dan ....
Braak.