Paginya Karina memutuskan untuk periksa ke rumah sakit. Lehernya terasa sakit akibat pukulan demi pukulan menghujani wajah dan tubuhnya. Saat itu juga dia ingin memeriksa bayi dalan kandungannya. Karina kuatir terjadi sesuatu pada janin yang masih tergolong muda, apalagi dia baru saja mengalami flek yang cukup banyak.
Karina bersiap berangkat ke rumah sakit. Dia pergi ke dapur untuk sarapan terlebih dahulu. Sesaat, dia terdiam sekaligus terkejut. Dua potong sandwich tersedia di meja. "Siapa yang membuat sandwich? Apa Dodi? Tapi, bukannya dia selalu berangkat pagi?" bisik batinnya menduga-duga.
Perempuan itu mengambil secarik kertas yang diselipkan di bawah piring. Dia tidak menduga akan mendapatkan dua kejutan sekaligus di pagi itu. Dodi memberikan banyak uang padanya.
"Pergilah ke dokter buat periksa bayi di kandunganmu dengan uang ini. Maaf, kalau aku sangat kasar padamu!" Tulis Dodi di kertas itu. Karina tidak menduga semua yang terjadi di siang hari itu, laki-laki yang selama menikahinya bersifat kasar, bisa bersikap baik pada dia. Semua itu di luar ekspektasinya.
"Ya Tuhan, apakah ini mimpi. Dia ... dia menuliskan kata-kata seperti ini padaku. A-aku benar-benar tidak mimpi kan, Tuhan?" bisik batinnya terharu. Ini hal yang langkah selama menjadi istrinya. "Tuhan, semoga saja ini tidak akan berakhir begitu saja. Semoga ini juga bukan mimpi sesaat," lanjutnya sambil mengelus-elus perutnya.
Sekitar jam 9 pagi, setelah sarapan, dia pergi sendirian dengan uang pemberian Dodi. Duduk di kursi tunggu, beberapa pasien datang ditemani suaminya. Tetapi tidak dengan Karina, dia datang sendirian. Rasanya sangat iri kala netra itu melihat perempuan-perempuan hamil seperti dia ditemani para suami. Karina duduk melamun, di dalam hati masih berharap suatu hari nanti Dodi benar-benar berubah dan menemaninya ke dokter.
Satu persatu pasien dipanggil dan mendapat antrian terakhir. Karina diperiksa, menurut dokter, kandungannya sudah memasuki bulan ke 7. Antara senang dan sedih, dia merasakan kehampaan walau batinnya bahagia. Dokter juga mengatakan bahwa janin di kandungan juga sehat. Karina balik setelah diberi resep vitamin dari dokter.
Tanpa sengaja dia bertemu Wahyu di halaman rumah sakit. Kaki Karina berhenti melangkah. Dia melihat wajah Wahyu penuh dengan luka, ada apa dengan laki-laki itu? Karina hanya menatap heran sekaligus takut juga bercampur rasa tak enak padanya.
"W-Wahyu?" gumamnya pelan. Dua pasang mata itu beradu, memandang satu sama lain. Wahyu berjalan mendekat, perempuan itu memandang lekat-lekat keadaan Wahyu yang memperihatinkan.
"K-Karina," panggil Wahyu menahan rasa sakit luka-luka yang dia dapat.
"K-kamu kenapa? Kenapa bisa kayak begini?" tanya Karina hendak menyentuh. Namun dia urungkan. Matanya menjadi jelalatan, melihat sekelilingnya. Dia takut ada Dodi mengawasi di sekitarnya.
"Semua ini gara-gara suamimu!" tegas Wahyu menahan emosi. Dia terlihat kesal mendapat pukulan dari Dodi yang mengakibatkan wajahnya penuh luka-luka.
"A-apa?" Karina sedikit kaget. "Kalian bertemu di mana?" tanya dia masih tidak percaya apa yang Wahyu tuduhkan.
"Dia marah ketika aku memergokinya selingkuh dengan wanita lain!" pungkas Wahyu lebih menegaskan ucapannya.
"G-gak mungkin! D-dia gak mungkin melakukannya!" Karina berusaha menolak tuduhan Wahyu. Sebab tadi pagi dan semalam sikap Dodi begitu romantis padanya. Dia melihat ada perubahan di diri Dodi semalam dan pagi tadi.
"Itu benar Karina, aku melihat mereka berdua masuk ke dalam sebuah mall besar dan mereka makan disebuah restoran. Sikap Dodi dan perempuan itu begitu mesra!" Dengan lantangnya Wahyu menceritakan tanpa satupun disembunyikan.
"Kamu sedang berbohong padaku, kan, Wahyu?"
Laki-laki itu menggeleng. "Aku benar-benar melihatnya." Sekali lagi Wahyu mempertegas kata-katanya, seolah dia sedang mengatakan bahwa ucapannya adalah benar dan dapat dipercaya oleh Karina. "Percayalah padaku, Kar ...." Wahyu hendak meraih tangan Karina, namun wanita itu menghindarinya. Kemudian melangkah mundur, seolah-olah dia takut pada Wahyu dan menjaga jarak dari laki-laki itu. "Sekarang dia sudah berani selingkuhi kamu, Kar!"
Karina terdiam, lalu tersenyum tipis. Beberapa menit kemudian tertawa lepas seperti orang gila. "Kamu mengatakan ini agar aku membenci suamiku, kan, Wahyu?" katanya menghentikan tawanya, matanya begitu serius memandang wajah Wahyu yang sedang kebingungan.