Tomasz, pemburu kuda besi

Adi Windardi
Chapter #12

Bab 11_Terbukanya Kotak Simalakama.

  (Tengah malam, rumahnya Peggy sendiri, hujan deras).

Alarm pendeteksi sihir pun berbunyi, dengan suara mirip jeritan burung gagak yang memekakkan telinga membangunkan Peggy, Tomasz serta beberapa kawan barunya beranjak ke ruang ganti masing-masing. Tomasz memakai seragam polisi yang khusus didesain untuknya, karena ia adalah orang yang paling pendek sendiri. Dengan pakaian yang sesuai dengan SOP polisi sejati, ia keluar lengkap dengan celana panjang, sarung pistol, kemeja cokelat serta topi lambang kepolisian yang berwarna kuning keemasan. Ia menyisir rambutnya agar terlihat rapih dan bertemu dengan mereka di ruang meeting. Namun, ketika ia masuk ke ruang meeting dan melihat rekan-rekannya memakai pakaian yang santai, bahkan Peggy hanya memakai tank top mini yang hanya menutupi bagian atasnya saja dan membiarkan perutnya kelihatan dan dipertontonkan di depan Tomasz dan kawan-kawannya yang lain.

“Waduh, sepertinya aku salah kostum! Heheh!” Celetuk Tomasz tersipu malu, apalagi ketika melihat pakaian Peggy yang seterbuka itu dan membuat fokusnya buyar.

“P-Peggy....” Tomasz mulai sempoyongan setelah tidak sengaja melirik udelnya Peggy dari jarak begitu dekat. Tubuhnya terkujur kaku dan ingin sekali meratapi tanah dan menciuminya karena tidak sengaja melirik udelnya Peggy. Ia tampak berkunang-kunang dan Jelita pun tak punya cara lain selain berusaha membangunkannya, gadis berkaki satu tersebut lalu menampar Tomasz karena ia terlihat lemas dan meminta... mengancam Tomasz untuk menyuruhnya push up, sesuatu yang Tomasz benci karena ia tidak pernah melakukan push up sejak lulus kuliah dan jadi kurir lepas, apalagi Tomasz baru saja melihat udelnya Peggy secara tidak sengaja.

“A-Aduh! Aku gak kuat!” Setelah itu ia pun ambruk dan tak sadarkan diri, pikirannya ingin bangun, namun tidak digubris oleh tubuhnya setelah ia mengalami syok berat melihat Peggy memamerkan sebagian kecil auratnya.

***

Tomasz akhirnya siuman, meskipun secara perlahan-lahan pandangannya yang tampak ganda itu menyatu kembali, disambut oleh Lydia, kecerdasan buatan miliknya, di dalam radio yang dipegang Kertawirya. “Akhirnya! Tuanku telah bangun!” Ujar Lidya kepada Tomasz. “Sebaiknya gak usah terlalu formal, sih!? Saya risih tahu!” Tomasz mengelak ucapan Lidya.

“Jangan gitu, dong, Mas! Robot itu sudah menantikanmu!”

“Terus? Apa yang aku harus lakukan, Kertawirya?”

“Terus terang, Lidya sudah merekam seluruh rencana yang akan mereka lakukan untuk menangkap Giorgu. Kamu, Lidya, aku serta si kaki satu yang aku lupakan namanya itu akan melaksanakan misi yang bernama Operasi Tricakranala, sebuah misi untuk menggerebek Giorgu!”

“Jadi, kita mulai dari mana?”

“Biar Lidya yang bicara!”

Kertawirya menaruh Lidya dalam bentuk radio ke tanah dan membiarkan Lidya untuk bicara dan menjelaskan ringkasan apa saja yang harus mereka lakukan. Sebuah rencana yang sangat, sangat, sangat rahasia digambarkan begitu detil oleh kecerdasan buatan yang dihasilkan oleh Lidya, meskipun Lidya sendiri menghasilkan gambar seperti gambarnya manusia gua di Goa terbengkalai.

Menurut keterangan saksi, C dan T, ada seorang wanita yang harus mereka berempat tangkap hidup-hidup atau bunuh di tempat. Wanita tersebut dikabarkan telah menggunakan kecelakaan kerja di pabrik terdekat sebagai tumbal penunggu di dekat area Menara Panoptico ini. Dengan melenyapkan gadis sihir tersebut, maka secara tidak langsung mereka telah berkontribusi dalam mengurangi pengaruh sihir gelap Giorgu.

Lihat selengkapnya