Tomorrow's Noble

Rafie Rizkie
Chapter #2

Chapter 1 Part 1 : Udara Yang Berbeda

“Syukurlah, kamu diterima.”

“Maaf... aku berada di kelas yang tidak diharapkan.”

“Tidak usah terpengaruh oleh statusmu saat ini.”

Pagi yang cerah pukul 6 di pagi hari, tanpa adanya tolakan awan dari sinar matahari pagi yang mengubah pencahayaan dunia layaknya sebuah lampu.

Reinu sedang berbicara dibalik mikrofon yang terpasang pada hardware ponsel pintarnya yang berupa layar transparan dengan rusuk berbahan aluminium.

Panggilan telepon tersebut menyambung melalui aliran sinyal tanpa kabel mengarah ke seseorang yang merupakan saudara satu darahnya yang tinggal di luar negara Jepang.

Dengan seragam sekolah tingkat jenjang SMA yang ia kenakan, Reinu terlihat layaknya seperti seorang calon pangeran dalam sebuah kerajaan yang sedang dalam masa pendidikan dalam sebuah cerita fiksi yang dikenal dunia.

“Ngomong-ngomong, pihak sekolah mengirimkan siaran langsung acara penerimaan murid baru.”

Walau terlihat sendirian di atas tanah Jepang tanpa adanya pendamping satu orang pun, perbedaan jarak dan waktu tidak dapat memisahkan mereka dengan mudah. Ia merasa tidak kesepian karena adanya sang kakak yang selalu menemaninya di mana pun ia berada.

Apalagi ia dapat menghubungi saudaranya yang berada di luar sana hanya dengan sentuhan tangan atau ucapan melalui ponsel atau perangkat pintar lainnya, memungkinkan dirinya untuk menghubungi siapa pun dalam jangkauan internasional tanpa adanya biaya sedikit pun yang keluar dari kantong saku celana.

Layanan komunikasi tanpa biaya telah disetujui oleh hampir seluruh pihak layanan komunikasi yang ada di setiap negara dengan berbagai jenis layanan.

Hal ini membuat seluruh masyarakat dunia dapat dipermudah saling berkomunikasi antar sesama walau terpisah antar jarak, waktu, dan musim. Apalagi zaman di mana zaman manusia telah bergelantungan dengan teknologi, yang mitosnya dapat bersaing atau pun melebihi kemampuan berpikir rata-rata manusia.

“Reinu...? apa kau mendengarku?”

“Eh...? aku mendengarkan Kakak kok dari tadi...”

“Apa ada masalah di sana?”

“Ti— tidak. Tidak ada siapa pun di sini.”

“Apa kau yakin?”

Bola matanya seakan-akan bergerak tanpa sadar memandang keadaan sekitar.

—Apa dia murid asing?

Dia terlihat kebingungan.

Sekumpulan murid satu angkatan yang berdatangan dari masing-masing tempat tinggal. Mereka terlihat sudah saling kenal di saat perjalanan. Terdengar pula mereka sedang membicarakan dirinya yang memang belum tahu banyak tentang tanah yang tak pernah sekali pun menginjakkan kakinya di atasnya.

Udara dan partikelnya pun tak pernah ia hirup sekaligus rasakan, apalagi menyentuh benda yang ada di sekitarnya dengan kedua telapak tangannya sendiri.

“Sepertinya kau terdengar kesulitan.” Sang kakak yang masih dalam satu jalur sinyal komunikasi. Menyadari adiknya sedang merasakan suatu hal di mana semua manusia akan merasakan apa yang di rasakan adiknya saat ini.

Kesulitan berupa pembiasaan atau adaptasi lingkungan baru merupakan salah satu dari ujian akan masuknya ke dalam fase remaja yang akan terus berlanjut sampai usia menutup buku cerita hidup seseorang.

Reinu rasanya ingin segera memutus kabel komunikasinya dengan sang kakak untuk sementara, agar dirinya dapat berusaha sendiri tanpa adanya bantuan dari seorang pun yang ia kenal maupun tak dikenal.

“Kakak?”

“Apa yang bisa aku bantu? Adik-kun!”

“Ah... apa-apaan panggilan itu. Aku ingin selama aku bernapas di sini, Kakak jangan menghubungiku oke?”

“Kenapa...? apa kau akan berpaca—“

“Eh!? Tak mungkin secepat itu.”

“Terus?”

“Aku ingin membiasakan diriku. Apa kakak tetap ingin menggangguku?”

Lihat selengkapnya