Penutupan MOS, siap-siap diumumkan King dan Queen junior. Sebqgian merasa acuh tak acuh, karena menganggap ini tak terlalu penting, yang lain menebak-nebak, siapa yang akan mendapatkannya.
Malas berdiri lama-lama di tengah lapangan, Maya merutuk sendiri.
"Udah ketebak, siapa yang dapet."
Kinan mengernyit. Maya harus menjelaskan lebih detail.
"Secara nih, ya, dari tiga hari MOS, selalu Toni yang jadi pusat perhatian. Terus kalau yang putri, si Eca itu, tuhh!" Maya memicingkan dagu ke arah Vanesa--Eca.
"Iya, May, paling juga mereka. Ya udahlah kita fokus belajar aja pokoknya. Jangan mikirin mereka."
Polos. Begitulah, Kinan.
"Dan ... King junior SMA Gemilang Bangsa tahun dua ribu sepuluh, jatuh kepada ...." Suara senior terdengar jelas di lapangan sekolah pagi itu.
"Selamat kepada, Ananda Toni!"
Saat nama Toni disebut, siswi SMA Gemilang Bangsa tampak histeris setengah mati.
"Toniii!" Mereka meneriakan nama Toni.
Sementara siswa putra merasa kesal, mereka kalah telak darinya. Usut punya usut, ternyata Toni juga cucu dari Yanuar Airlangga--pemilik yayasan di sekolah mereka.
Satu kata. Perfect.
"'Kan!" Maya menghentakkan kakinya ke tanah. "Gue bilang juga apa, pasti Toni. Nah queen-nya pasti Eca."
Tebakan Maya seratus persen benar. Sebab, nama Queen yang disebutkan adalah Vanesa alias Eca.
Mendesah, Kinan tak bisa berkomentar apa-apa. Melihat mereka berdua dipasangkan mahkota, tampak serasi.
Iri ....
Cemburu ....
◆○◆
Sebuah kertas berisi nama-nama siswa yang akan berada satu kelas, ditempel di depan kaca jendela ruang kelas. Siswa-siswi ramai berkerumun di depannya mencari nama mereka. Usai penutupan MOS, sekarang mereka akan mengetahui akan berada di kelas mana mereka nantinya. Kinanti dan Maya mencari nama mereka dengan teliti di ruang kelas sepuluh B.
Maya kecewa. "Nama gue gak ada di kelas ini."
"Yah, May, berarti kita gak sekelas dong."
"Gak apalah, yang penting kita masih satu sekolah. Tadi sepuluh D, E, F, nama gue gak ada, berarti tinggal cek sepuluh C dengan sepuluh A. Menurut lo, kita cek yang mana dulu?"
"Sepuluh A! Karena itu yang lebih deket dari sini." Kinan menyeringai.
"Oke! Kita cek ke A, sekarang."
Menuju kelas A.
"Demi apa?" Reaksi Maya ketika mendapati namanya ada di kelas sepuluh A. Kelas yang katanya berisi siswa unggulan.
Tidak mengerti dengan maksud Maya, segera Kinan cek kertas pengumuman yang tertempel di pintu.
Ternyata, ada nama Maya di dalamnya.
"Kamu masuk kelas A, May."
"Bukan Itu. Sini!" Ditariknya Kinan--menepi dari kerumunan. "Liat gak, sih, nama yang urutan ke empat tadi?"
"Liat." Kinan mengangguk bingung. "Terus?"
"Lo enggak paham?" Maya mulai gemas. "Itu Toni, Nan. Toni!"
Semakin bingung. "Yah terus kenapa kalau Toni?"
"Beneran enggak nyambung." Maya sedikit kesal. "Dengerin, nih! Toni itu idola di sekolah. Coba bayangin kalau gue sekelas dengan dia. Enam hari dalam seminggu, delapan jam dalam sehari. Kesempatan bagus, nggak, sih?"