KINAN mendengus, satu tangannya dia gunakan untuk menopang dagu.
Membosankan. Rabu, jam ketiga--tepatnya saat pelajaran Sejarah, itu penyebabnya. Banyak peristiwa yang harus diingat, serta tanggal kejadian dan tokoh-tokoh di dalamnya membuat Kinan kurang suka dengan pelajaran ini.
Lebih-lebih lagi, guru yang mengajar adalah Pak Said. Guru yang usianya sudah senior dan selalu memberi tugas setiap awal pelajaran.
Dia lebih awas dari guru mana pun. Jangan harap bisa mengobrol selama pelajarannya.
Satu-satunya jalan agar Kinan bisa mengusir rasa bosan adalah menggambar. Tidak terlau berbakat dalam menggambar, sih, tetapi jauh lebih baik daripada mengobrol atau tidur.
Buku catatan Kinan hampir penuh dengan coretan tidak jelas. Habis ide, mau gambar apa lagi.
Namun, melihat Pak Said yang bertubuh gemuk itu tampak susah bangun dari kursi, Kinan jadi punya ide.
Sebuah ide, yang bisa dibilang ... BERBAHAYA.
"Baik ...," kata pak Said saat bel pergantian pelajaran berbunyi, "tugas kalian silakan kumpul ke ketua kelas. Nanti antarkan ke kelas A, Bapak ada jam di sana."
Pak Said pasti mau langsung mengoreksi tugas, para siswa sudah bisa menebak.
"Baik, Pak!" jawab para murid kompak.
Pak Said membereskan mejanya, lalu keluar sambil membawa buku dan peralatan lain miliknya menuju kelas A.
Ali--ketua kelas--mendatangi satu persatu meja kawannya untuk mengambil tugas sejarah mereka.
Dua buku bersampul coklat di meja Kinan, ia ambil salah satu kemudian diserahkan pada Ali.
Lena--teman sebangku Kinan--mengangkat dua tangan ke atas, meregangkan tubuhnya yang terasa tegang dan kaku dari tadi.
"Akhirnya selesai juga pelajaran Pak Said," katanya.
"Mhh." Kinan mengangguk.
"Malah ada kuis setiap hati. Otak langsung blang!" Lena masih mengeluh.
"Biar kita perhatiin dia."
"Iya juga." Lena sepakat dengan Kinan.
Kadang Kinan malu pada diri sendiri. Bisa-bisanya dia sok bijak, padahal sendiri tidak memperhatikan.
Detik selanjutnya, Kinan merapihkan meja dan menemukan fakta mencengangkan.
Latihan sejarah, gumamnya. Dia membaca subjek buku yang hendak dia masukkan.
Kalau ini latihan, berarti yang tadi aku kasih ke Ali ....
"Gawat!" pekiknya, membuat Lena terkejut.
"Kenapa?"
Kinan diam, sebentar. Jujur pada Lena, atau jangan?
"Aku salah kumpulin buku! Mana itu catetan isinya ...."
"Isinya apa?"
Nggh, gadis itu ragu untuk mengatakan. "Yah gitu," jawabnya tidak jelas.
"Cepet susul Ali, siapa tau belum sampai ke kelas A."
Tanpa pikir panjang lagi, Kinan beranjak dari tempat duduk menyusul Ali.
Baru sampai di depan pintu, langkahnya terhenti sebab Ali sudah tampak batang hidungnya.
"Li, buku yang tadi mana?"
Ali heran, Kinan menanyakan bukunya yang jelas-jelas sudah dikumpul.
"Buku sejarah?" Alis Ali berkerut. "Aneh lo, yah udah gue kasih ke ketua kelas A. Udah dibagiin juga, buat dikoreksi mereka."
Mendengar penjelasan Ali, wajah Kinan menjadi pucat.
Habislah sudah! batinnya.
◆○◆
Deni--ketua kelas A--membagikan buku yang tadi diberikan Ali. Sesuai instruksi Pak Said, mereka akan mengoreksi kuis kelas B.
"Apa-apaan ini?" heran Toni, saat menerima buku yang akan dia koreksi.
Melihat sampul depan buku tersebut. Kinanti, gumamnya.
Toni membuka lembar demi lembar isi buku tersebut. Isinya benar-benar kacau. Ada banyak gambar di sana, dan yang paling parah adalah gambar terakhir.
Coba mengingat siapa Kinanti, Toni sadar dia siapa.
"Ooh, si cewek aneh!" Dia bicara sendiri.
Prima dengar Toni mengucapkan sesuatu.
"Ngomong apa, Ton?"
Toni segera menyembunyikan buku milik Kinan dari Prima.
"Enggak, bukan apa-apa."
Prima hanya berdecak, karena tahu Toni pasti sedang berbohong.
"Mmh, Pak, maaf!" Toni mengacungkan tangan.
Pak Said yang baru mau memulai pelajaran, meladeni Toni terlebih dulu.
"Kenapa?"