TONI tidak masuk sekolah selama lima hari. Murid laki-laki mulai membahas tentang dia. Ada yang bilang, bahwa Toni perlu operasi plastik gara-gara kena bola kemarin. Ada juga yang bilang, otaknya bergeser karena bola.
Mereka membicarakan hal buruk tentangnya. Entah karena mereka iri pada semua yang dimiliki Toni, atau kesal karena sikap angkuhnya.
Desas-desus kondisi Toni, terdengar juga di telinga Vanesa. Membuat hatinya merasa gerah.
"Abaikan saja mereka. Mereka cuma iri dengan Toni, karena Toni punya segalanya. Sedangkan mereka enggak," kata Vanesa saat di kantin membela Toni di hadapan teman satu gengnya.
Vio mengangguk. "Iya. Tapi, bukan salah temen-temen juga, sih. Habisnya, Toni kaku banget sama kita. Padahal kita udah mau masuk satu semester nih," katanya sambil menambahkan kecap pada kuah baksonya.
Sasha membenarkan. "Di satu sisi dia idolanya cewek di sekolah. Tapi kasian, anak cowok banyak yang gak suka sama tingkahnya."
Vanesa menopang dagu. "Gue khawatir sama Toni."
Vio dan Sasha saling pandang.
"Jangan ngarep sama Toni, ntar patah hati."
"Kenapa?" Vanesa menatap Sasha. "Gue cantik, dan idola di sekolah."
"Soalnya ...." Vio menahan ucapannya, "Toni enggak selera ama cewek!" Dia terkekeh.
Vanesa mendengus. "Jangan sembarangan gitu."
Masih dalam tawanya, Vio menjawab, "Karena yang gue liat, dia sama Prima terus."
"Eh tapi, belakangan ini dia juga deket sama anak kelas sebelah, loh," ujar Sasha.
Vanesa berpikir sejenak. Dia ingat betul, hari itu di perpustakaan, Toni bersama Kinan. Meski tidak menunjukkan keakraban, di situ Vanesa bisa lihat bahwa Toni mau bicara lebih dulu. Biasanya, kalau tidak ditanya, Toni tidak mau bicara.
Vanesa merasa kalau ada sesuatu antara Toni dengan Kinan.
Apa?
Vio iseng, mengejutkan Vanesha. "Oi!" Dia pukul lengan temannya perlahan. "Ngelamun aja."
Vanesa mengusap perlahan lengannya yang baru kena pukul.
"Gue penasaran dengan keadaan Toni sekarang. Mau jenguk dia, gimana caranya, ya?"
"Tanya aja Prima, dia satu-satunya teman Toni." Vio memberi saran.
"Udah gue tanya, tapi Prima bilang Toni memang enggak mau dijenguk siapa-siapa."
"Hrggh!" Vio mengerang. "Dia itu beruntung karena diciptakan ganteng. Kalau pas-pasan, mungkin bukan anak cowok aja yang sebel. Tapi kita semua juga bakalan sebel ama dia."
"Bener banget, Yo," tambah Sasha. "Cewek secantik Eca aja enggak ditanggepin, apalagi kita."
"Iya bener. Kasihan, yah, kita." Vio dan Sasha terbahak, sementara Vanesa hanya tersenyum simpul.
◆○◆
Kinan diam-diam memikirkan Toni. Lima hari tidak bisa melihat Toni, rasanya seperti kehilangan oksigen lima puluh persen.
"Lo kenapa, Nan?" tanya Maya sambil melahap tela-tela goreng.
"Enggak apa-apa." Kinan tersenyum tipis. "Udah belinya?"
"Udah. Lo, masih ada yang mau dibeli lagi, nggak?"
"Nggak ada. Yuk lanjut."
"Oke!" Maya mengikuti Kinan yang mau keluar kantin.