Toni keheranan saat Kinan melepas simpul tali yang ia buat.
Mereka baru saja sampai di pintu depan sebuah toko buku. Seorang security yang berjaga di depan, tak melepaskan pandangan pada mereka sedari tadi. Belum lagi orang-orang yang berpapasan di tengah jalan. Mereka semua memperhatikan Kinan dan Toni.
Kinan merasa dirinya tampak bodoh. Beda dengan Toni yang mau diapakan saja, tetap menawan.
"Kita jadi perhatian orang-orang." Dia mengatakannya dengan ekspresi lugu dan tampak takut-takut.
Begitu simpul terbuka, Kinan langsung jalan tanpa permisi. Toni jadi heran kala Kinan kabur meninggalkannya.
Yang bener aja? Cowok tampan itu jadi ingin melengkungkan bibir, mengingat tingkah Kinan.
Mereka masuk ke dalam. Pertama, Kinan mencari buku di rak resep masakan. Matanya menyoroti satu per satu judul buku yang dia temukan. Mengambil dari rak, kemudian membaca bagian belakang buku.
"Memangnya, ibu lo mau buat apa?" Toni ikut memperhatikan buku yang Kinan pegang.
"Ibu bilang, sih, mau cari resep yang gampang dibuat." Mata Kinan tetap fokus pada buku-buku yang dipajang, ketika menjawab Toni. "Plus anti gagal kalau bisa." Dia menandaskan.
Toni mengambil salah satu buku. "Kenapa enggak coba ini?" Dia menunjukkan buku resep puding. "Biasanya puding selalu berhasil dibuat. Kalaupun gagal, masih tetap enak dimakan."
Kinan mengambil buku yang Toni tunjukkan, dia baca sekilas. "Emang, gitu?"
Toni berdecak. "Lo cewek, masa enggak tau."
Menimbang sebentar, rasanya saran Toni boleh juga.
"Ya udah kalau gitu, aku bayar dulu ini."
"Sini!" Toni merampas buku yang Kinan pegang. "Gue aja yang bayar."
"Enggak perlu, Toni."
Toni melenggang menuju kasir, mengabaikan Kinan yang coba mengikutinya tanpa berani merebut. Tidak mungkin juga dia main rebut-rebutan buku dengan Toni di depan umum. Semua orang pasti akan mencap dirinya genit.
"Lo, tunggu sini aja! Ini perintah."
Kinan mengangguk perlahan. "Tapi, uangnya udah ada dari ibu tadi. Jadi ...."
"Kalau gitu, ini hadiah buat ibu lo. Jadi jangan ge-er."
Selalu saja jadi begini. Dia paling bisa buat Kinan kelihatan benar-benar bodoh.
"Kenapa kalau mau traktir, Toni enggak pakai bahasa yang halus?"
"Suka-suka gue!" Toni menjawab dengan angkuh.
Toni melongokan kepala, melihat antrian yang mengular lumayan panjang.
"Lo tunggu sini aja, biar gue yang bayarin."
Kinan hanya diam. Percuma saja dia bicara, yang ada nanti Toni akan mengejeknya lagi.
Biarkan saja Toni. Mengerling ke sekitar, dia mencari sesuatu yang mungkin bisa dibeli.
Ponsel Toni bergetar, selagi dalam antrian. Dia menghela napas saat tahu Prima menghubunginya. Yakin, Prima pasti akan mengomel.