JAM OLAHRAGA kelas B. Kinan dan kawan-kawan sedang berlatih basket dipandu Rio--guru olahraga mereka. Sebetulnya, Kinan sama sekali tidak bisa memainkan permainan ini. Mengoper bola saja meleset terus.
"Kinan, gunakan tenaga kalau menangkap bola!" terang Rio.
Kinan hanya meringis ketika ditegur begitu. Dia merasa sangat bodoh ketika bola yang dioper padanya malah jatuh menggelinding.
"Konsentrasi, Kinan!"
Decitan sepatu terdengar nyaring. Mereka semua terlihat cekatan. Siswi yang belakangan dekat dengan Prima tersebut, malah bingung mau berada di sisi mana.
"Kinan!" Satu teriakan membuatnya menoleh.
Nahas! Bola basket menghantam wajahnya.
"Kinaaan!" Teman yang lain ikut terkejut karena dia terhuyung, lalu jatuh terduduk.
Lena mendekatinya. "Lo nggak apa-apa, Nan?"
Kinan tersenyum kecil. "Enggak apa-apa, kok. Tapi lumayan sakit." Dia memelankan suara di akhir kalimat.
Sela bantu Kinan berdiri dan dia meminta maaf untuk ketidaksengajaannya.
"Sorry banget, ya!" Sela merasa tidak enak.
"Nggak apa-apa, bener." Kinan menyeringai.
Baru juga diminta untuk lebih konsentrasi, malah sudah kena bola. Melihat wajah muridnya memerah karena kejadian barusan, Rio menyuruh Kinan untuk duduk di sudut aula saja.
Kinan pergi ke tempat yang ditunjuk Rio. Dia duduk di sana sambil memperhatikan semua teman-temannya.
Mereka kelihatan jauh lebih baik darinya.
"Masih sakit?" tanya Rio saat menghampiri Kinan.
"Enggak, Pak."
Kinan merasa kikuk ketika Rio menyilang tangan di hadapannya.
"Nilai olahragamu kecil. Bapak bisa aja kasih kamu nilai standar. Tapi, Bapak pikir kamu bisa lebih dari itu."
Yah, Kinan juga menyadari kalau dia sama sekali tidak bisa olahraga. Mau bagaimana lagi.
"Minggu depan, kita mau ambil nilai. Bapak harap kamu berlatih lagi, ya."
Kinan mengangguk perlahan. Kelihatannya, dia harus kerja keras setelah ini.
◆○◆
Pergantian jam pelajaran. Anak-anak tengah membahas sesuatu. Dari bangkunya, Maya melihat Vanesa tengah terbahak-bahak.
Sebetulnya, itu membuat Maya penasaran. "Pada ngomongin apa, sih?"
Alea--teman sebangkunya--hanya mengangkat bahu, tanda tak paham. Sementara, Maya masih menelisik tentang apa yang mereka tertawakan.
Vio memanggil Maya. " Lo udah denger, kalau teman lo mukanya kena bola?" tanya Vio dengan tawa yang masih melekat di wajahnya.
"Hah!" Maya tersentak.
Namun, ada yang lebih mengejutkan. Suara gaduh dari arah sebelah kanan, membuat sahabatnya Kinan, menoleh. Rupanya itu Toni yang bergegas keluar entah ke mana.
◆○◆
Baru ganti pakaian, Kinan yang hendak masuk ke dalam kelas tiba-tiba dihadang Toni. Secepat mungkin dia menunduk agar Toni tak melihat wajahnya yang buruk itu.
"Muka lo kenapa?" tanya Toni, langsung.
"Kena bola basket." Kinan terus menundukkan wajah.
"Coba lihat!" Toni ikut menunduk, memperhatikan cap merah di wajah Kinan.
Kinan tak berani menunjukkan wajahnya pada Toni. Dia malah semakin menunduk.
Toni semakin sulit melihat. Kesal, dia bentak gadis di hadapannya. "Liat sebentar, Asisten!"
Kinan mengangkat wajah perlahan.