Toni's Secret

Yurlian
Chapter #24

Kenyataan

•°•

TIDAK ada yang tahu soal ketakutan Toni akan kemotherapy. Traumanya akan kenangan tentang Bintang, membuatnya begitu takut. 

Bintang telah menjalani pengobatan yang begitu menyiksa, berakhir dengan kematian. Itu yang membuat Toni enggan melakukan pengobatan itu. Namun, melihat betapa besarnya cinta kedua orang tuanya, Toni akan mengabaikan rasa takut itu. 

Mendekati Jena yang tengah duduk termenung di taman belakang rumahnya, dengan langkah yang tertatih, Toni coba untuk menghibur ibunya.

"Toni kangen dengan wajah Ibu yang manis, belakangan ini Ibu selalu nangis," ucapnya.

"Toni?" Jena mengusap wajah.

Toni menempelkan kepala di pundak Jena. "Ibu tau, Toni mencintai Ibu lebih dari apa pun. Meskipun Ibu adalah perempuan yang gendut galak dan cerewet."

"Toni!" Jena memukul pundak putranya, perlahan.

Toni mengangkat dua sudut bibir, meski kelihatan lemah. Dia juga berhasil membuat Jena tertawa dengan gurauannya.

Toni kemudian membungkus tubuh ibunya dengan kedua tangan. "Toni mau kemo," katanya perlahan. "Sesakit apa pun itu, Toni akan menahannya. Demi Ibu, demi ayah, Toni akan berjuang."

Jena merengkuh Toni. "Ibu mencintaimu, sangat mencintaimu ...." Sedu sedannya, terdengar semakin berat. 

"Toni tau itu. Karena itu, berhentilah menangis setiap hari."

Mengangguk, Jena menangkup wajah Toni. "Ibu sayang kamu, Toni. Melebihi apa pun, darah Ibu mengalir dalam darahmu. Segala sakit yang kamu rasa, itu juga menyiksa Ibu ...."

"Mmh. Toni tau itu." Dia semakin erat memeluk ibunya.

°•°

Toni menikmati sarapan di teras depan rumah--satu gelas jus beri dicampur dengan mangga, dan semangkuk penuh buah-buahan. Yah, dia memang harus menjadi vegetarian saat ini, demi kesembuhannya.

Toni melihat Prima tengah mencuci mobil milik ayahnya. "Prim, sarapan!" ajaknya.

"Nanti." Prima tetap sibuk menggosok mobil mewah dengan lambang hewan buas sejenis macan itu.

"Tinggal aja! Nanti, biar Om Dani yang bawa ke car wash."

Prima mengabaikan Toni, akan tetapi bukan Toni namanya kalau tidak berhasil membuat orang menuruti perintahnya.

Toni meninggalkan sarapannya, dia sambar kanebo yang kebetulan ada di dekatnya.

"Mau ngapain lo?" tanya Prima.

"Gue bantu." Toni mencelupkan kanebo ke dalam air, lalu menggosokkannya ke mobil.

Herrgh! Prima mengerang. Dia lemparkan kanebo ke dalam ember. "Lo pasti ada maunya."

Toni tersenyum puas. "Lo sarapan dulu sana. Biar enggak pingsan."

Prima melenggang, dengan wajah ditekuk. Dia duduk di kursi yang tadi Toni tempati.

Toni menyusul.

"Jangan basa-basi, lo mau nyuruh gue apa?"

Sebelum menjawab Prima, Toni meneguk jus buah-nya.

Lihat selengkapnya