Toni's Secret

Yurlian
Chapter #25

Kenangan

Toni dan Prima berada di sekolah ketika waktu menunjukkan pukul empat sore. Dani--sopir pribadi Toni memarkirkan mobilnya di lapangan sekolah.

"Makasih, Prim, lo pasti repot hari ini," ucap Toni.

Bagaimana tidak, demi memenuhi keinginannya, Prima sampai harus menemui penjaga sekolah agar mau meminjamkan kunci gerbang dan lainnya.

"Gue udah biasa, lo memang selalu ngerepotin."

Toni tersenyum. "Gue anggap itu sebagai pujian."

Prima cuma bisa berdecih mendengarnya.

Toni berjalan, meski langkahnya terlihat lambat, dia kelihatan begitu semangat. Aula basket menjadi tempat pertama yang ingin dia kunjungi.

"Lo tau, Prim?" tanya Toni saat berada di dalam aula. "Dulu ketika sekolah ini baru dibangun, sekolah ini enggak punya aula basket. Tapi saat gue bilang pada kakek, kalau gue sangat suka main basket, dia buat aula ini. Setelah tiga tahun, aula ini sempurna dibangun. Sayang, ketika gue masuk ke sini, gue justru enggak bisa memakainya."

Toni mengusap dinding aula, ia pejamkan mata sejenak. Membayangkan dirinya dulu yang masih sehat dan kuat. Dia juaranya dalam bermain basket.

"Gue suka ... dengar sepatu yang berdecit, gue rindu mendengar bola basket yang beradu dengan ring."

Mata Toni memejam, cukup lama. "Semua yang dulu gue punya, sederhana ... tapi, baru gue sadari, kalau itu berharga."

Prima hanya berdiri, meresapi apa yang dirasakan Toni. Kasihan dia, memliki segalanya tetapi tidak punya kesempatan untuk menikmatinya.

"Lo beruntung, Prim," sambung Toni, "kelak lo akan punya foto alumni dari sekolah ini dan mungkin gue enggak."

"Wah, mulut besar lo itu sekarang udah kehilangan kemampuannya ya?" Prima berusaha membangkitkan semangat Toni. "Lo pasti sembuh! Setelah itu lo akan jadi pujaan lagi."

Toni menatap Prima sejenak. Berusaha tersenyum, meski sedang getir.

"Kalau gue enggak kembali, gue titip orang tua gue sama lo, ya, Prim."

Prima tersentak. "Lo pasti sembuh. Lagipula, gue udah gak tahan terus-terusan kerja dengan lo. Kalau lo temen yang baik, sembuh!" Dia agak memelotot. "Supaya gue bisa menjadi Prima yang bebas. Itu, 'kan, yang lo mau?"

Lagi-lagi Toni hanya tersenyum.

"Gue serius!" Prima menandaskan.

"Prim, ada yang harus gue titip ke lo." Toni beralih pembicaraan.

"Sampaikan ini, pada orangnya di waktu yang tepat."

"Gue janji," kata Toni setelah membuang napas perlahan, "ini jadi hal terakhir yang ngerepotin lo."

Prima mengerjapkan mata. "Bilang aja," katanya.

"Bilang sama perempuan yang lo suka, untuk jangan ragu terima lo."

Jantung Prima rasanya seperti berhenti berdetak. 

Apa maksudnya? 

Apa, Toni sudah tahu, kalau dia menyukai Kinan juga? 

Lihat selengkapnya