TONI MENJALANI kemotherapi. Jangankan merasakan, melihatnya saja dalam menjalani proses kemo akan membuat siapa pun sadar. Betapa 'mahalnya' nikmat sehat yang selama ini sudah Tuhan anugrahkan pada hamba-Nya.
Pasalnya, efek dari kemotherapi membuat Toni merasakan sakit yang luar biasa. Perutnya terasa mual tak tertahan dan menyebabkan dia muntah-muntah. Seluruh tubuhnya terasa panas terbakar, bibirnya pun kering seperti sariawan.
Dia semakin kurus, sebab kehilangan nafsu makan. Ketampanannya yang dulu, hampir tak bersisa. Terlebih saat helai demi helai rambutnya lepas dari kepala.
Dua hari yang lalu, Toni baru selesai menjalani kemo. Sekarang efek dari obat yang dimasukkan ke dalam tubuhnya, kembali terasa. Jena mendengar Toni mengerang kesakitan, sudah cukup lama dia begitu. Tak ada yang bisa dia lakukan, hanya bisa menemani sambil terus memberi semangat pada Toni.
"Toni?" Jena mencium kening Toni. Ia perhatikan semua yang menempel di tubuh anaknya. Selang oksigen, satu kantong infus darah, belum lagi penderitaan yang dialami Toni. Sedih dan hancur rasanya, tetapi Jena mencoba untuk bersikap tegar di depan Toni.
"Ibu?" Toni membuka mata perlahan, "kita di mana?" Dia mulai linglung.
"Rumah sakit, Sayang."
"Ayah, Prima, Mas Ananta, Kinan, mereka di mana?"
Jena mendesah, belakangan ini Toni mulai kehilangan memorinya. Dia sering menanyakan hal yang sama berulang-ulang, termasuk pertanyaan barusan.
"Ayah akan datang besok, Mas Ananta masih di Australia," Jena menjawab dengan sabar pertanyaan Toni. "Kalau Kinan dan Prima mereka ada di Indonesia."
Jena membelai Toni lembut dan menyuruhnya untuk istirahat. Dengan sangat hati-hati ia benahi selimut sang anak. Jena mengangkat tangan Toni perlahan, kukunya sangat rapuh. Saat kemo pertama kuku itu pernah lepas. Sampai saat ini Jena masih merasakan ngilu, dia tak bisa membayangkan bagaimana Toni yang mengalaminya.
Sebetulnya, Jena sudah tidak tahan melihat Toni tersiksa begini. Sekarang sudah awal Desember, dan Toni belum juga menunjukkan tanda lebih baik. Tiga minggu sekali dia menjalani kemo, dan ini sudah yang ke lima. Harta mereka sudah terkuras, bahkan mobil yang dulu mereka miliki sudah dijual semua. Tersisa satu mini van dan motor yang biasa dipakai Prima.
Desember ini Ananta akan liburan, rencananya dia akan menghabiskan masa liburnya untuk menemani Toni. Karena kondisi keuangan keluarganya memburuk, Ananta terpaksa bekerja sampingan sebagai pencuci piring di sebuah kafe, di daerah Melbourne, Australia.
Upahnya lumayan, ia simpan sebagian gajinya untuk ongkos pulang. Saat ini, keluarga Toni benar-benar susah. Bahkan, mereka tak lagi bisa mengirim uang bulanan untuk Ananta.
°•°
Jena membeli kopi di mesin minuman kaleng. Saat koin dia masukkan terdengar bunyi jatuh ke dalam, satu botol ice cofee-pun menggelinding. Membungkuk untuk mengambilnya, Jena segera berdiri tegak kembali usai mendapatkannya.
Sesaat kemudian, dia merasa tubuhnya hangat dari pelukan seseorang. Tentu saja ini membuatnya terkejut. Segera dia balikkan badan, mencari tahu siapa yang melakukannya.