Tonight You Belong To Me

R. Rusandhy
Chapter #1

PROLOG

23 Maret 2024, 23:35 WIB Kamar Kos Andrea, Ciputat

Andrea Kusuma nggak pernah percaya hal-hal mistis. Buat dia, ghost story itu cuma konten receh buat anak kecil yang kurang kerjaan atau strategi marketing film horor murahan. Makanya, waktu satu angkatan jurusan Pariwisata lagi heboh ngebahas soal "video terkutuk" yang seliweran di grup WhatsApp, Andrea cuma nyengir sinis sambil rebahan di kasur kosannya yang sempit.

"Ah elah, 2024 masih aja ada yang percaya ginian," gumamnya.

Lampu kamar udah mati, cuma nyisain cahaya biru pucat dari layar HP yang nembak ke wajahnya. Jam digital di nakas nunjukin pukul 23:15. Harusnya dia tidur, besok nggak ada kelas pagi, tapi jempolnya masih autopilot nge-scroll TikTok.

Kamar kosnya ada di lantai dua, pojok paling ujung. Sepi. Cuma kedengeran suara kipas angin dinding yang berderit pelan—krek, krek, krek—sama sesekali suara knalpot motor yang lewat di jalan raya, teredam tembok.

Andrea terus scroll. Video dance viral, resep seblak, kucing lucu, drama selingkuhan orang. Algoritma TikTok emang jagonya ngasih dopamine murah di jam segini.

Sampai tiba-tiba, layarnya freeze.

"Ah anjir, lemot nih wifi kosan," umpat Andrea pelan. Dia mengetuk-ngetuk layar HP-nya dengan tidak sabar.

Tapi yang muncul bukan lingkaran loading yang muter-muter.

Layar HP-nya mendadak hitam pekat. Pitch black. Cahaya di kamar itu ikut mati total seiring HP-nya gelap. Dan perlahan, sebuah video baru mulai main. Bukan di FYP. Bukan dari following. Video itu... entah gimana caranya... langsung mode full screen, ngilangin semua tombol like, comment, dan share.

Andrea mengernyit. Dia mau mencet tombol home atau lock, tapi jarinya kaku. Rasa penasaran sialan itu nahan dia.

Video itu hitam putih. Kualitasnya grainy, penuh noise dan garis-garis statis kayak film dokumenter rusak tahun 50-an. Suaranya crackling, kayak piringan hitam yang baret parah.

Visual pertama yang muncul: Sekumpulan anak kecil.

Ada sekitar sepuluh atau dua belas anak. Umur lima sampai tujuh tahun. Mereka berdiri berbaris rapi dalam formasi paduan suara, pake jubah putih bersih dengan pita hitam di leher. Latar belakangnya cuma tembok kosong yang kusam.

Wajah mereka... datar. Nggak senyum. Nggak sedih. Cuma... kosong. Kayak boneka porselen yang lupa dilukis ekspresinya.

Lalu, musiknya mulai.

Denting piano tua yang suaranya fals dan echoey. Diikuti suara anak-anak itu nyanyi bareng. Harmoni yang harusnya manis, tapi di telinga Andrea, itu terdengar salah. Wrong.

"Tonight you belong to me..."

Suaranya lembut, tapi tajem. Menusuk kuping. Andrea ngerasa bulu kuduk di tengkuknya langsung berdiri tegak. Ruangan yang tadinya sumpek mendadak dingin. Dingin yang nggak wajar.

"Tonight you belong to me..."

Kamera nge-zoom pelan. Lambat banget. Ke wajah anak-anak itu satu per satu. Mata mereka menatap lurus ke lensa. Kosong. Hampa. Tapi entah kenapa... Andrea ngerasa mereka nggak lagi natap kamera. Mereka lagi natap dia. Lewat layar HP, nembus ruang dan waktu.

"Way down by the stream..."

Jantung Andrea mulai dag-dig-dug kenceng. Dia mau lempar HP-nya, tapi tangannya gemeteran hebat.

"How very, very sweet it will seem..."

Salah satu anak perempuan di barisan depan... perlahan... tersenyum. Tapi senyumnya nggak nyampe ke mata. Bibirnya ketarik kaku, terlalu lebar buat wajah sekecil itu. Uncanny valley parah.

"Once more just to dream..."

Video mulai distorsi. Glitch. Wajah anak-anak itu kayak meleleh, nge-stretch vertikal kayak karet yang ditarik, terus balik normal lagi dalam sepersekian detik.

Lihat selengkapnya