Senin, 25 Maret 2024 - Selasa, 26 Maret 2024 Lokasi: Rumah Bu Ratih & Kampus NBI
COUNTDOWN STATUS (Per 26 Maret Siang):
Bu Ratih: 4 Hari Tersisa (CRITICAL)Angela: 5 Hari TersisaBenny: 6 Hari Tersisa (Symptoms appearing)Pak Frans: 6 Hari TersisaDerry: 7 Hari Tersisa (Freshly Cursed)
Scene 1: Rumah Bu Ratih, Bintaro Sektor 9 Senin, 25 Maret 2024, Pukul 20:30 WIB
Rumah Bu Ratih itu tipe rumah dosen sukses yang "terlalu rapi". Lantai marmer dingin, lukisan abstrak di dinding, dan kesunyian yang menggema karena suaminya lagi dinas di Surabaya. Malam ini, rumah itu rasanya bukan kayak tempat tinggal, tapi kayak peti mati raksasa.
Bu Ratih duduk di meja makan, secangkir teh chamomile di depannya udah nggak ngebul lagi. Di depannya ada tumpukan kertas kuis mahasiswa yang harusnya dia koreksi, tapi matanya cuma natap kosong ke arah lorong gelap yang nuju ke ruang tamu.
Ting.
Satu nada piano.
Jantung Bu Ratih serasa berhenti. Dia nggak punya piano. Tetangga kiri-kanan rumahnya berjarak cukup jauh. Suara itu jelas berasal dari dalam rumahnya sendiri.
"Siapa?" suaranya gemetar, pecah di tenggorokan.
Hening. Cuma suara kulkas yang mendengung.
Bu Ratih nyoba ngeyakinin diri kalau itu suara kucing atau tikus. Dia berdiri, kakinya lemas kayak jeli, melangkah pelan ke ruang tamu. Dia nyalain lampu gantung kristal di tengah ruangan.
Terang benderang. Kosong. Sofa kulit tertata rapi. TV mati.
"Halu... Kamu cuma halu, Ratih. Kurang tidur," bisiknya, mijit pelipisnya yang pening.
Dia berbalik mau balik ke dapur, tapi gerakannya terhenti pas dia ngeliat cermin besar di dinding foyer. Cermin antik dengan bingkai ukiran kayu jati.
Di pantulan cermin itu, di balik bahu kiri Bu Ratih... ada yang berdiri.
Anak kecil. Cowok. Pake kemeja putih dikancing sampai atas dan celana pendek hitam. Rambutnya disisir klimis. Anak itu nggak ngeliat ke Bu Ratih. Anak itu ngeliat ke pantulan Bu Ratih di cermin.
Dan anak itu nyanyi. Tanpa suara. Bibirnya bergerak membentuk kata-kata yang Bu Ratih kenal banget.
"Way down... by the stream..."
Bu Ratih menjerit tertahan, muter badannya cepet.
Di belakangnya kosong. Nggak ada siapa-siapa.
Tapi pas dia nengok balik ke cermin... bayangan anak itu masih di sana. Bayangan itu nggak ilang. Malah sekarang anak itu tersenyum lebar. Lebar banget sampai ujung bibirnya nyaris nyentuh telinga.
Dan tiba-tiba, cermin itu berembun dari dalam. Tulisan tangan muncul di embun itu, ditulis dari sisi "dalam" cermin:
4 HARI
"AAAAA!!!"
Bu Ratih lari. Dia lari ke kamarnya, ngebanting pintu, dan ngunci dua kali. Napasnya kayak orang asma. Tangannya gemetar parah saat dia ngambil HP-nya. Dia butuh temen. Dia butuh seseorang yang ngerti kegilaan ini.
Jari-jarinya yang kaku mengetik pesan ke satu-satunya orang yang mungkin percaya.
To: Angela Crestella Gel... tolong saya. Saya liat mereka. Di cermin. Di mana-mana. Saya nggak gila kan?
Dua menit kemudian, balasan masuk.