Too Far To Hold

Bentang Pustaka
Chapter #2

Wingga

Wingga

Iwant to get drunk meskipun hanya mabuk karena kebanyakan minum air putih, agar aku bisa benar-benar tenggelam dalam tidur, tanpa ada mimpi apa pun yang mengusikku. Namun, sampai cucuku nanti pergi ke Saturnus sekalipun, tidak mungkin air putih dapat menimbulkan efek yang memabukkan.

Aku masih meringkuk di bawah selimut pagi ini. Aku melirik iPhone-ku, jam sudah menunjukkan pukul 5.45 pagi. Biasanya, jam segini aku sudah siap-siap untuk berangkat ke sekolah, atau bahkan sudah berada di sana. Namun, tidak untuk pagi ini.

Aku melihat bayangan mukaku di layar ponsel. Rasanya, aku benar-benar sudah bertransformasi menjadi zombi. Mataku merah luar biasa, kantong mataku mengalahkan hitamnya mata panda. Jangan ditanya betapa kusutnya wajahku. Aku juga sudah bingung, bagaimana lagi caraku mendeskripsikan betapa parahnya sindrom kurang tidurku.

Mama mengetuk pintu. Tidak ada orang lain yang akan mengetuk pintu kamarku selain Mama, jadi probabilitasnya sangat besar bahwa yang mengetuk pintu adalah Mama.

“Kakak, nanti rumah kita direnovasi, jadi bakalan berantakan. Kamu main dulu ke mana gitu sampai malam gimana?”

“Iya, Ma.”

“Kakak, kamu kok belum berangkat ke sekolah? Tumben.”

“Iya, Ma.”

Mungkin Mama di luar sedang mengernyitkan dahi dan berpikir apa yang terjadi denganku sebelum melangkah pergi menyiapkan lunchbox untuk Kafka, adik semata wayangku yang masih SD.

Aku berjuang keras untuk membuka mataku sebelum menyibakkan selimut. Aku menarik napas panjang, dan masuk ke kamar mandi. Sambil mandi, mari kuceritakan sedikit tentang diriku. Ada dua kata yang bisa mendeskripsikan diriku seutuhnya, mulai dari tahun pertama sekolah SD sampai sekarang, yaitu anak Olimpiade. Kalau dikatakan hidupku hanya buat OSN, yah, mungkin memang begitu. Tidak bosan? In fact, aku belajar banyak hal baru, dan suka, sih. Jadi, tidak ada yang membosankan.

Lihat selengkapnya