Hari pun telah berganti, Tono tengah berjalan di koridor langkahnya terhenti ketika melihat di ujung tangga Dika dan lima temannya sudah memblokade jalan. Tetapi pemuda itu tidak memperdulikannya ketika ia akan melangkah seseorang tiba-tiba merangkulnya dan itu adalah Aron beserta 3 Devils lainnya.
Melihat itu Dika dan teman-temannya yang hendak menjaili si murid baru langsung bubar dan memberikan jalan untuk mereka. Seluruh orang kini memerhatikan begitu juga kepada Tono.
"Nah geus nyampe, urang ka kelas dulu nya."
"Memangnya kelas kalian di mana?"
"Ujung pojok deket kantin" Raka menunjuk sembarangan.
"Lalu, mengapa kalian ke lantai dua?"
"Biasalah, jalan-jalan pagi."
"Naon jalan-jalan, padahal jelas-jelas si Aron rek mastiken deui kalau puisina bener-bener dipasang di mading. Padahal geus dibejaan ku urang puisinya teh diganti jadi curhatan" Reno mendapat jitakan dari Aron karena gumamannya itu.
Setelah duduk di kursinya Areta segera menghampiri Tono "Ton, kenapa kamu teh bisa dianter ke kelas sama mereka? Apa mereka teh ngaganggu kamu?"
"Tidak, mereka menyelamatkanku."
Areta menaikan alisnya "Maksudnya?"
Tono menunjuk gerombolan Dika yang duduk-duduk di bangku depan berbincang dengan temannya dan sesekali menatap Tono.
"Ohh, paham-paham. Tapi nya, kamu teh tetep harus hati-hati sama mereka, kamu teh masih inget kan sama apa yang aku ceritain waktu itu? Mereka mah manipulatif pisan" baru kali ini Tono menatap langsung mata Areta yang membuat wajah perempuan berambut pendek itu bersemu merah.
"Apa yang kamu lihat dan dengar belum tentu sebuah kebenaran".
*****
"Baiklah anak-anak untuk tugas akhir kewirausahaan akan berbentuk project ya. Kalian akan ibu bagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok harus merancang produk maupun usaha dan nanti harus direalisasikan kemudian laporan akhir dan juga catatan keuangannya serahkan ke ibu"
"Baik bu"
"Neng Areta bantu ibu ngabsenan kelompokna, yang lainnya catat ya anggota kelompok masing-masing!"
Areta pun membacakan kelompok yang sudah dibuat sebelumnya oleh bu Santi, "Kelompok 5, Andi, Mia, Angga, Areta, Tono, dan Adeline Kiyasta Putri" wajah Areta terlihat sinis menatap Kiyas yang terlihat tak peduli.
*****
Waktu menunjukan pukul 16.03, sekolah sudah cukup sepi hanya terlihat beberapa siswa yang sedang melakukan ekskul pramuka di lapangan.
"Berkumpulnya kita di sini akan membahas-"
"Udah atuh Andi, gak usah intro langsung we keintinya aja, aku teh mau pulang ini mau rebahan" seorang gadis berambut lurus tanpa poni menatap kesal teman lelakinya.
"Iya-iya Mia princess nu geulis tur lembut ciga lelembut. Intina kita teh mau bikin produk dan usaha apa?" teriakan Andi yang kesal itu menggema di kelas kosong yang mereka tempati.
"Aku melihat di sekitaran sekolah ini belum ada toko buku, padahal siswa-siswi di sini sangat gemar membaca, jadi kita bisa membangun stand yang bisa dibongkar pasang. Nanti aku akan menjelaskan bisnis plannya-"
"Cukup Tono, hayalan maneh terlalu tinggi, kita mah cuma anak SMA mana mungkin bisa bikin toko" Andi yang dari awal memimpin diskusi dengan sengaja memotong pembicaraan Tono, Melihat itu Areta pun angkat bicara,
"Gimana kalau makanan ringan aja? Nanti teh kita datangan tiap kelas biar mereka teh gak perlu ke kantin."
"Setuju" Andi menunjuk Areta yang tersenyum.
"Jadi nanti urang teh harus bawa kardus ka kelas-kelas gitu?" Angga terlihat malas.
“Kayak orang yang minta sumbangan aja pake kardus!” beberapa orang memandang Kiyas dengan sinis.
“Yaudah, biar gak disangka mau minta sumbangan kita teh pake kresek hideung yang besar ning, gitu aja lebih simpel” Kiyas menahan tawanya karena perkataan Mia,
“Itu si lebih parah!” timpal Angga membuat gadis berambut panjang tanpa poni itu mendelik.
"Udah-sudah nya, aku mah setuju sama idena Mia, jadi besok kita pake kresek hitam besar” Areta akhirnya menengahi mereka, lebih tepatnya membela Mia.
"Oke, fixnya isukan kita mulai jualan, sok sekarang kita patungan uang dulu masing-masing 50 rebu."
"Siapa nu rek balanjana?" Angga menatap Andi.