Genangan air di aspal bekas hujan semalam menyiprat ke udara ketika sepasang sepatu putih berjalan di antaranya. Pagi itu embun masih menggantung di ujung dedaunan, kabut pun masih pekat.
Samar-samar pria berkacamata bulat itu melihat seseorang yang ia kenal. Kacamatanya ia lepas sejenak dan ya seseorang berambut hitam gelombang bergaris putih itu meminggirkan motornya ia juga membuka helmnya. Kemudian gadis berjaket kulit itu berjalan ke rumah makan padang di dekatnya, si pria yang diketahui adalah Tono hanya mengawasinya dari jauh 'mungkin ia sedang lapar, hingga berlarian seperti itu' pikirnya.
Tak lama gadis yang memakai celana trening itu berjalan lagi ke luar dan melewati motornya Tono semakin penasaran apa yang akan dilakukannya, ia pun berjalan mendekat.
Di dekat rumah kosong yang merupakan markas 3 Devils akhirnya ia menemukannya, gadis itu tidak sendirian ia bersama seorang lelaki tua yang terlihat kumal pria tua itu tersenyum sumringah ketika menerima sebuah kresek dari gadis bernama Kiyas, dan di antara kabut yang samar Tono melihat sisi lain dari gadis yang dicap sebagai psikopat oleh orang lain.
Saat itu juga ia terngiang-ngiang perkataan si gadis beberapa waktu yang lalu 'Kalo emang lo penasaran sama sesuatu, cari dulu informasinya sedalam mungkin, sebab dan latar belakangnya. Jangan cuma menilai dari satu sudut pandang!' ia pun berniat akan meminta maaf nanti.
*****
Setelah memarkirkan motornya dan berganti pakaian Kiyas mampir ke kantin untuk sarapan. Beberapa siswa sudah ada yang lalu lalang, namun ada yang aneh mereka menatap sinis Kiyas. Setiap orang yang berpapasan dengannya selalu menatap sebelum berbisik dengan temannya, di sepanjang koridor juga sama bahkan samar-samar ia mendengar seseorang mengatakan 'biadab', 'psikopat', 'gelo', 'sakit' ketika ia lewat.
Dengan wajah bingung ia pun masuk ke kelas. Ketika ia melangkah masuk seisi kelas langsung menatapnya jijik dan berbisik-bisik, tanpa berkata-kata ia pun duduk di bangkunya. Saat ia akan mengeluarkan buku di laci mejanya, ia mendapati sebuah kertas dengan tulisan merah 'Jadi jelema waras dikitlah' ternyata kertas itu tidak hanya satu 'Dasar cewek gak punya nurani', 'Maneh pasti bakal kena azab'.
Kiyas meremas kertas-kertas itu tetapi ia masih menahan kemarahannya karena ia pikir kalau ia meledak itu hanya akan memperburuk masalah, ia pun mengambil nafas dalam-dalam.
Setelah bel istirahat berbunyi ia bergegas ke luar untuk makan siang Tono hanya memperhatikan dari bangkunya masih menunggu waktu yang tepat untuk minta maaf.
Keadaan masih sama bahkan kini lebih parah, selama Kiyas berjalan setiap orang menyingkir dengan tatapan sinis dan ketakutan seolah dia adalah penjahat yang sangat keji atau bahkan pembunuh. Puncaknya ketika gadis itu membeli sebuah teh botol dan hendak meminumnya tiba-tiba seseorang menubruknya hingga botol digenggamannya jatuh dan pecah berserakan.
"Ups puntennya" ketika Kiyas akan pergi tiba-tiba seseorang menendang pecahan kacanya hingga mengenai sepatu gadis bermata coklat itu,
"Eh, aduh punten nya gak sengaja! Makanya lamun megang botol teh hati-hati, ulah dipecahin apalagi ke kepala orang" Kiyas pun berbalik menatap tajam mereka
“Naon?! Wani maneh ka senior? Mau nyiksa juga?” seorang laki-laki mendekati dan berdiri tepat di hadapan gadis itu.
“Gue gak pernah punya masalah sama senior, terus kenapa kalian gangguin gue?”
“Ya karena maneh orang sakit jiwa yang dengan seenaknya mukul kepala orang pake botol sampe berdarah. Urang sebagai senior kudu bertindak.”
Kiyas mengernyitkan keningnya “Maksudnya?”
"Lahh, tong pura-pura begi, kebusukan maneh udah terbongkar sekarang."
Seorang kakak kelas berambut lurus berponi depan memperlihatkan sebuah video di handphonenya, Kiyas segera meraihnya.
Gadis bertubuh tinggi itu cukup terkejut namun ekspresinya tidak menunjukan. Video itu, di sana ada dirinya yang sedang mengancam tiga orang siswa laki-laki dari sekolah lain yang menunduk, dan seorang siswa berkacamata yang memegang kepalanya berusaha menahan pendarahan. Di sana juga ia melihat bahwa dirinya berbicara dengan mengacung-acungkan bongkahan botol minuman yang cukup tajam dan berdarah.
Kiyas berpikir sejenak dan saat itu ia ingat seseorang yang memvideokannya ia pun segera menyerahkan handphone itu ke kakak kelasnya dan berjalan menaiki tangga.
Sesampainya di kelas ia menggebrak meja Areta yang membuat seluruh kelas terkejut begitu juga dengan Tono.
"Lo kan yang nyebarin video hoax tentang gue?" Areta menatap Kiyas dengan mata tak bersalah "Naon maksudna?"
"Udahlah gak usah pura-pura lagi, lo sengaja kan ngelakuin itu biar orang-orang benci sama gue?"
"Emang kamu teh punya bukti?"
"Bukti itu ada di handphone lo, gue ingat lo yang ngevideoin. Gue liat waktu itu lo ngarahin kamera hp lo ke gue terus pas ketauan lo pergi!"
"Apa sih maksud kamu teh aku mah gak tahu apa-apa."
"Jangan bohong lo!"
Kiyas mencoba merebut handphone Areta namun segera dipisahkan oleh teman-teman yang lain, "Tenang dulu Kiyas, apa yang terjadi padamu? Tenangkan dulu dirimu, jangan cepat menuduh."
Tono ikut memisahkan Kiyas, namun perkataan pria itu membuat si gadis terdiam. Kiys menatap satu persatu temannya yang memandang tanpa rasa simpati dan justru benci juga ketakutan, bahkan gerombolan Dika yang pada dasarnya pengganggu pun ikut menatapnya seolah ia adalah manusia paling sadis, ia kemudian menatap Tono dan tersenyum miris.
"Oke, gue emang manusia paling jahat, paling biadab, psikopat gila atau apapun itu!. Percayai aja semua apa yang kalian liat dan denger karena itu adalah kebenaran bagi kalian, gak usah cari kebenaran lain dibalik ini semua, karena pada akhirnya kalian hanya akan percaya sama persepsi yang datang dari satu sudut pandang, terserah kalian mau nganggep gue serangga atau sampah gue udah gak peduli!, satu hal yang pasti Tuhan gak akan pernah bisa dibohongi dan diperdaya kayak kalian!"
Ia pun pergi setelah mengatakan itu, seluruh kelas menjadi hening suasananya menjadi canggung. Beberapa di antara mereka ada yang terduduk dan merenungi perkataan Kiyas bahkan mereka juga menghapus video kemarahan gadis berambut putih sebagian itu yang baru saja direkam. Tono mematung dalam lamunannya ia semakin merasa bersalah karena perkataannya, namun sebenarnya ia tidak tahu apa yang terjadi.
*****
Dalam perjalanan pulang Tono masih saja memikirkan Kiyas, jujur saja dia cukup kaget melihatnya semarah itu karena memang selama ini ekspresi yang ditunjukan hanyalah ketidakpedulian.
Hari ini ia berniat untuk pulang melalui jalur yang lebih jauh melewati sungai dan pepohonan rimbun untuk sekadar mengeksplore dirinya. Saat itu langkahnya terhenti bukan tanpa sebab.
Sesuatu melemparinya dengan kerikil kecil, matanya menyusuri tiap inci jalanan dengan tebing rendah di sisi sebelah kanan dan kebun yang rimbun di sebelah kirinya, tetapi ia tak melihat apapun hingga ketika ia menengadah diantara rimbun pepohonan di atas tebing ia melihat rambut yang menjuntai, dengan penuh penasaran ia memperhatikan dan dengan penuh keberanian ia berteriak “Hei!”
Seketika sepasang mata di antara rambut itu menatap tajam membuat si tuan muda ingin berlari kencang. Namun hal itu ia urungkan setelah si pemilik rambut mengangkat wajahnya dan itu adalah gadis yang ia pikirkan sebelumnya.
“Apa yang kamu lakukan di sana, Kiyas?”
Mendapat pertanyaan, si gadis beranjak dan mencoba turun dari tebing dengan berlari tanpa pegangan hingga hampir saja ia menabrak Tono yang berdiri di samping jalan. Wajah mereka tak sengaja saling bertatapan cukup dekat membuat si tuan muda dapat melihat wajah Kiyas yang cantik namun dingin membuat jantungnya berdegup kencang.
Tak berapa lama Kiyas pun segera melangkah menuju motornya, namun terhenti ketika Tono berbicara “Aku mau minta maaf!” gadis itu menoleh,
“Beri aku waktu untuk berbicara denganmu”, tidak memperdulikannya Kiyas melanjutkan langkahnya namun ketika ia hampir sampai si tuan muda segera berlari dan menduduki motor gadis itu.
"Apa lagi sih? Lo mau apa? Mau ngehujat gue kayak yang lain" Tono menatapnya dengan datar.
"Sudah kukatakan kan, aku cuma mau ngobrol aja sama kamu, aku yakin kamu lagi butuh temen ngobrol."
"Udah gue bilang juga, gua gak butuh temen! sekarang minggir dari motor gue!”
“Bohong! Buktinya matamu bengkak dan aku yakin kamu habis menangis.”
Kiyas menghela nafas, “Sebenarnya apa yang lo mau? Kenapa lo kayak gini sama gue?"
"Aku cuma pengen bikin amarahmu reda, aku akan menemanimu itu saja!, dan alasannya karena kamu itu salah satu anggota kelompok 5 KWU meskipun sudah bubar tapi ya pertemanan kan gak ada yang namanya bubar, kecuali penghianatan."
Mendengar itu tak ada pilihan lain karena memang sebenarnya dia sedang membutuhkan seseorang. Kiyas kemudian duduk di trotoar dekat motornya, suara gemericik air sungai di depannya seolah melodi latar bagi si gadis yang kini menangis sesenggukan, melihat itu Tono justru malah bingung kemudian ia ikut duduk dan menepuk pundak Kiyas.
"Aku tahu rasanya kecewa dan terhianati seolah aku terbuang ke dalam lubang terdalam sendirian, bahkan hingga mengubah persepsiku pada dunia. Saat itu aku merasa bahwa aku hanya berdiri di kakiku sendiri, kepercayaan hmm bulshit."
Kiyas masih menangis namun mulai mereda. Pemuda di sampingnya itu menghela nafas sebelum melanjutkan perkataannya,
"Untung saja aku memiliki seseorang yang selalu paham keadaanku bahkan tanpa aku mengatakannya. Dia selalu memberikan motivsi dan solusi. Dia pernah berpesan bahwa air mata bisa diseka sendiri tetapi tekanan dan rasa sakit yang menyebabkan air mata itu keluar tidak bisa direngkuh sendiri, setidaknya tumpahkanlah kepada seseorang yang tepat agar perasaan menjadi lega, dan sekarang aku siap menjadi tempat meluapkan segala tekananmu.”
Tanpa diduga Kiyas menatap Tono dan mulai membuka suaranya "Gue tuh cape, gak ada yang bisa ngertiin situasi gue. Lo beruntung seenggaknya masih ada satu orang yang peduli. Beda sama gue yang walaupun lari dengan luka yang berdarah-darah gak ada satupun yang datang ngobatin gue, justru mereka akan memandang dengan tatapan penjahat. Padahal gue yang sakit!"
Mendengar itu Tono terdiam, ia merasa salah bicara dan sekarang ia harus benar-benar memilih kalimat yang tepat untuk menenangkan gadis di sampingnya.
Kiyas kembali menatap pepohonan, “Gue emang sakit, tapi bukan psikopat. Dr. Irfan mengdiagnosa kalau gue punya ciri-ciri Sosiopat. Tapi selama ini gue udah berusaha ngilangin sifat itu, gue juga rutin Konseling, Hipnosis,Terapi Syaraf, bahkan obat-obatan. Gue juga selalu berusaha dengan sadar buat ngendaliin diri biar gue tetep ngikutin norma sosial, dan sebagian sifat yang belum bisa gue kendaliin gue coba arahin ke hal yang positif. Mungkin lo gak ngerti apa yang gue maksud, yang pasti masalah ini hanya kesalahfahaman karena sifat gue.”
Tono tertegun, ia kembali mendapat suatu kenyataan yang jauh dari prasangkanya terhadap gadis itu, bahwa ia seseorang yang sadis dan tidak peduli akan apapun pada kenyataannya dia hanya seorang gadis tak beruntung dan mencoba bertahan dari segala judge orang-orang.
Tanpa disangka bulir-bulir air jatuh lagi dari mata gadis itu dengan refleks si pria menyekanya menggunakan tangan membuat Kiyas terkejut dan menatap pria itu seraya menjauh.
"Jangan salah faham, aku cuma mau menghiburmu. Sepertinya, kamu harus menenangkan diri dulu. Aku akan membelikanmu minuman, tunggu di sini."
Cukup jauh Tono berjalan, ia harus melewati gang-gang kecil untuk menemukan penjual minuman hingga ia menemukan supermarket di jalanan besar, ia pun membeli dua kotak teh kemasan dan kembali. Di tengah perjalanan ia dikejutkan dengan Aron dan dua temannya yang sedang mengambil rokok dari para pelajar SMA yang jongkok di depannya.
"Oy Tono" Raka melambaikan tangan pada pemuda yang justru mematung itu,