Topeng: Macam-macam Kepalsuan

Tira Riani
Chapter #11

CHAPTER 11 Dialah Pembullinya?

Riuh angin kembali kali ini cukup terang, di lapangan yang berdebu anak-anak sudah berkumpul bersiap untuk upacara, kecuali Tono yang justru berada di dekat gerbang.

"Upacara rek dimulai, maneh gak ke lapang Ton?" Raka menatap Tono yang malah mendengarkan musik dengan headsetnya sembari membaca dan menyender ke pos satpam.

"Aku sudah berjanji pada diriku sendiri."

"Apa tah?" Reno yang sedang memakan cilok sambil jongkok menengadah dengan penasaran.

Tanpa beralih dari bacaannya Tono membalas "Aku gak akan pernah menginjak lapangan yang seperti padang pasir itu!"

"Maneh kebanyakan baca buku Ton, jadi imajinasina terlalu tinggi," tiba-tiba Aron menggeplak punggung si tuan muda membuat bukunya hampir terjatuh, "Mana ada padang pasir di Indonesia."

Tono yang cukup kesal, menutup buku dan membuka headsetnya. Saat itulah ia melihat Kiyas keluar dari ruang kepala sekolah. Saat itu juga upacara akan dimulai.

Semua murid telah berbaris begitu juga dengan Tono dan 3 Devils setelah terpaksa karena diperintahkan oleh guru yang mengatur upacara. Si tuan muda segera mengenakan masker dan berbaris di paling belakang berusaha menghindari debu lapangan.

30 menit upacara telah selesai, namun barisan belum juga dibubarkan. Tak berapa lama pak kepala sekolah maju dan berdiri tepat di hadapan microphone.

"Anak-anaku sekalian yang bapak banggakan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa sejak dua hari yang lalu sebuah video yang memperlihatkan salah satu murid sekolah kita melakukan kekerasan terhadap murid sekolah lain telah viral. Karena itu juga sekolah yang bersangkutan serta orang tua dari korban telah menghubungi sekolah ini guna menindaklanjuti permasalahan tersebut, beruntung peristiwa itu tidak sampai ke kantor polisi. Namun, sebagai tindak lanjut dengan tegas sekolah akan mengelu-"

"Tunggu pak!" tiba-tiba seorang remaja pria yang dikenali sebagai korban dalam video viral itu berteriak di balik gerbang yang tertutup. Semua orang terkejut dan lapanganan itu menjadi riuh seketika.

Setelah diperbolehkan masuk, pak kepala sekolah segera menanyai remaja tersebut, masih di lapang sekolah.

"Bukannya ananda ini adalah salah satu korban dalam video tersebut?"

"Bukan salah satu pak, tapi satu-satunya."

Semua orang menjadi tambah riuh dan bertanya-tanya apa maksudnya. Tak lupa anak-anak kekinian itu segera mengeluarkan handphone dan merekam, tujuannya apalagi kalau bukan untuk diupload.

"Apa maksudnya?"

"Saya ke sini teh ingin ngejelasin kejadian yang sebenarnya dan mengklarifikasi kesalahpahaman ini," pemuda yang bernama Deni itu menatap Kiyas, begitu juga dengan si gadis yang kini berdiri di depan barisan.

Ia menghela nafas dan mengeratkan cengkramannya sebelum berkata, "Sebenarnya, yang membulli saya teh bukan Kiyas. Tapi, Haikal dan teman-temannya," semua orang terkejut. Suara riuh kini bukan lagi bisikan tetapi telah menjadi perkataan-perkataan penuh ekspresi.

"Saya emang udah biasa diganggu sama mereka. Saat itu mereka malak saya di jalan tapi saya lagi gak bawa uang karena habis dibelikan minuman botol, denger itu mereka gak terima dan mukulin saya, mereka terus minta tapi saya gak bisa ngasih uang karena emang udah gak ada dan saat itulah Jejen ngambil minuman botol saya dan memukulkannya ke kepala saya," lapangan itu tambah kacau.

"Kiyas nolong saya, Kiyas bahkan juga mau dipukulin sama mereka untungnya dia bisa bela diri dan pas mereka kalah Kiyas menasihati mereka sambil nunjukin pecahan botol itu. Saat itu juga saya liat seseorang yang memvideokannya. Orang itu-"

Deni menatap Areta yang berada tepat di samping Kiyas, namun Kiyas justru menggelengkan kepala. Pemuda itu mengerti akan isyarat si gadis, tanpa mereka sadari di belakang tepatnya di bongkahan tembok yang cukup tinggi Tono memerhatikan.

"-Saya gak inget. Tapi yang pasti dialah yang menyebabkan kesalahpahaman ini. Dia teh udah nyebarin hoax."

"Mengapa ananda baru mengatakannya sekarang?"

"Saya, saya takut Pak. Mereka teh preman di sekolah saya, dan, dan mereka juga ngancem saya biar gak ngomong yang sebenarnya," pemuda itu menunduk, membuat semua orang simpati bahkan beberapa sampai menitikan air mata.

"Lalu, mengapa hari ini ananda mengatakannya di depan semua orang?"

"Itu, itu karena ada teman yang berjanji akan melindungi saya. Jadi, saya mohon pak, supaya Kiyas gak dikeluarin dari sekolah. Kiyas gak salah, dia nolong saya."

Seusai pengakuan itu semuanya menjadi tambah heboh, bukan hanya di sekolah tetapi juga di sosial media. Video klarifikasi itu langsung viral dan sampai ke telinga Haikal dan kawannya. Sementara itu, Deni dimintai keterangan lebih lanjut oleh pihak sekolah, saat itu juga SMA Elang melakukan rapat bersama Deni, Kiyas, orang tua siswa yang ada di video termasuk pihak sekolahnya.

*****

Fure elise menggema di setiap sudut sekolah penanda bahwa pembelajaran dihentikan sejenak.

Ketika para siswa yang lain saling berhamburan ke kantin Areta justru duduk di belakang sekolah yang dekat dengan danau. Tangannya menggenggam bebatuan kecil kemudian melemparnya ke tengah danau. Tiba-tiba seorang pemuda berpakaian seragam rapi dengan gaya rambut dibelah tengah duduk di sampingnya ia membuka kacamatanya.

 "Kamu teh ke sini mau bahas masalah kemarin?" gadis itu berkata tanpa memalingkan wajah.

"Apa kamu tahu? aku punya trauma dengan kebohongan. Seseorang yang sangat aku percayai menghianatiku hingga aku merasa bahwa dunia itu palsu," gadis itu akhirnya menatap pria di sampingnya

"Aku gak ingin itu terjadi lagi. Aku tahu kamu adalah orang yang baik, sejak aku datang ke sekolah ini kamu selalu membantuku. Kamu adalah teman pertamaku di sini Areta," Tono juga menatap gadis di sampingnya, Areta tersenyum.

"Maka dari itu aku ingin kamu jujur kenapa kamu melakukan itu pada Kiyas?" seketika senyumnya pudar "Kamu teh nuduh aku Ton?!"

"Tadi aku melihat Deni menatapmu saat ia mengatakan ada seseorang yang memvideokannya."

Areta yang terlihat mulai ketakutan meremas kerikil di tangannya hingga berdarah. Menyadari itu dengan santai Tono mengeluarkan sapu tangan dan mengambil tangan gadis itu membuatnya terbuka dan menjatuhkan kerikil kemudian mengelapnya dan kembali meremaskan tangannya pada saputangan itu, "Jangan lukai tanganmu."

Tanpa mereka sadari di belakangnya seorang gadis berambut gelombang bergaris putih memperhatikan dan beberapa saat kemudian ia pergi.

Gadis itu menghela nafas berat kemudian berkata "Itu alasan aku gak suka sama dia."

 "Maksudmu?"

“Kamu teh suka sama dia?”

“Jangan mengalihkan pembicaraan Reta!”

“Aku teh gak mengalihkan pembicaraan, ini emang salah satu alasanku!” Tono terdiam sejenak.

“Aku gak tahu,” gadis bermata hitam itu menghela nafas.

“Baiklah aku bakal ceritain,” Tono menatap gadis di sampingnya.

"Sejak pertama dia masuk, semua orang teh penasaran sama dia dan itu teh bikin aku muak. Dia teh suka masang muka masam penampilannya di luar aturan terus kalo jalan suka seenaknya bahkan dia teh gak ngehormatin aku sebagai ketua kelas tapi orang-orang tuh kayak mengaguminya cuma karena dia cantik dan cucu dari pemilik yayasan."

"Apa dia pernah menyinggungmu?"

"Pernah, dia teh bikin aku kesel banget kalo dia deket sama kamu!" lagi-lagi gadis itu menatap Tono berharap pria berkacamata itu peka dengan kodenya. Namun sayangnya sifat dingin Ayas tidak bisa dihilangkan dalam diri Tono pemuda itu hanya menganggap bahwa Areta tidak mau Tono memiliki teman lain selain dirinya. 

"Sepertinya kamu memang gak suka sama karakternya, tapi apakah perlu sampai menyebarkan video hoax?"

"Itu bukan hoax!!" suara gadis itu meninggi "Dia pernah kok ngelakuin itu sama aku!" Tono cukup terkejut.

"Waktu itu, pas pertama kalinya dia masuk sekolah, aku cuma pengen kenal sama dia kayak aku pengen kenal sama kamu. Pas dia lagi makan sendirian di kantin aku teh duduk di depannya dan coba ngobrol tapi dia malah ngebentak aku sampe semua orang ngeliatin kita bahkan dia teh sengaja ngejatuhin makanan yang aku bawain buat dia. Dari sana aku yakin dia teh pasti sakit, jadi aku bilang sama semua orang harus hati-hati sama dia mah soalnya dia teh psikipat!" si tuan muda lagi-lagi terkejut mendengarnya, namun ia berusaha tetap tenang.

"Aku mengerti perasaanmu kamu pasti marah, tapi bukankah setiap orang pasti berubah, kamu melihat sendiri bagaimana karakter dia sesungguhnya selama sebulan ini. Bahkan kalian kan pernah tertawa bersama, dan kalian juga selalu saling membantu. Apa kamu gak bisa memaafkannya?"

"Gak bisa semudah itu Ton! Selama hidup, aku mah gak pernah ada yang ngebentak bahkan mamah, papah sama kakak aku, temen-temen aku juga gak pernah. Tapi dia saha?! Berani banget ngebentak aku di depan orang banyak. Aku ini ketua kelas sekaligus anggota OSIS Ton, dan aku teh juga punya niat baik sama dia tapi naon balasanna? Sebuah penghinaan!" gadis itu terisak, nafasnya tak beraturan menahan emosi yang kian memuncak.

Melihat itu pemuda disampingnya berniat menenangkan dengan menepuk-nepuk pundaknya.

"Kalau kamu ingin tahu, kemarin dia cerita padakau kalau dia emang sakit, Kiyas punya kelainan kepribadian. Sosiopat," Areta cukup terkejut namun masih belum bersuara. Tono kemudian melanjutkan ucapannya,

"Dia selalu berusaha buat sembuh, dan soal psikiater pribadinya itu benar tapi yang sebenarnya dia lakukan bukanlah kabur, tapi rutin melakukan pengobatan. Dia juga cerita ada beberapa kondisi yang belum bisa dia tangani secara sadar, mungkin saat kamu menemuinya waktu itu, dia lagi gak bisa ngontrol dirinya."

Gadis itu menunduk tanpa sepatah katapun "Aku gak tahu seberapa dalam luka di hatimu tapi aku selalu berharap kamu akan menjadi Areta yang dulu, ketua kelas bijak yang selalu membantu. Aku gak akan memaksamu untuk memberikan video lengkapnya ataupun meminta maaf kepada Kiyas, tapi aku pengen kamu mendengarkan sesuatu yang aku kirim ke WhatsAppmu."

Pemuda itu sekali lagi menatap Areta sebelum beranjak ia kembali mengatakan sesuatu "Ah, dan waktu Deni menatapmu di lapang, tadi dia mau bongkar semua perbuatanmu, tapi Kiyas menghalanginya. Sepertinya dia gak mau kamu jadi bahan hujatan semua orang seperti dirinya," si tuan muda pun pergi. Areta kemudian mendengarkan audio yang dikirimkan oleh Tono.

'Gue gak masalah kalaupun harus dikucilkan toh biasanya juga gitu ya cuma nanti ditambah cacian aja, tapi gue udah gak peduli lagi dan ya gue bakal pura-pura gak denger atau liat teror yang mereka lakuin. Meskipun pada akhirnya gue harus dikeluarin dari sekolah, its okay gue bisa homescholling',

'Lalu bagaimana dengan Areta?'

'Tenang aja gue kan pernah bilang sama lo kalo gue selalu berusaha buat jadi orang yang baik. Gue tau dia itu bukan orang yang jahat, mungkin gue pernah buat salah sama dia yang gak gue sadari sampe dia ngelakuin itu. Jadi gue pasti maafin dia kok, karena dia kan ketua kelas yang selalu jadi teman buat semua orang termasuk gue.'

Rupanya ketika itu Tono sengaja merekam percakapan mereka untuk Areta, dan kini gadis itu kembali menunduk “Teman,” ia tersenyum ketir.

*****

Hingga sekolah usai rapat di ruang kepala sekolah itu belum juga selesai, hanya terjeda oleh istirahat saja. Hal itu disebabkan masing-masing pihak tidak ada yang mau mengakui kesalahannya. Haikal dan dua temannya terus menyangkal dan melempar kesalahan kepada Kiyas begitu juga orang tuanya. Karena tidak ada bukti pasti dan hanya pengakuan korban yang pernah dibuli oleh tiga orang itu, mereka berpendapat bahwa itu bisa saja sebab dendam karena sering membullinya, hingga mengalihkan kenyataan tentang pelaku yang sebenarnya.

Dalam ketegangan itu tiba-tiba seseorang mengetuk pintu membuat semuanya hening, "Permisi pak saya Areta Mikaila ketua kelas dari 11 IPS 2."

"Masuklah!" Areta berdiri menatap semuanya, pak kepala sekolah segera bertanya "Ada apa?" si ketua kelas itu segera mengahmpiri pak kepala sekolah dan menyerahkan sebuah flashdisk.

"Mengenai kasus pembullian dalam video itu, saya ingin mengakui sesuatu," Pak Kepala Sekolah tidak menjawab seolah memberikan kesempatan Areta untuk menjelaskan.

Lihat selengkapnya