Terlihat beberapa pria melepaskan ikatan Ayas, merekapun membawanya ke dalam ring. Di sana sudah ada Alvin yang bersiap untuk pertarungannya, tak lama seorang pria yang hendak bertindak sebagai wasit juga masuk, namun Ayas terlihat menolaknya.
"Ini bukan pertarungan resmi, jadi kami tidak membutuhkan wasit."
Mendengar ucapan Ayas, lawan di seberangnya memberikan kode untuk keluar. Kini tinggal mereka berdua yang akan terlibat pertarungan tanpa aturan.
Ayas membuka satu persatu kancing seragam panjangnya menyisakan kaos pendek yang memperlihatkan otot tangan yang kuat.
Mereka segera berada dalam posisi siap menyerang, tanpa basa-basi lagi Alvin segera melempar pukulan karate ke arah kepala yang dinamai zuki jodan. Tetapi Ayas dengan sigap menangkisnya dengan tangkisan bawah bernama gedan barai.
Perkelahian mereka terus berlanjut pukulan, tangkisan, tendangan saling melayang namun masing-masing bisa menahannya karena mereka dalam level yang sama yaitu sabuk hitam, hingga suatu ketika Alvin melakukan tendangan yoko-geri-kekome ia berhasil mengenai wajah Ayas hingga terjatuh, mereka saling berpandangan.
"Karateku lebih tinggi darimu karena selama kau menghilang aku melatihnya dengan keras. Keluarkan systemamu biar kubuktikan bahwa aku lebih unggul meskipun hanya dengan satu jenis bela diri!"
Ayas berdiri dan tersenyum sinis "Systemaku tidak pantas untukmu!"
Ia pun kembali menyerang namun dengan teknik berbeda ia menggunakan bela diri silat. Alvin terkejut selama ini ia hanya mengetahui kalau Ayas menguasai bela diri karate dan systema yang didapat langsung dari instruktur Rusianya yang merupakan mantan pasukan elit, Alvin yang kewalahan segera terpojok.
Mereka memberi jarak masing-masing untuk membentuk kuda-kuda.
"Sejak kapan kau belajar silat?"
"Sejak aku pertama kali mengetahui penghianatanmu!"
Setelah itu Ayas kembali menyerang dengan teknik-teknik yang tidak bisa diprediksi hingga Alvin terjatuh oleh bantingan dan babak belur.
"Sudah cukup, kau kalah Alvin!"
Mendengar itu pemuda yang tadi terbaring kini bangkit dan langsung menyerang Ayas secara membabi buta. Tanpa diduga ia mengeluarkan teknin tinju hingga Ayas tak mampu lagi menahan pukulan tangannya yang begitu cepat dan kuat, ia terjatuh dengan bibir berdarah.
"Kau pikir hanya kau yang mampu menguasai berbagai teknik bela diri? Tadinya aku hanya akan mengeluarkan teknik karate tetapi rupanya kau cukup tangguh Ayas." Pemuda bermata tajam itu mengelap darahnya dan kemudian berdiri.
"Baiklah, kau yang memaksaku Alvin."
Ayas menutup matanya kemudian membentuk kuda-kuda dengan merentangkan tangan membentuk teknik minangkabau, ia mencoba menggunakan pernapasan atau tenaga dalam dalam pertarungan ini.
Alvin tak menyianyiakan kesempatan itu, ia kembali menggunakan teknik pukulan tinju namun kini Ayas mampu menyaingi kecepatan Alvin. Ia menangkis semua serangannya dan mencoba menyerang titik lemah lawannya namun masih dalam taraf normal sehingga tidak mematikan.
Dalam serangannya itu jari Ayas membentuk tohok kemudian menyerang bawah dagu, ketiak dan kemudian melakukan sapuan dengan kakinya hingga Alvin kembali terjatuh.
Ketika Ayas akan memukul wajah Alvin sebagai tanda selesainya pertarungan mereka, ia menarik kembali tangannya karena satu kali lagi ia memukul Alvin akan pingsan dan ia tak mungkin membiarkan itu.
Naluri kemanusiaannya masih mengatakan bahwa Alvin masih tetap temannya dan ia juga tidak bisa membiarkan itu terjadi sebelum si pemuda yang terbaring lunglai menjelaskan alasannya menghianati Ayas. Pemuda tampan yang kini sudah penuh dengan memar itu membaringkan tubuhnya di samping Alvin.
"Mengapa kau tidak mengakhirinya? Bukankah dengan sekali pukulan lagi kau akan menang?" Alvin masih terbaring, tubuhnya tak bisa bergerak karena serangan Ayas.
"Memang apa untungnya bagiku memenangkan pertarungan ini?"
"Tapi itu penting bagiku, untuk bisa menang darimu."
"Apakah itu alasanmu?"
"Apa kau sudah menyadarinya?"
"Itu bukan alasan, aku tidak cukup meyakininya, kau tidak secengeng itu!"
"Kau bodoh Ayas, kau terlalu naif dengan menganggap seluruh dunia itu baik. Kau harus tahu apa yang kau pikirkan tidak mungkin, bisa saja justru itulah kebenarannya."
"Setidaknya aku tidak egois sepertimu dengan memaksakan diri menganggap bahwa dunia itu sangat kejam. Aku sudah membuktikannya, tidak semua orang menggunakan topeng serta menampilkan kepalsuannya, dan pikiranku hanyalah berdasarkan apa yang aku lihat dan amati."
"Hah, itu hanya bagian dari sandiwara. Pada dasarnya manusia itu tidak pernah jujur, selalu menyembunyikan segala hal."
"Apa kau takut dengan kepercayaanmu padaku? Kau takut kalau aku hanya memanfaatkanmu? Seperti om Sam?" suara Ayas memelan.
"Sejak awal aku tidak pernah mempercayai siapapun di dunia ini, bahkan orang tuaku sendiri. Mereka hanya butuh citra dari diriku yang tidak pernah memuaskan hati mereka, dan kau hanya salah satu jalan agar aku bisa diakui. Awalnya aku mengira kau bisa membantuku tapi dugaanku salah, justru aku menjadi bayang-bayangmu yang selalu kau anggap gagal. Dan soal om Sam, itu hanya salah satu hal yang membuatku sadar kalau aku tidak bisa selamanya berada di bawahmu."
Ayas terdiam, ia baru menyadari bahwa selama ini hanya Alvin yang bersikap ramah padanya sedangkan dia selalu dingin dan menganggap bahwa Alvin tidak pernah bisa berdiri sendiri tanpanya.
Ia juga sadar selama persahabatannya di Borjura High School ia tidak pernah sekalipun mengucapkan 'selamat kau hebat, aku bangga padamu' atau ketika ia gagal tak pernah Ayas menghiburnya setidaknya mengatakan 'teruslah berjuang, masih ada kesempatan lain'.
Selama ini ia hanya peduli dirinya sendiri dan menganggap Alvin sebagai penghibur serta seseorang yang tidak pernah benar dalam melakukan apapun.
Alvin benar ia selalu menganggapnya gagal dan berani-beraninya Ayas membahas soal persahabatan seolah-olah ia paling tahu dengan jalinan ikatan itu.
"Maaf, maafkan aku Vin" Alvin tertawa sinis.
"Maaf? Apa kau tahu bagaimana sakitnya ketika kau mengungkap kegagalanku di depan klienmu, orang tuamu, dan orang tuaku? Apa kau tahu apa yang dilakukan ayahku setelah pulang dari perayaan itu? Dia menyiksaku, merendahkan kemampuanku dan menganggapku seorang anak yang gagal!"
Tak terasa bulir air mata mengalir, matanya yang merah menatap langit-langit yang terburai oleh lampu, Ayas kembali terdiam ia benar-benar malu dengan dirinya sendiri karena telah menganggap korban dari penghianatan Alvin tanpa tahu alasan di balik semua itu.
"Maaf, maafkan aku vin, maaf atas segala sikapku, maaf karena sering menganggap remeh dirimu, maaf atas semua perkataan kasarku, maaf karena aku tidak menyadari itu."
Ayas kembali terdiam sebelum ia kemudian melanjutkan perkataannya, "Tapi satu hal yang harus kau tahu, sekali sahabat tetap sahabat. Meskipun aku pernah sangat kecewa padamu tetapi, aku memaafkanmu."
"Sahabat, benarkah ada yang namanya sahabat?"
"Sesekali kau harus percaya terhadap hal yang kau sangkal, termasuk ketulusan!"
"Lalu, apa kau akan benar-benar menjadi sahabatku lagi, setelah berkali-kali aku menghianatimu?"
"Tergantung, kau berjanji akan melakukan sesuatu jika aku menang. Kalau kau menepati janjimu, tidak ada alasan aku memecatmu sebagai sahabat."
"Baiklah, apa yang kau inginkan untuk aku lakukan?"
"Selamatkan bisnis Ayahku!"
Setelahnya Ayas menjelaskan rencana yang harus mereka lakukan.
Tak berselang lama, beberapa orang masuk dan mengecek keadaan mereka yang berpura-pura tak bisa bergerak karena pertarungan itu.
Rupanya, ketika mereka sedang berkelahi yang menjaga sekaligus sebagai suporter dan saling bertaruh adalah para Yakuza, sehingga ketika mereka lama berbincang tidak ada yang mengganggu karena tidak ada yang mengerti dengan bahasa Indonesia. Mereka juga sangat patuh dan selama tidak ada perintah, mereka tidak akan melakukan apapun.
*****
Sebuah mobil SUV berwarna hitam berhenti tak jauh dari tempat Ayas disekap, tak lama Ginding yang menyetir segera keluar menerima telepon.
Lima menit kemudian ia masuk lagi. "Kita hanya perlu mengulur waktu selama 20 menit, para bawahan tuan Wijaksa sedang di perjalanan. Untuk Areta, tugasmu adalah menunggu di mobil dan jika ada yang memberikan kode 'Ginding ganteng ganglo terbang' maka tunjukan bangunan itu," sejenak orang-orang itu menahan tawa.
"Baiklah ayo kita lakukan!"
Mereka pun keluar dan mengendap-ngendap menuju mobil-mobil yang terparkir. Di luar gedung itu terlihat lima orang pria berpakaian kaos hitam sedang duduk-duduk main catur.
Perlahan satu persatu ban mobil itu dikempeskan, hingga tak sengaja Reno menginjak sebuah botol plastik, membuat para penjaga di sana curiga kalau ada yang menyusup. Sebelum orang-orang itu mendekati mobil, Kiyas mundur ke belakang dan membawa sebuah kayu, kemudian berjalan seolah-olah dia datang dari belakang gedung dan dialah yang menginjak botol itu.
"Pergilah dek, di sini bukan tempat bermain!"
Salah seorang dari mereka mengisyaratkan mengusir Kiyas dengan tangannya.
"Apa saya tampak sedang bermain-main pak?"
Gadis yang memakai seragam olah raga itu meletakan kayu yang dipegangnya di tanah dengan cukup keras.
"Lalu mau apa bawa-bawa kayu gitu? Pergi saja, di tempat ini banyak orang-orang mengerikan, apalagi bosnya."
"Tenang aja pak, kata orang saya juga cukup mengerikan. Apalagi teman-teman saya!"
"Banyak bacot!"