Seminggu telah berlalu, semenjak pertemuan Ayas dengan kedua orang tuanya ia tak pernah terlihat lagi. Rumah sewaannya juga telah ditinggalkan.
Ya, Ayas dan Ginding telah kembali ke kehidupannya. Kini, semua orang yang pernah mengenalnya sedang dalam masa kesepian, terutama Kiyas dan Aron.
*****
Setelah bel pulang berbunyi, Aron segera pulang ke rumah. Ia beralasan sedang tidak mood, tentu saja itu karena ia mulai merindukan sahabat barunya itu.
Sesampainya di rumah ia mendengar sayup-sayup suara orang sedang bercengkrama. Ketika ia membuka pintu, tubuhnya mematung matanya membulat tak percaya bahkan mulutnya mendadak gagap, ia melihat sosok yang semakin mendekat kepadanya.
"B-bapak!" Pria paruh baya itu segera memeluk anak lelakinya dengan erat. Tak dapat dipungkiri bulir-bulir air mata menetes di antara ke duanya.
Aron sangat merindukan ayahnya, ia mendekap erat seolah tak ingin berakhir jika semuanya hanya mimpi.
"Bapak, ini teh beneran bapak? Aron teu ngimpen kan?"
"Muhun soleh, ieu bapak. Kamu teh gak mimpi, bapak udah bebas."
"Tapi, gimana bapak teh tiasa bebas? Kan masih ada 5 taun deui?"
"Anaknya Pak Wijaksa, yang katanya babaturan kamu. Dia yang bebasin Bapak Ron. Alhamdulillah, Bapak mah syukur pisan kamu teh punya babaturan anu bageur pisan."
Mendengar itu semakin tersentuh hati Aron, dan ia kembali menyesali kemarahannya dulu. Kini ia mungkin takan pernah bisa bertemu lagi dengannya.
*****
Pagi ini, tak ada yang istimewa angin berhembus sejuk dan langit pun terlihat cerah.