Topeng: Macam-macam Kepalsuan

Tira Riani
Chapter #3

Chapter 3 Pelarian

Ayas menatap hamparan laut Anyer, langit sudah gelap tetapi ia tak juga beranjak. Ginding yang menunggu di dekatnya tak berani menegur untuk segera pulang atau bergerak mengurus hal yang ingin dilakukan tuannya itu, sebab ia yakin urusan si tuan muda bukan hanya sebatas memandangi ombak dan langit gelap. 

Pemuda berambut hampir botak itu menatap jam tangannya 21.00, kemudian memandang Ayas yang sedang menikmati sebotol teh kemasan. “Tuan, sebenarnya urusan apa yang ingin anda lakukan?” tanpa memandang lawan bicaranya Ayas menjawab "Mengunjungi orang yang bisa dipercayai untuk menjaga bisnisku sementara waktu, karena aku yakin pelarian ini tidak akan sebentar” 

“Lalu kapan kita akan melakukannya?”

“Tunggu 10 menit lagi, moodku masih belum kembali”

Ginding hanya pasrah, harus menelan angin laut lagu untuk 10 menit ke depan. Setelah waktu berlalu mereka bergegas pergi dari tempat itu menuju sebuah rumah.

*****

Seorang pria berusia 30an berjalan menuju pintu dengan berbagai umpatan, ia berniat akan memuntahkan segala kekesalannya pada orang iseng yang memencet bel pintu di jam 22.00 malam. Ketika ia membuka pintu segala rencananya di awal sirna seketika "T-tuan, silakan masuk". Pria matang itu bernama Kasto.

 "T-tuan tidak salahkan? Anda benar-benar mempercayai manager cabang seperti saya untuk memimpin sementara 10 restoran milik anda?" Kasto mengerjap menatap surat penunjukan tak percaya "Saya hanya menerima laporan dari Kak Ginding kalau bapak dapat dipercaya" Ginding menatap Kasto dengan senyuman "Saya tahu Pak Kasto adalah orang paling jujur dan bekerja keras di antara manager yang lain, saya tahu setelah melakukan kunjungan diam-diam dan memperhatikan kinerja para manager" akhirnya dengan berkaca-kaca Kasto pun menerimanya dengan menandatangani dan menjabat tangan Ayas.

"Selanjutnya pabrik garmen, pak Danu" Ayas memasang lagi sabuk pengamannya "Rumahnya dua belokan dari sini"

"Hm, aku juga sudah mengirim pesan padanya, kita tinggal memberikan surat itu" benar saja ketika sampai di sebuah halaman rumah yang cukup asri, pak Danu sudah menunggu mereka di teras rumah dengan mengenakan sarung. Pria paruh baya itupun menerima surat yang diserahkan Ginding, menandatangani dan kemudian berjabat tangan dengan Ayas.

"Untuk butik, siapa?" Ayas bertanya sembari memasuki mobil kembali dengan memakai masker karena udara malam "Feri, usianya 25 tahun tetapi dia setia dan ambisius. Kita akan ke Bandung sekarang, perjalanan cukup jauh anda bisa beristirahat dulu tuan" pria tegas berkulit sawo matang itu segera menancap gas tanpa jawaban dari tuannya.

*****

Setelah sampai, mereka memarkirkan mobilnya di pekarangan sebuah rumah berlantai dua bercat abu-abu. Ayas keluar dari mobil dengan masih mengenakan masker, merekapun memencet bel pintu "Siapa?" seorang pemuda seumuran Ayas menghampiri mereka dengan memegang handphone serta mengenakan headphone "Kami ingin bertemu dengan Feri Adikara" pemuda itu menatap jam dinding rumahnya yang menunjukan pukul dua belas malam "Sangat penting, mengenai pekerjaannya" mata pemuda tersebut kembali menatap Ginding dan Ayas yang memakai masker bergantian, di wajahnya terlihat kecurigaan "Kami harus rapat mengenai butik 'ADW' yang dimanajeri olehnya" perkataan Ayas membuat pemuda itu membukakan pintu rumahnya. 

"Kakak sedang di ruang kerjanya, tunggu sebentar aku akan memanggilnya" setelah menyuruh duduk tamunya ia bergegas menaiki tangga ke lantai 2, tak lama pria lain yang mengenakan kacamata dengan setelan baju tidur turun tergesa-gesa setelah ia melihat Ginding "Pak ada apa anda kemari malam-malam?" pria bernama Feri itu segera duduk di sofa menghadap mereka. Ginding segera menyerahkan surat penunjukan tersebut, pemuda itu membenarkan letak kacamatanya kemudian ia menatap Ginding "Anda serius pak?" yang ditanya hanya mengangguk,"Ya, aku mempercayakanmu untuk memimpin sementara 5 bisnis butik 'ADW'" Feri menatap Ayas yang kemudian membuka maskernya "Ini adalah tuan Ayaskara Dwi Wijaksa pemilik seluruh butik ADW" pemuda itu terkejut mendengar pernyataan pria berjas di hadapannya "Sungguh kehormatan bagi saya bisa bertemu dengan anda" 

"Jadi bagaimana apakah bisa?" dengan semangat pemuda itu menjawab "Sangat bisa tuan, terima kasih atas kepercayaannya" setelahnya Feri segera menandatangani kemudian berjabat tangan dengan Ayas yang sudah memakai lagi maskernya. Di atas tangga adik dari pemuda itu memperhatikan mereka hingga pintu rumahnya tertutup kembali.

“Semuanya sudah beres, kita langsung saja ke tempat persembunyian” Ayas kemudian merendahkan kursi mobil dan memakai penutup mata, ia tertidur. Ginding yang berada di balik kemudi kemudian melesatkan mobil mereka menembus kegelapan malam.

*****

Pagi menjelang, mobil sport putih yang kini terlihat kumal, mulai memarkirkan diri di samping sebuah villa yang besar. Udara puncak yang dingin membuat dua pemuda yang sedang dalam pelarian itu menggigil, terlebih Ginding yang semalaman tidak tidur karena menyetir. Di tempat itu mereka disambut oleh orang-orang kepercayaan Tuan Wijaksa, setelah membersihkan diri mereka kemudian pergi tidur di kamar yang sudah disediakan.

Ayas terlelap begitu nyenyak hingga mentari yang mulai terik tak bisa mengganggunya, sampai tiba-tiba ‘tuk tuk, tuk tuk, Tuan Ayas, tuk tuk’. Ayas mengerjapkan matanya, dengan setengah sadar ia mendekati pintu dan membuka kuncinya. Seseorang langsung membuka pintu, untung saja si tuan muda segera menghindar jika tidak jidat tampannya itu bisa jadi korban. “Tuan kita harus segera pergi!” pemuda yang masih menguap itu hanya mengerutkan keningnya “Apa maksudnya?” sebelum Ginding menjawab anak buah orang tua Ayas berlari ke arah mereka. “Tidak ada waktu lagi kalian harus pergi, orang-orang itu sudah ada di halaman”.

Mendengar perkataan tersebut Ayas langsung mengerti siapa yang disebut ‘mereka’, pasti itu adalah orang-orang yang mengejarnya. Tanpa basa-basi si tuan muda pergi mengikuti Ginding, masih dengan piyamanya. 

Mereka mengendap-ngendap melalui jalan belakang ditemani seorang penjaga, sialnya para Yakuza itu sudah sampai di villa mereka. Beberapa ada yang masuk sebagian lagi menunggu di luar. Untungnya mereka tidak kehilangan ide. Ginding menyuruh penjaga yang bersama mereka untuk mengalihkan perhatian dengan menggunakan mobil ayas dan pergi menerobos para Yakuza itu, sedangkan mereka berdua akan pergi menggunakan mobil hitam fasilitas para penjaga sebagai penyamaran.

Setelah mobil putih Ayas melaju, para Yakuza itu mengejarnya dan saat itu juga mereka pergi melawan arah. Setelah cukup jauh, Ginding memarkirkan mobilnya di dekat restoran cepat saji, Ayas masuk ke resto itu sedangkan sang asisten menjawab telpon yang sepertinya penting.

Lihat selengkapnya