Topeng: Macam-macam Kepalsuan

Tira Riani
Chapter #4

CHAPTER 4 Taktik

Mobil hitam yang dinaiki Ayas dan Ginding telah terparkir di sebuah pom bensin. "Jadi apa rencanamu kak?" 

"Kita akan mengecoh para Yakuza dan mata-mata itu. Selama ini mereka berfikir bahwa tuan Ayas pasti akan melarikan diri ke kota-kota besar di mana terdapat property milik keluarga Wijaksa karena tuan pasti tidak bisa lepas dari para pengawal. Kali ini kita akan mematahkan asumsi mereka. Kita akan pergi ke kota kecil tetapi hanya untuk pengalihan saja tujuan utama kita adalah kembali ke kota Bandung. Setelah kemarin kita tidak pergi ke tempat yang disarankan tuan besar, mereka pasti menyadari bahwa kita sudah curiga dan kabur. Saya juga yakin mereka akan melacak keberadaan kita melalui ponsel dan CCTV" 

"Hmm, lalu kemana tujuan kita di Bandung nanti? Tempat publik seperti hotel/apartement sepertinya sudah tidak aman, aku curiga yang menyuruh mereka itu bukanlah orang sembarangan! Ia pasti memiliki koneksi yang luas!" 

"Tuan tenang saja saya punya kenalan di sana, dulu sempat menawarkan kontrak rumah, tempatnya bukan di kota besar saya yakin mereka tidak akan menemukan kita jika kita mengontrak rumah itu sementara waktu, serta berganti identitas sampai tuan besar pulang dari perjalanan bisnisnya dan juga terungkap siapa dalang di balik semua ini." 

"Baiklah aku mengerti, lalu kota kecil yang kau maksud?" 

"Kota yang dekat dengan Bandung, Kota Tasikmalaya" 

Ayas tersenyum penuh arti "Aku punya rencana juga kak!. Aku akan menyewa hotel untuk 1 minggu dan memarkir mobil ini di sana, aku juga akan memblokir seluruh kartu kreditku, dan meninggalkannya beserta handphoneku di sana. Kau juga harus melakukan itu kak" Ginding mengerutkan keningnya "Tenang saja, untuk sewa rumah dan yang lainnya, aku punya tabungan atas nama orang lain. Kita akan membawa seluruh uangnya kemudian memblokir kartu kreditnya, agar tidak bisa terlacak" 

"Baiklah tuan". 

*****

Setelah berdiskusi soal cara melarikan diri, mereka akhirnya pergi ke dekat rumah mewah berwarna hijau, tak lama Resti datang dan masuk ke mobil Ayas.

"Nona tidak memberitahu siapapun soal pertemuan inikan?" Resti menggeleng "Tidak" 

"Hah, semoga saja ucapannya kali ini benar. Tidak menipu lagi dengan wajah polosnya" Ayas membuang muka ke luar jendela. Resti hanya menatap penuh rasa bersalah.

Tak lama mobil yang dinaiki ketiga orang itu sampai di sebuah gedung yang cukup besar, Resti dan Ginding pun memasuki gedung tersebut sedangkan Ayas menunggu di mobil. 

"Anda yakin akan menarik seluruh uang ini nona?" seorang pegawai bank bertanya dengan sedikit kecurigaan dan melirik Ginding "Iya, saya akan melakukan bisnis di perkampungan jadi saya membutuhkan uang cash" sejenak Customer Servis itu melihat tanda pengenal Resti dengan lambang dari sekolah terkenal Borjura High School, ya karena Resti baru saja berusia 17 tahun ia belum membuat KTP sehingga yang digunakannya adalah kartu pelajar. Melihat bahwa nasabah di hadapannya bukanlah orang biasa, tanpa bertanya apa-apa lagi si pegawai langsung membantu pencairan dana berjumlah 500 juta. Setelah selesai mereka memasukannya ke dalam tas gendong yang dibawa Ginding. 

Melihat dua orang yang dikenalnya keluar dari Bank, Ayas sedikit merutuk "Mengapa lama sekali?" Sembari masuk ke dalam mobil Ginding menjawab "Anda pasti sudah tahu Tuan, pencairan dana sebesar itu tidaklah mudah, terlebih yang datang adalah remaja seperti Nona Resti dan orang dewasa seperti saya. Tentunya mereka curiga kalau saya sedang menculik Nona Resti dan memaksanya memberikan tebusan. Anda tau tuan, seluruh pegawai Bank itu terus saja menatap saya seperti sedang mengawasi penjahat" mendengar itu Ayas sedikit tersenyum, namun semuanya sirna ketika tiba-tiba Resti mengeluarkan suara "Mengapa kau membuat rekening atas namaku?" Resti menatap Ayas dari kursi belakang, sedangkan Ginding hanya menyetir tanpa bersuara pura-pura tidak pernah mendengarnya. "Tadinya aku hanya mempersiapkan untuk masa depanku, tetapi rupanya itu hanya membuang-buang waktu dan tenaga" gadis berambut pendek itu menunduk sejenak, kemudian ia menatap kembali sosok lelaki dingin yang duduk di depannya.

"Apa kau benar mencintaiku?" 

"Rumahmu sudah dekat kau turun saja di sini" mobil pun berhenti disusul Resti yang ke luar, ia berdiri di trotoar jalan dekat rumahnya dan menyaksikan mobil yang telah menampungnya itu perlahan menjauh dan hilang, tak terasa bulir-bulir air mata jatuh di pipinya "Aku yang mencintaimu Ayas, aku bodoh!".

*****

Setelah segala urusan yang sebelumnya direncanakan selesai dua pemuda yang sedang dalam pelarian itu akhirnya tiba di tujuan terakhir mereka, Bandung.

Berjalan sekitar 200m mereka pun tiba di sebuah rumah cukup besar bergaya modern, di depan teras rumah itu terlihat seorang pemuda berumur 27 tahunan "Benarkah ini?" Ayas mengerutkan keningnya karena terik matahari "Alamatnya sih tertulis di sini, sebentar saya telpon lagi untuk memastikan. Anda masih kuatkan?" bukan tanpa alasan Ginding menanyakan hal itu, sejak mereka meninggalkan mobil hitam yang mereka tumpangi di Kota Tasikmalaya angkutan umum pun menjadi pengganti transportasi mereka, hingga ketika melewati perkampungan terpaksa mereka harus jalan kaki "Hm" Ayas sudah sangat gerah dan lelah sebenarnya, tapi dia tidak ingin terlihat lemah meskipun di depan asisten yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri, baginya harga diri adalah nomor 1. 

Pemuda pendek yang tadi sedang duduk-duduk di kursi teras rumah itu datang menghampirinya sambil tersenyum ramah, 

"Ginding nya?" 

"Rizwan, untung saja saya tidak tersesat" 

"Ayo atuh ngobrolnya di dalem aja" ketiganya pun segera memasuki ruang tamu pemuda itu. 

Lihat selengkapnya