Topeng: Macam-macam Kepalsuan

Tira Riani
Chapter #5

CHAPTER 5 Aku Dibully?

"Jangan lupakan pesan saya, Tuan harus membuang semua sifat Ayas, saat ini Tuan adalah Tono"

"Ck, aku tahu!" Ayas mendengus kesal sebab Ginding dan Rizwan benar-benar mengubah semua gayanya, rambut yang dibelah dua dengan memakai minyak urang-aring, kacamata bulat yang besar, seragam panjang yang dimasukan dan sangat longgar.

"Aku sudah benar-benar kehilangan harga diri sebagai Ayas" Ginding hanya tersenyum melihat tuan mudanya memasuki gerbang.

"Kakak juga, sudah kubilang jangan kaku!" Ayas berkata dari jauh.

*****

Pagi cerah di awal Agustus membuat langit tampak biru, selama Ayas berjalan ke ruang guru ia memperhatikan sekelilingnya, kemudian mengerutkan kening melihat lapangan yang penuh debu dan dipilih angin, ia membatin 'sepertinya setiap pelajaran olah raga aku akan izin sakit'. 

"Nak Tono alhamdulillah, kamu sekarang sudah bisa sekolah, tadi ibu mendapat telepon dari kaka kamu dan katanya hari ini kamu sudah bisa mengikuti pembelajaran, oh ya perkenalkan nama Ibu Dewi guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelas kamu."

Seorang wanita berusia 40 tahunan itu menyodorkan tangannya, ketika Ayas menyambutnya perempuan bernama Dewi itu memegang pundak murid di depannya selayak seorang ibu kepada sang anak. 

Sejenak si tuan muda mematung ia tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh gurunya di Borjura High school maupun ibunya sendiri.

"Baiklah ayo ibu tunjukan kelasnya" mereka pun beranjak menyusuri koridor yang ramai, menaiki tangga dan sampai di kelas paling pojok.

“Pagi anak-anak, hari ini mari kita bersyukur karena teman kalian yang sakit dan tidak bisa masuk sekolah berbulan-bulan, akhirnya bisa berkumpul dengan kita di kelas ini. Ibu harap kalian bisa berteman dan membantunya untuk beradaptasi di sekolah ini, ingat jangan ada yang menjailinya."

Bu Dewi menatap Ardika salah satu murid yang jail dan tempramental yang ditatap hanya tersenyum sambil mengangkat tangan bergaya hormat. 

Alasan bu Dewi yang seolah tidak mengizinkan Tono untuk memperkenalkan dirinya sendiri, karena Rizwan mengatakan, Tono belum bisa masuk sekolah selama berbulan-bulan karena trauma pasca kecelakaan, sehingga bu Dewi beranggapan bahwa muridnya itu akan kesulitan untuk berbicara di depan banyak orang.

"Baiklah silakan cari bangku yang kosong" setelah mendapat perintah si tuan muda memilih duduk di bangku belakang sendirian, karena memang hanya kursi itu yang kosong.

*****

Pukul 10.00

Tono menutup buku dan meletakan bolpoint di atas meja, ia meregangkan tubuhnya karena pegal duduk di kursi kayu selama empat jam pelajaran. Hal itu sedikit menyiksa karena ia biasa duduk di kursi empuk yang nyaman.

Sejenak matanya memperhatikan sekeliling banyak hal baru yang ditemui dan sangat jarang terlihat di sekolah lamanya seperti orang-orang yang membawa bekal makan sendiri dan memakannya di kelas, murid yang tidur di lantai kelas, siswi yang bermain tik tok, becanda dengan gila-gilaan dan banyak lagi hal lain yang membuat jiwanya seolah bebas di antara mereka.

Sangat berbeda dengan kelas eksekutif di Borjura High School semuanya sangat kaku dan memiliki jadwal sendiri, jarang sekali berbaur kecuali untuk membicarakan kerja sama atau memamerkan kurva kenaikan omset bisnisnya.

 Ketika sedang asik melamun seseorang menghampirinya"Hai, namaku Areta Mikaila, aku teh ketua kelas di sini, jadi kalau kamu ada apa-apa jangan sungkan sama aku."

Seorang gadis berambut bob hitam tersenyum manis menatap Tono sedangkan ia hanya mengangguk datar "Kamu mau ke kantin? Kalo mau bareng aja sama aku, nanti aku anterin kamu keliling sekolah, kumaha?". Ayas hanya tersenyum kaku sambil mengangguk.

 Kemudian, mereka pun beranjak menuju pintu. Areta yang berjalan di depan terus saja menjelaskan mengenai sekolah mereka itu.

Ketika Tono yang akan melewati pintu keluar, Dika dan teman-temannya segera menyender di tiang pintu dan menjulurkan kakinya hendak mengerjai murid baru itu. Tetapi sayangnya dengan refleks Tono justru melangkahi kaki mereka sehingga ia tidak terjatuh karena jebakan, Dika dan teman-temannya hanya melongo kesal. 

"Tah kitunya, sekolah ini teh sekolah swasta yang biasa aja, gak populer atau terbaik dan gak buruk juga. Fasilitasnya juga gak selengkap sekolah lain, bahkan udah liatkan, lapangan aja masih taneh berdebu."

Tono hanya diam dan mendengarkan tanpa sepatah katapun, saat ia akan menuruni tangga tiba-tiba Areta menariknya ke dekat tembok ia bukan hanya kaget tapi bingung si gadis segera menjelaskan sembari menunduk "Hep, cicing, nunduk-nunduk, mereka mau lewat".

Bukannya menuruti peringatan, si tuan muda justru penasaran dengan 'mereka'. Tak lama muncul 3 orang pemuda seusianya yang memakai seragam tidak rapi, rambutnya gondrong dan otot-otot kuat terlihat dari lengan baju mereka yang pendek, dengan elegan mereka berjalan layaknya F4 di drama 'Boys Before Flower'. Tangannya dimasukan ke saku celana dan ketika mereka melewati Tono salah satu pemuda yang memiliki alis tebal dan mata tajam menatap siswa berkacamata tebal itu dengan datar.

"Huh, hampir we, rasanya aku teh geus teu bisa bernafas."

 "Siapa mereka? Mengapa kita harus memberi jalan untuk mereka? Apa mereka pahlawan?" Tono bertanya dengan tatapan polosnya membuat Areta sedikit tertawa.

"Sabaliknya, mereka teh geng preman sekolah di sini namanya 3 Devils, gak ada yang berani sama mereka mah" Tono mengerutkan keningnya ia benar-benar baru tahu kalau di sekolah juga ada preman "Memangnya apa yang mereka lakukan?"

Lihat selengkapnya