Kembali lagi pagi menyambut kali ini sedikit gerimis, ketika Tono sampai di ujung tangga, bel masuk berbunyi ia bergegas memasuki kelas.
Pemuda berambut klimis itu berjalan pelan melihat kursi dan mejanya sudah diduduki Dika dan teman-temannya, ia pun berdiri menatap mereka tanpa sepatah katapun.
"Apa? Maneh mau bilang ini bangku maneh? Terus mau nyuruh urang-urang pergi? Bisa-bisa gampang, tapi roti viral dulu jeung susu kotak 6 nya 6" Dika dan teman-temannya tertawa mengejek tetapi Tono masih tetap dalam diamnya dengan wajah masih tanpa ekspresi.
Dika kembali menatap sinis mata Tono "Apa? Mau protes? Mau ngusir? Sok-sok bisa tapi, maneh kudu siap babak belur!"
Dika menatap tajam pemuda culun itu, sedangkan teman gengnya lagi-lagi hanya menertawakan. Sampai saat itu tak ada satupun teman sekelas yang memedulikan, mereka bukan takut hanya malas berhubungan dengan pengganggu seperti Dika, dan Areta tidak terlihat di kelas.
Tak lama, salah seorang siswa yang merupakan juara 1 di kelas itu berteriak,
“Eh, Dika udah jangan diganggu wae atuh kasian, Bu Dewi kan udah ngomong si Tono teh baru sembuh dari sakit. Hep cukup, ulah ngaganggu lagi” pemuda berandalan itu menatap yang berbicara.
“Sakit? Yeuh lihat wajah jeung badannya ge seger kitu, bahkan dia berani ngalawan urang-urang kemarin. Dia mah cigana cuma pura-pura sakit supaya teu sekolah! Katempona ge dia teh lebih berandal daripada urang-urang."