Keesokan harinya, Torrie baru keluar dari sedan tua mamanya dan bergegas masuk ke sekolah, tapi…
“Vic….!”
Suara itu berasal dari, siapa lagi kalau bukan…si Uggie. Dia lagi dikerubunin cewek-cewek. Uggie meninggalkan cewek-cewek itu lari menuju Torrie.
“Hei…ke mana aja? Aku dari tadi nungguin lho!” Auggie merangkul Torrie dan mengajaknya menjauhi tempat itu. Cewek-cewek yang ditinggal Auggie sangat kesal dan cemburu sama Torrie.
What!! Aku!! Nggak salah nih? Apa-apaan ni?
“Singkirin tangan lo! Kita khan nggak pacaran!” Torrie melirik ke tangan Auggie yang merangkul Torrie, ia kesal diperlakukan seenaknya.
“Sorry, sorry!” melepaskan tangannya dan mengedipkan mata kanannya.
Sikap Auggie benar-benar mengesalkan Torrie, apalagi dia nggak mau dimusuhin sama anak-anak yang naksir sama Auggie. Torrie heran apa yang mereka suka dari Auggie yang menyebalkan ini. Torrie tahu kemarin sudah mengiyakan permintaan Auggie tapi tidak berlebihan seperti ini juga.
* * *
“Jangan maksain diri, Rie. Hari ini lari!” Niken mulai cemas dengan tingkah Torrie yang semakin aneh.
“Bagus itu! Gue mau buktiin bahwa gue juga bisa lari, lo nggak liat tadi gimana semangatnya gue pemanasan. Udah don’t worry lah, Nik. Kalo ada apa-apa tinggal semprot khan gampang. Nih obatnya lo bawa!” Torrie menyerahkan obat inhaler alias semprotnya ke Niken.
“Gimana kamu siap, Rie?” tanya Pak Leo, guru olahraga. Hari ini ada ambil nilai lari 500 m. Walaupun banyak yang respek sama dia tapi tetap saja masih ada yang meragukan apakah dia bisa menyelesaikan lari 500 m ini? Apalagi cewek-cewek yang suka sama Auggie, sebab gosip sudah tersebar Torrie deket sama Auggie bahkan ada yang bilang sudah jadian. Sekarang mereka jadi sebel lagi sama Torrie.
Torrie melangkah dengan mantap ke garis start, mengambil posisi. Di sebelah kanannya ada Sheila yang sedang menonton, ia memandang sinis Torrie. Sheila mengira Torrie-lah yang melaporkannya ke Bu Heti, nanti siang dia akan menggantikan Torrie berlutut di depan tiang bendera.
“Lihat si Anak Emas mau berjuang.”
“Sheila, terserah lo mau ngomong apa? Gue nggak peduli.” Torrie bahkan bicara tanpa menatap Sheila.
“Siap… Satuuu… Duaaa… Tii…ga!”
Torrie bersama dengan keempat temannya langsung lari dengan sekuat tenaga. Torrie benar-benar semangat, walaupun dalam hatinya ia juga khawatir apa dia sanggup melewati garis finish. Ia sunggguh bersyukur karena di garis finish ada Niken sebagai penyemangat.
Nafasnya mulai ngos-ngosan kemudian dadanya mulai sakit dan sesak, larinya mulai melambat.
Oh Tuhan, jangan sekarang. Biarkan aku melewati garis finish. Tolonglah aku Tuhan…
Tiba-tiba datang tenaga kecil, tapi benar-benar sangat membantu Torrie. Bahkan ia bisa melewati teman-temannya yang ada di depannya, tapi begitu melewati garis finish Torrie sudah tidak kuat, dan ia pun terjatuh. Niken langsung menghampirinya.
“Nik… gu...guee bisa ngelewatin…garis finish khan?” Torrie masih merasakan dadanya sesak sehingga sulit untuk bicara.
“Iya, Rie. Lo bisa. Bahkan lebih cepet dari yang lain!” Niken berusaha menenangkan Torrie dan berhasil karena Torrie tersenyum.
“Sekarang lo pake nih, obat lo! Lo janji khan sama gue, lo nggak boleh sakit” Niken mengeluarkan obat semprotnya, sebenarnya Niken mau nangis, ia paling nggak bisa ngeliat Torrie kalau mulai sakit. Torrie langsung menghisap obatnya, dan dadanya mulai berkurang sesaknya. Anak-anak mulai mengerumuni Torrie
“Rie ! Lo nggak papa khan?”Auggie muncul dari kerumunan orang-orang itu.
“Kok lo ada di sini?” Torrie heran kenapa si Uggie bisa ada di sana.
Auggie tidak menjawab malah mengambil sikap berjongkok mau menggendong Torrie, hal ini membuat semua anak cewek pada iri.
“Apa-apaan sih lo?” bisik protes Torrie.
Percuma saja Torrie bertanya-tanya, si Uggie ini tidak menjawab, ia justru menyuruh Torrie untuk naik ke punggungnya, ia membawa Torrie ke UKS. Seperti biasa Niken mengikuti dari belakang.