Torrie menatap kamarnya di seberang. Beginikah rasanya menjadi pangeran yang selalu melihat putrinya yang ada di kerajaan seberang.
Torrie melamun, ternyata ia tidak menyangka, kamarnya terlihat indah sekali bila dilihat dari sini. Tapi pasti pangeran aslinya nggak pernah ngeliat dia dari sini. Apalagi kalau pangeran itu Uggie…
Torrie merasa aneh, kenapa hubungan mereka langsung sedekat ini. Walaupun hanya sebagai adik, entah kenapa sebagian hati Torrie sakit, sebagian lagi merasa senang, karena itu merupakan kesempatan untuk bisa dekat dengan Uggie, bahkan Uggie berjanji akan menjaganya. Tapi…Adik…Torrie hanya pengganti adiknya yang telah tiada.
“Hei, jangan sedih donk. Elo lagi mikirin opa lo?”
Ya, ampun. Torrie hampir lupa sama opa kesayangannya. Torrie menjadi benar-benar panik begitu Auggie menyebut opa.
Opa itu papanya papi. Opa memang gampang sakit akhir-akhir ini. Penyakitnya komplikasi. Dulu ia pernah terkena stroke. Torrie benar-benar sedih, apalagi biasanya opa itu paling ngerti Torrie. Beliau selalu memberikan nasehat-nasehat yang selalu tepat dan bijaksana. Bagaimana kalau opa meninggal? Torrie mulai takut membayangkan apa yang akan terjadi.
Kaki Torrie menjadi lemas, ia jatuh terduduk dan menangis. Auggie mendekatkan tubuhnya di sebelah Torrie.
“Tenang aja, Vic. Opa lo pasti nggak papa.” Auggie berusaha menenangkan Torrie.
“Gimana gue nggak tenang? Gue aja nggak tau keadaan opa sekarang! Nggak mungkin dia nggak papa, Gie. Nyokap bokap gue sampai pergi nginep di rumah sakit, itu pasti tandanya penyakit opa bener-bener serius. “
Auggie menjauh setelah mendengar sebuah kata yang ia sangat anti untuk mendengar maupun bicarakan. Torrie kaget melihat perubahan sikap Auggie, dengan segera ia menghapus air matanya. Auggie menyadari perubahan sikapnya.
“Sorry sebelumnya, tapi gue mohon…please. Jangan nyebut-nyebut kata rumah sakit di depan gue.”
“Kenapa? Apa salahnya dengan tempat itu.”
“Gue bener- bener anti sama rumah sakit.”
“Elo anti atau takut?” Torrie memancing Auggie untuk lebih terbuka.
“Tempat itu adalah tempat kesengsaraan, tempat orang-orang sakit yang tak berdaya. Gue bersumpah, selamanya nggak akan menginjakkan kaki gue di rumah sakit, tempat yang udah merenggut nyawa adek gue dan juga bokap gue.”
Torrie sangat terkejut, Auggie bercerita sepertinya ia dendam dengan rumah sakit. Torrie pernah mendengar dari maminya, papanya Auggie meninggal karena kanker.
“Tapi khan yang mengambil nyawa itu khan Tuhan?”
“Justru karena itu, gue dulu nggak percaya sama Tuhan bahkan gue sempet benci sama Tuhan. Gue juga benci sama diri gue sendiri, karena gue tumbuh menjadi orang yang sehat.”
“Gue heran, harusnya elo seneng donk jadi orang sehat? Dan yang bikin gue heran juga, kenapa elo ke gereja, kalo elo nggak percaya sama Tuhan.”
“Gue benci jadi orang sehat karena gue harus melihat orang-orang di sekitar gue menderita sakit, sedangkan gue yang sehat nggak bisa berbuat apa-apa untuk nolongin mereka. Gue merasa menjadi orang yang nggak berguna, dan lagi hati gue merasa seperti teriris sembilu kalo ngeliat orang menderita sakit, karena gue nggak pernah menderita seperti mereka. Kalo soal Tuhan, jangan dibahas lagi deh.”
Torrie seperti mendapat jawaban atas puzzle lain dari Auggie. “Jadi elo nggak pernah sakit?”
Auggie menggeleng. “Jangankan sakit atau luka, flu aja jarang banget bisa hinggap di badan gue. Yang sering adalah rasa sakit di hati gue, kalau ingat adek sama bokap gue.”
Torrie sangat kasihan pada Uggie, ternyata orang sehat itu juga menderita. Pantas saat di UKS, gelagat Uggie sangat aneh, dia pasti phobia dengan orang sakit juga. Seantero sekolah tahu, Torrie anak yang penyakitan, tapi apakah Uggie tahu soal ini?
Dari yang Torrie lihat Uggie jarang bergaul di sekolah jadi mungkin hanya sedikit info yang bisa dia ketahui mengenai Torrie. Kalaupun ada yang cerita ke Uggie mungkin seperti desas-desus yang selama ini beredar lebih ke isu anak yang mudah sakit, anak emas sekolah, tapi tidak tahu separah apa. Kalau Uggie tahu, pasti dia tidak akan mau bergaul dengan Torrie sampai sedekat ini.
Torrie akan berusaha menutupi penyakitnya dari Uggie, apalagi kalau sakitnya kambuh di depan Uggie, jangan sampai terjadi. Torrie takut, nanti Auggie akan menghindar darinya.
“Bener? Elo nggak sudi pernah ke rumah sakit?”
“Bahkan cewek gue di Jogja sakit tipes di rumah sakit aja, nggak pernah gue jenguk.”
Tuh khan bener, Tapi cewek? Auggie punya cewek? Hancur hati Torrie…
“Elo sayang sama cewek lo itu? Masih jadian?”
“Ya jelaslah gue sayang, cuma prinsip gue aja yang udah dari sononya. Dia nggak mau ketemu gue gara-gara gue nggak mau jenguk dia. Kalo ditanya masih jadian atau enggak, gue nggak tau.” Auggie mengangkat bahu seolah tidak peduli dengan hubungan pribadinya itu.
* * *
Sorenya, Auggie buru-buru membangunkan Torrie yang masih tidur siang. Ia mengajak Torrie ke mall untuk mencari baju yang pas untuk pergi ke sebuah pesta.
“Ayolah! Ikut aja, daripada gue tinggalin elo sendirian di sini. Pembantu gue entar lagi pulang lho, dia kerja sampe sore doank.”