Aku baru saja membuka gerbang kosan, sebelum sempat masuk, kudengar seseorang memanggilku.
"Niw, sini!" teriak Tiara teman satu kosanku dari dalam gerbang rumah Ibu.
"Ngapa?" jujur, hari ini aku lelah, letih, lesu, lunglai. Lumrah.
"Ada acara."
"Mandi dulu deh." Aku meninggalkan Tiara begitu saja.
***
"Assalamualaikuuuuumm!"
Aku berjalan pelan-pelan menuju taman belakang rumah Ibu. Sebenarnya tempat itu bukan taman, hanya saja areanya memang luas dihiasi rumput jepang dan hanya ada tiang-tiang jemuran di sisi-sisinya.
"Teteeeeeeh ... " Adit, bocah berumur 3 tahun itu berlari memelukku. Ini yang aku suka dari Adit. Entahlah, setiap kali Adit berlari ke arahku, aku merasa aku begitu disayangi dan dinanti seseorang.
"Hani baru pulang?" tanya Ibu Rahmi kemudian.
"Udah siap makan, aja, lo dateng. Huuurf ... "
"Huurrff .... "
Kugaruk tengkukku yang tak gatal. Yang bisa kulakukan hanya tersenyum dan meminta maaf berulang-ulang pada ibu, Mbak Rani dan kesembilan teman kosanku yang lain.
"Nyampe tadi jam setengah duaan. Terus mandi dulu, hehehe ...."
"Alesan luuu!" protes Fika.
"Nih ya, pertama, HP aku lobet. Kedua, Tiara gak minta aku buru-buru ke rumah ibu tuh. Ketiga, aku gak tahu kalian lagi masak-masak, kamu juga gak bilang lagi pada masak." Hani mengajukan kalimatnya untuk Tiara. Beberapa memandang Tiara heran. Modus. Lagi.
"Ya, lagian kalo lo ke sini gak buru-buru juga gak masalah sih, gak bisa masak ini." Sahut Jessi nyinyir. Aku manyun mendengar kalimat dari temanku yang satu ini. Kami memang tak pernah akur.
"Iya, da aku mah apa atuh?" jawabku lalu duduk dan membawa Adit dalam pangkuan.
Kemudian semua saling mengiyakan dan memberi komentar mengenai keberadaanku di sini yang tak pandai memasak, aku di-bully. Sekarang, semua orang sudah duduk manis dan membentuk persegi panjang menghadap makanan yang tersedia. Aku duduk di paling pojok dekat Dinda dengan Adit masih di pangkuanku.
"Ini sebenernya ada acara apa sih?" tanyaku cukup bingung.
"Ya ampuuuuunn ... " semua berteriak kompak, aku terkekeh geli mendengar dan melihat ekspresi teman-temanku ini. Mereka berlebihan.
"Anak lelaki ibu dari Jerman baru dateng." Jelasnya singkat.
"Hah? Kok bisa?"
"Ya, bisa lah Ni, pake pesawat." Jawab Dinda sambil terkekeh. Geli mendengar pertanyaaan bodoh dariku.
"Maksud aku, kok aku baru tahu ibu punya anak selain Mbak Rani."
"Sekarang kan udah tahu, Niw. Ribet lu." Jawab Tiara ketus.
"Iya, lagian kamu kan udah ada Giyan." Sambung Nina tak kalah ketus.