TOUR de GARUT

Eli Rusli
Chapter #3

Awug Mesir

Aku melangkah lambat-lambat. Pertemuan dengan Aceng alias Ariel Noong Ah mengingatkan pada Aceng, sahabatku yang asli orang Cipanas, Garut. Sudah lama kami tidak bertatap muka langsung. Telepon genggam telah mengambil alih semua percakapan kami. Dalam perjalanan pulang, dalam sesaknya lautan manusia, dalam alam angan-angan, bola mata menabrak sebuah papan meja bertuliskan Awug Mesir.

Awug? Pikiran melayang pada sebuah makanan terbuat dari tepung beras, tepung ketan, gula merah, dipurulukan parud kalapa, bentuknya seperti kerucut alias congcot. Jika ada orang Sunda yang tidak mengenal makanan yang namanya awug, asa kabina-bina ria. Asap tipis mengepul dari awug berbentuk kerucut, bergaris-garis coklat gula merah, membuat ngileur alias ngacay. Namun apa daya, sakukurata, hingga lidah menjulur mengeluarkan air liur yang ditelan kembali. Eu.... euhh.

Kaki melangkah lebar-lebar. Sedangkan isi kepala sibuk membayangkan nikmatnya awug yang mengepul. Tiba-tiba perut mual kepingin muntah. Bayangan awug dalam kepala mendadak berubah menjadi wajah temanku yang orang Garut juga, namanya Jajang Awug. Iyyyyy..... Naha ngabayangkeun awug nu kaluar Jajang Awug? Apa terdapat hubungan antara Jajang Awug dengan awug itu sendiri? Ah... ieu mah kudu ditanyakeun ka Kang Jajang sorangan.

Cuma rada aneh, mengapa awug yang dijual di depanku diberi nama Awug Mesir. Apa di Mesir, negara yang terkenal dengan Firaunnya ada awug? Atau mungkin karena bentuknya seperti piramida yang angkuh di tengah padang pasir Mesir? Jangan-jangan, piramida di Mesir terinspirasi dari congcot. Mungkin dahulu kala orang Mesir datang ke Tanah Sunda, melihat congcot. Karena kaget bin aneh dan tidak mau kalah oleh orang Sunda, mereka pun membangun congcot yang badag. Pikirnya, urang ogé bisa ngajieun congcot mah, malah leuwih badag deuih. Akhirnya mereka membangun piramida seperti yang sering aku lihat di televisi dan buku-buku sejarah. Aku harus membuka-buka lagi buku sejarah Sunda-Mesir. Barangkali jaman dahulu kala, jaman kakek moyang ada hubungan internasional antara orang Sunda dengan orang Mesir.

Supaya tidak penasaran dan terus mengganjal dalam hati sanubari, aku akan menanyakan langsung kepada tukang awug, siapa tahu bisa sekalian mencicipi. Sambil menyelam minum air alias tenggelam sekalian. Kan lumayan gratis, dan lidah tidak ngacay lagi. Berlagak seperti pembeli aku mendekati sepasang suami istri yang sedang melayani pembeli. Asap tipis, wangi pandan yang mengepul dari awug yang baru diangkat semakin menambah semangat untuk menikmati awug. Tetapi dengan gratis tis.. tis.. tis…

“Mang! Mengapa awugnya dinamai awug Mesir. Bukan awug Dago, awug Ciamis, awug Garut atau awug Cibeunying. Bukannya awug itu makanan khas Sunda?” Tanpa basa basi aku menyerang tukang awug dengan sejurus pertanyaan.

“Oh… itu Jang. Itu mah akal-akalan Mamang saja. Supaya mempunyai nilai jual. Gini-gini juga Mamang pernah belajar pemasaran pada Philip Kotler dan Gary Armstrong. Lagi pula bentuk awugnya seperti piramida Mesir. Coba kalau namanya Awug Pocong, pasti kalabur Jang da sarieuneun.”

“Mamang kenal dengan Philip Kotler dan Gary Armstrong?”

“Tentu saja Jang. Philip itu orang Belanda, asli Eindhoven pedagang lampu keliling yang dulu mampir ke rumah. Dia pernah ngerasain awug buatan Mamang. Sama dengan Philip, Gary Amstrong yang merupakan adik dari Neil Armstrong orang yang pertama kali menginjakkan kaki di bulan, pernah juga ngerasain awug ciptaan Mamang ketika ada sepeda santai ke Ciwidey. Dua-duanya heran ada makanan mirip dengan piramida tetapi rasanya sangat enak. Jadi tidak salah dong makanan tradisional ini Mamang namakan awug piramida alias awug Mesir.”

Lihat selengkapnya