Towards a flow

Ayu Meillyng
Chapter #34

Perjuangan Di Masa Penculikan Hingga Mencapai Mukjizat

Jam dinding kamar itu menunjukkan pukul 02.15 malam. Saya segera mengambil wudhlu di kamar mandi yang ada didalam kamar tersebut, lalu ingin segera melakukan shalat malam / tahajjud. Pasca mengambil air wudhlu, saya baru ingat bahwa tidak ada perlengkapan shalat ditempat itu, dikarenakan bu Diandra adalah seorang non muslim, jadi tidak ada perlengkapan sholat seperti mukenah dan sajadah. Akan tetapi tidak adanya perlengkapan sholat ditempat itu, tidak menyulutkan niat untuk membatalkan ibadah saya. Saya tetap berusaha berfikir untuk tetap bisa menjalankan ibadah shalat tahajjud.

Lalu apa yang saya lakukan? saya mengambil selimut tipis yang mereka berikan tadi, lalu saya pun mengambil sprei kasur dari sebuah lemari yg ada disana, saya meminjam sprei dari lemari tersebut untuk dijadikan sebagai sarung rok mukenah, kemudian sarung bantal guling diambil dari bantal yang diberikan untuk digunakan sebagai sajadahnya, selimut tipis itu pun saya gunakan sebagai mukenah, dengan melipat selimut menjadi dua bagian, kemudian mengikat bagian ujung selimut dengan karet bekas guna mengukur pada bagian wajah dan bawah dagu agar bisa terbentuk sebagai hijab layaknya mukenah.

Sungguh tidak ada yang tidak bisa jika kita mempunyai kesungguhan niat dan keyakinan, tidak menjadikan situasi sebagai penghambat untuk tidak bisa melakukan ibadah. Tentunya dengan perlengkapan seadanya, saya tetap bisa menjalankan ibadah shalat tahajjud di malam itu. Meskipun dalam situasi genting dan tidak memungkinkan. Sungguh Allah maha mengetahui segala sesuatu, bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Setiap masalah dan seburuk apapun kondisinya pasti ada jalan keluarnya. Inilah salah satu perumpamaan dan gambaran sederhana yang bisa diambil dari kejadian yang saya alami. Sehebat apapun masalahnya, semua akan terlewati dengan kesabaran.

Pasca melaksanakan ibadah shalat tahajjud, saya melanjutkan ibadah dengan berzikir sepanjang malam, mulai dari tahajjud hingga subuh tidak tidur, membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an hingga asmaul husna. Terus mengumpulkan semua keyakinan dan keimanan saya secara penuh, dan betul-betul berserah diri kepada Allah swt pada saat itu, saya berusaha untuk mensingkronkan antara hati dan fikiran, untuk tetap tenang, tidak panik dan tidak takut dalam keadaan apapun. Saya baru bisa tenang setelah melaksanakan shalat dan membaca Al-Qur’an. Yang demikian ini saya sadari, bahwa peran Allah swt itu benar-benar pada sifatnya “wujud” yang berarti Ada.

 Masuk hari kedua, pagi pun tiba, mentari pagi terpancar dari ventilasi atas dinding kamar. Salah satu pihak suruhan mereka membukakan pintu kamar, mereka meminta saya untuk keluar dari kamar dan duduk ke meja makan dan mereka memberi sarapan. Saya melihat disitu tidak ada bu Diandra, yang ternyata beliau telah pergi keluar kota dalam beberapa waktu untuk menyelesaikan urusan bisnisnya. Lalu saya melihat beberapa pihak yang ada disana ada 6 orang laki-laki diantaranya ada (pak Danu, kak Toni, kak Angga, pak Ali, kak Hendra, dan kak Agung) . Namun syukurnya mereka tidak berani untuk menyentuh saya sedikitpun, hanya saja mereka masih membentak dan berbicara dengan nada yang tinggi. Mereka pun banyak melakukan pengancaman terhadap saya, mereka mengatakan apabila saya tidak bisa membayar seluruh kerugian Rini, maka mereka akan membawa saya ke kantor polisi dan menuntut. Dengan merasa hebat dan mampu untuk melakukan segalanya, mereka terus mencoba untuk menekan dan menyudutkan saya.

Tentunya dengan cara mereka yang membentak dan kasar membuat saya merasa takut. Akan tetapi dalam hati ini tetap yakin bahwa semuanya akan berlalu, saya masih percaya bahwa pertolongan Allah amat dekat bagi orang yang sabar. Sehebat apapun masalahnya, pasti akan ada jalan keluarnya, meskipun pertolongan itu tidak akan datang secara langsung, namun pasti dia akan datang ketika sudah berada di ujung kesulitan.

 “Ting, Ting, Ting,” suara kunci yang terdengar dari pembuka pintu.

 “Dek, keluar kamu. Duduk dimeja makan ya! Lalu sarapan dulu,” ujar pak Danu.

 “Iya Pak, saya udah bangun kok,” saya langsung berdiri dan segera keluar dari kamar.

“Sini duduk, ini makanan untuk kamu, nanti kamu sakit pula,” ujar pak Danu. Sambil memberikan roti tawar sebagai sarapan pagi.

 “Iya Pak, terima kasih,” ucapku, namun aku tidak memakannya, karena tidak ada nafsu makan

“Dek, kamu dengar saya ya! Sekarang bu Diandra lagi berangkat ke luar kota, kalau engga besok atau lusa dia balik ke sini. Kamu ga usah takut sama kami, kami tidak akan menyakiti kamu sedikit pun. Akan tetapi kami hanya menjalankan perintah saja untuk menjaga dan mengawasi kamu. Kami diminta pihak Rini untuk menahan kamu dengan cara seperti ini, dengan harapan agar penyelesaian urusan kamu dan Rini bisa selesai. Dan kamu usahakanlah lagi hari ini, hubungi orang tua kamu, keluargamu, saudaramu untuk menyiapkan semua uang sisanya. Agar kami bisa anter kamu pulang lagi ke keluargamu,” tegas pak Danu.

  “Iya Pak, baik, insha Allah saya akan berusaha sekuat tenaga saya dan berdoa memohon kepada Allah swt agar mendapatkan jalan yang terbaik, saya juga tidak mau pak untuk berada di posisi seperti ini, tidak ada yang mau mengkhianati temannya sendiri, saya juga sebagai korban disini, akan tetapi saya tidak mengerti mengapa Rini bersikap seperti ini kepada saya, saya bisa mengerti dirinya dan perasaannya yang mungkin kecewa dan marah kepada saya, akan tetapi saya tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan sejahat ini, menculik saya seperti ini dan memisahkan saya dengan keluarga saya, tentunya keluarga saya akan mengkhawatirkan kondisi saya. Padahal saya sudah berusaha untuk bicara baik-baik. Akan tetapi semua terjadi di luar nalar saya,” jawabku

Lihat selengkapnya