Ardo menelponku berkali-kali tapi aku sama sekali tidak mengindahkannya. Semalaman dia terus melakukan itu. Karena muak, aku mematikan ponselku. Begitu pagi tiba, aku lekas berangkat ke kampus untuk bertemu dengan Meggy. Aku butuh bercerita dengan seseorang, rasanya otakku saat ini sangat penuh. Fisik dan mentalku terasa sama bobroknya sekarang.
“Ya ampun, Vinaaa!!! Kamu kenapaaa???” tanya Meggy begitu kami bertemu.
Kukira aku tidak dapat tersenyum lagi, ternyata aku salah. “Ada masalah kemarin.” Aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar pada Meggy, karena penampilanku telah menjawabnya.
Maksudku bukannya aku datang ke kampus seperti gembel atau alien, tetapi dia dapat melihat dari lebam di mataku atau mataku yang merah dan bengkak. Saking dia belum melihat di balik masker dan lengan bajuku, pasti dia akan kaget bukan kepalang. Menyembunyikan bengkak di mata tidak mudah meski sudah kuoleskan concealer setebal apa pun.
Tiba-tiba Meggy mencengkeram tanganku dan mengajak pergi dari kelas.
“Aww!”
Tanpa sengaja aku meringis ketika dia memegang tanganku, sepertinya lebamnya tersebar di tempat yang bahkan aku tidak tahu.
Meggy langsung melepaskan tangannya dan merasa bersalah. “Maaf, aku nggak tahu kalau itu juga luka. Begini, ayo kita ke kosku saja!”
“Tapi kita ada kelas sekarang.” Aku berusaha mencegahnya pergi, karena kami bisa terlambat atau bahkan membolos.
“Menurutku, sekarang yang terpenting adalah kesehatan mentalmu.” Kali ini Meggy menatapku dengan iba. “Hanya sekali ini saja kok, biarkan aku membantu …”
Aku diam, tapi pada akhirnya aku mengangguk pasrah. Kami pun langsung meninggalkan area tersebut dan menuju kos-kosan Meggy.
.
.
.
Begitu tiba di kos sahabatku itu, dia langsung memberikanku sebotol cairan vitamin C. Selepas itu kami langsung menuju tempat tidur Meggy. Aku mengembuskan napas panjang, setidaknya aku dapat bernapas lega di sini.
“Pasti banyak sekali yang kamu tutupi dariku. Iya, kan?” tanya Meggy tanpa tedeng aling-aling.
Yah, kurasa sekarang adalah saat yang tepat untuk bercerita jujur padanya. Dia adalah orang yang dapat dipercaya.
Aku membuka maskerku dan menggulung lengan bajuku, bahkan juga melepas satu kancingku untuk menunjukkan luka-luka yang kusembunyikan. Mata Meggy membesar tidak percaya. Sejujurnya aku sendiri tidak menduga akan mendapat luka-luka seperti ini lagi.
Terakhir aku memiliki luka seperti ini adalah …
Ah, sudahlah.