Toxic Relationship

Nurusifah Fauziah
Chapter #10

Baby Dunant

Ujian Nasional tingkat SMP akan segera digelar. Seluruh siswa sibuk belajar bahkan menjalani les di berbagai tempat. Termasuk aku yang mengikuti les yang diadakan oleh sekolah.

Aku menunggu waktu yang tepat untuk pulang ke rumah. Itu kulakukan untuk ketenangan diri, karena biasanya di jam ini orang tuaku tengah bertikai lagi.

Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Kurasa cukup. Aku pulang.

Setibanya di rumah, keadaan hening.

"Nah seperti ini kan jadi bisa lanjut belajar dengan tenang." gumamku dalam hati.

Aku kembali membuka buku kiat-kiat ujian nasional yang kupinjam dari perpustakaan sekolah. Bentuknya sudah lusuh bahkan beberapa sobek. Tapi, tak apa lah yang penting isinya masih ada.

1 halaman, 2 halaman, 3 halaman sudah kukerjakan. Saat hendak melanjutkan halaman setelahnya, suara ribut mereka kembali terdengar.

"Oh Shit!" Aku segera menutup buku dan memilih untuk tidur saja.

Kalau kalian pikir kenapa aku gak menghentikan dan mengambil peran dalam pertikaian mereka, jawabanku adalah karena aku sendiri merasa terkekang. Langkahku selalu tak mendapat restu untuk melakukan hal yang sebenarnya menjadi prestasi sesuai kehendakku. Entah apa yang mereka mau dariku. Tapi, komunikasi dengan tenang di sini memang suatu hal yang gak mungkin selain berantem. Mereka terlalu egois. Aku akan mengadakan ujian nasional besok. Namun, mereka memikirkan ego masing-masing dah membuat keributan di malam yang harusnya menjadi istirahat yang tenang. Aku benar-benar muak!

♡♡♡

Ujian Nasional sudah dimulai sejak 3 hari yang lalu. Dan ini adalah hari terakhir. Bahkan sampai detik terakhir, aku gak tertarik sama kunci jawaban yang beredar. Mereka sampai rela merogoh kocek untuk membeli petunjuk yang curang itu. Aku melihatnya tak peduli. Cukup lakukan yang aku bisa. Karena sikap yang jujur akan membawamu dalam kebaikan.

Selepas ujian, mereka disibukkan untuk lanjut memilih sekolah tingkat SMA. Yang terpikirkan olehku adalah ingin masuk Jurusan Bahasa Indonesia yang ada di tingkat SMA. Dengan memberanikan diri, aku mencoba buka suara.

"Mah, aku mau masuk SMA jurusan Bahasa Indonesia," ucapku menghampiri mamah.

"Jangan macem-macem deh. Masuklah ke SMK RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ) di Bintara. Ambil jurusan Akuntansi. Itu lebih baik. Kalau gak keterima, gak usah sekolah." sahut mamah dengan paksa.

Mulutku tertutup rapat seketika. Padahal aku sangat ingin mendapatkan kehendakku. Aku tak mengerti kenapa harus akunting lagi? Kedua kakakku sudah berada di jurusan itu. Kenapa aku harus melakukannya juga? Kau tahu? Aku sangat tidak menyukai pelajaran Matematika. Dan kini, mereka mendesakku untuk masuk sekolah dengan basic angka dan hitung-hitungan.

Mau gak mau. Daripada gak sekolah. Aku mencoba belajar untuk mengikuti ujian masuk yang dilakukan secara murni. Saat itu acuannya adalah tes yang dilaksanakan di sekolah itu. Jadi, nilai NEM tidak berpengaruh sama sekali. Benar-benar jalur yang murni.

Lihat selengkapnya