Akhir pekan hari itu. Matahari sudah muncul dari tempat persembunyiannya. Rasa ini pun sama sepertiku. Aku ingin mengucapkan apa yang sudah lama kutahan dan selalu bersembunyi atas mimpi-mimpiku terdahulu.
"Zy, kita ke luar yuk. Main ke mana gitu," ajak mamah yang mengejutkanku di awal hari ini.
"Ke mana, Mah?" Aku bertanya kembali sembari mengerutkan dahi karena bingung.
"Makan gitu di luar," jawab mamah sembari memakai kerudungnya. Aku hanya menatapnya yang kini melangkah ke luar untuk memakai sandal. Akhirnya kami ke luar untuk makan mie ayam.
Rasanya senang sekali meski bingung. Ini me time antara aku dan mamah. Mungkin waktu yang tepat untuk berbincang soal masa depanku. Semangkuk mie ayam ini sudah habis karena begitu enak. Mungkin karena hatiku juga berdebar, jadi rasanya aku segera ingin menghabiskan lalu cepat berbicara. Aku memotong tisu untuk menyeka bibir dari sisa-sisa kuah mie ayam yang menempel.
"Mama mau ngomong sama kamu,"
"Sama Mah, aku juga mau ngomong,"
"Jangan kuliah dulu ya," sahut mamah tiba-tiba seperti menghentikan waktu duniaku.
Deggggg
Jantungku melemah seketika. Napasku juga terhenti saking terkejutnya dengan kalimat itu.
"Kenapa?"
"Kalau kamu kuliah, nanti Mbak mu gak mikirin nikah untuk dirinya sendiri. Mbak mu kan sudah lama jadi tulang punggung di rumah sejak Bapak gak kerja dari kamu SD. Dia baru saja selesai dengan meluluskan Mas mu dan biaya sekolahmu. Kalau kamu kuliah pasti dia mengalah lagi. Jadi kamu jangan kuliah dulu ya. Tunggu Mas mu bekerja dan siap menguliahkanmu. Kan Mas Jui kuliah sudah dibiayai Mba Anna. Jadi, Mama juga maunya gantian biar Mas Jui biayai kamu nanti." tutur mamah panjang lebar.
Aku tak mampu berkata sepatah kata pun. Aku hanya memegang erat kantong celana berisi brosur kampus itu yang tak sempat ku keluarkan. Aku coba mengumpulkan tenaga untuk mengeluarkan 1 kalimat saja.
"Tapi bisakah aku ikut jalur SNMPTN, Mah?" tanyaku merunduk.
"Iya gak apa-apa. Kalau kamu lolos Universitas Negeri jalur SNMPTN gak apa-apa. Itu biar mengelabuhi Mba mu saja. Karena dia pasti maunya kamu tetap kuliah seperti kakak-kakakmu. Nanti kalau ditanya Mba Anna, kamu jawab, ingin bekerja saja enak bisa langsung dapat uang."
Aku benar-benar diam layaknya patung. Bagaimana cara untuk mengeskpresikannya, aku tak mengerti. Kata-kata itu menusuk relung begitu dalam. Sakit sekali. Dadaku sesak nyeri tak tertahankan. Jadi, mamah ajak aku makan di luar untuk bicarakan ini. Mamah belikan makan kesukaanku agar aku bisa menerima keputusannya itu.
♡♡♡
Aku terdiam di sudut kamar menatap dinding yang terasa dingin. Aku sudah berjualan keripik dari SD sampai SMK di sekolah. Lalu kenyataan memaksaku untuk tetap mencari uang. Kehidupan ini begitu mengikat erat napasku. Angan-anganku semakin jauh.