~Sebenarnya kita semua sudah punya porsi masing-masing. Hanya saja selalu dianggap mudah oleh orang lain. Tanpa peduli banyak luka yang setengah mati dipulihkan untuk kembali bangkit, orang lain hanya melihat bagian akhir dengan begitu sederhana. ~
▪Zya▪
》》》》》》》》》》》》》》》》
2016
Usiaku masih 18 tahun, namun sedang menuju angka ke-19. Ah senangnya bisa terbebas dari hubungan yang mengikat terlalu kencang! Leher dan pundakku terasa ringan dan napas menjadi lebih tenang.
Konyol sekali. Meski aku sudah melepaskan tali jeratan itu, Reno tetap datang ke penitipan motor tempat titik jemput bus perusahaan. Bungkusan yang berisi banyak makanan terus menggantung di stang motorku.
"Aihh ada lagi." mataku menatap sekeliling.
"Dari pacar lo tuh tiap hari ke sini terus!" ujar penjaga parkir yang sudah kenal denganku.
"Buat lo aja, Bang. Nih ya,"
"Seriusan ini?"
"Iya. Dah ya Bang, gue balik!"
Suasana malam ini sedikit lebih gelap. Ditambah tak terlihat 1 bintang pun di atas sana. Apakah akan turun hujan?
Selang 30 menit kemudian, aku tiba di rumah. Sebenarnya, aku sudah membeli motor baru. Gak baru banget sih, itu oper kredit teman Mba Anna tapi sudah dilunasi karena pembayaran pajaknya yang dipersulit. Motor sudah dilunasi Mba Anna, aku hanya perlu mentransfer ke rekeningnya tiap bulan. Hanya saja kata mamah gak boleh dipakai dulu olehku, katanya sih rawan maling kalau aku yang pakai di sini. Jadi motor yang baru kubeli itu dibawa oleh Mba Anna ke Bogor untuk transportasi dia bekerja. Saat itu aku gak berpikir terlalu jauh. Hanya merasa sedikit sedih dan sayang karena belum bisa merasakan hasil jerih payahku itu.
Sejak motor di bawa Mba Anna, aku sudah gak pernah jemput dia lagi seperti dulu. Ditambah dengan jadwal bekerja yang sering lembur di hari Sabtu dan Minggu, membuatku menjadi sangat sibuk. Aku mengendarai sepeda motor gigi yang sudah berusia lebih dari 5 tahun. Itu motor yang dibeli oleh Mba Anna, namun selama ini dipakai kakak laki-lakiku, Mas Jui.
♡♡♡
Kabar mengejutkan datang mendobrak pintu rumah sebuah keluarga yang menurutku bahkan sudah kacau.
Mas Jui menuntut untuk segera menikah. Memang gak ada sih larangannya untuk melangkahi seorang kakak di atasnya, namun dalam rasa orang tua hal ini begitu membuat kami menjerit.
Mba Anna mencoba menerima keputusan adiknya itu dengan mata yang teduh. Dalam senyum yang terlihat begitu ikhlas, Ia menerima pernikahan adik yang melangkahinya itu. Meski pun saat itu Mas Jui belum bekerja, namun mereka memaksakan kehendak untuk segera menikah. Bukan karena terjadi 'kecelakaan', namun karena mereka sudah lama berpacaran dan dari pihak perempuan meminta kepastian pada Mas Jui.
Selepas pernikahan itu, Mba Anna kerap diperkenalkan dengan beberapa pria. Namun mungkin memang waktunya yang belum tepat. Aku gak mengerti apa yang salah dengan Mbakku itu. Aku hanya melihatnya dari sudut pandang yang lain. Apakah mungkin karena kedua orang tua kami yang kerap bertengkar membuatnya takut untuk menikah?