Traces of You

Ann Mone
Chapter #6

Bab 5 - Ekstrakurikuler

Arin berhasil mengejar ketertinggalan setelah berusaha menyelesaikan makan siang kurang dari 5 menit. Dia tidak tertinggal salat Zuhur berjamaah di lobi asrama. Setelah doa bersama selesai, Arin kembali ke kamarnya dan segera menyusun buku yang hendak dibawa ke kelas selanjutnya. Arin mengeluarkan buku dari dalam tas, meletakkan di atas meja belajar bersama barisan buku lainnya. Dia mengambil buku bacaan dan buku catatan untuk pelajaran Kimia dan Ekonomi sesuai jadwal kelas Arin di hari Senin.

“Rin, kenapa tadi tumben kau lama pulang ke asrama?” tanya Fia di kamar. Dia tidak merendahkan suaranya hingga siswi lain di kamar juga mendengar percakapan itu

“Oh, tadi si Juni sakit, jadi aku temani dia jalan pulang ke asrama,” jawab Arin

“Lagi?” sahut Fia. Dia terdengar seakan bertanya, tetapi justru melanjutkan perkataannya. “Kenapa dia paksa masuk ke kelas kalau masih sakit?”

“Entahlah, mungkin dia mau belajar?” sambung Arin.

“Tapi kalau gitu, harusnya istirahat full sampai benar-benar sembuh,” lanjut teman sekamar Arin yang lain ikut dalam percakapan. Tidak mengherankan jika mereka mendengar karena mereka juga mendengar percakapan Arin dan Fia.

“Jadi, gimana keadaan Juni sekarang?” tanya teman yang lain pada Arin.

“Dia tadi berbaring di kamar. Kansa yang ambil makan siang untuknya.”

“Alah, nanti juga dia keluar asrama sewaktu ekskul sore nanti.”

“Oh, dia juga pernah gitu sebelumnya,” sahut teman lain.

Arin ragu Juni akan melakukan hal seperti itu, jadi dia mengerdikkan bahu. “Mungkin aja dia benar-benar sakit tadi.”

Teman-teman Arin tidak memberikan komentar lagi setelah perkataan Arin. Keheningan yang terbentuk setelahnya membuat Arin tidak nyaman. Dia pun memikirkan kembali perkataannya karena takut ada yang sakit hati. Namun, diam teman-teman Arin membawa arti lain yang jauh berbeda dari yang Arin pikirkan. Arin tidak mengetahuinya saat itu sampai dia menemukan sendiri alasannya saat sore tiba.

*** 

Kelas Arin selesai pukul 3.30 sore, kemudian dia pulang ke asrama untuk bersiap-siap kegiatan ekstrakurikuler yang dimulai 4.20 sore. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan setiap hari Senin, Rabu, dan Jum’at serta memakai pakaian dan sepatu olahraga masing-masing. Arin mengganti seragam putih abu-abu dengan setelan kaos bergaris hitam putih panjang mencapai lutut, celana olahraga hitam, dan jilbab segi empat berwarna biru tua. Kaos Arin cukup panjang untuk dipakai selama ekstrakurikuler, tetapi pakaiannya tidak akan menganggu Arin beraktivitas. Lagipula, kegiatan ekstrakurikuler yang Arin ikuti bukanlah kegiatan aktif yang membutuhkan banyak bergerak, seperti ekstrakurikuler paskibra dan voli.

Arin meninggalkan asrama sembari merangkul ransel di pundak. Dia telah mengganti isi ransel menjadi satu buku catatan dan dua kamus terjemahan, yaitu kamus terjemahan Inggris-Indonesia dan sebaliknya.

Sebelum memulai kegiatan ekstrakurikuler, semua siswa berbaris di lapangan untuk menghitung kehadiran. Arin berdiri di barisan paling belakang dan menghitung jumlah orang dari depan ke belakang termasuk dirinya.

Hmm ... 13, 14, 15? Loh, kok lengkap? Batin Arin keheranan. Total anggota kegiatan ekstrakurikuler yang Arin ikuti ada 15 orang, tapi angka itu justru membuat Arin bingung. Dia ingat ada seorang yang sakit dari klub ekstrakurikuler mereka, tapi total orangnya justru sesuai.

Saat itu, ada perempuan yang berpindah dari barisan depan ke bagian belakang. Tatapannya bertemu dengan Arin yang kaget melihat perempuan itu ada berada di dalam barisan, walaupun perempuan itu seharusnya masih terbaring istirahat di kamar asrama. Di tambah lagi, Arin ingat perempuan itu mengeluhkan kepalanya yang pusing saat istirahat makan siang tadi.

“Arin, aku masuk barisan di sini, ya,” ujar perempuan itu dan langsung berdiri tepat di depan Arin. Arin melangkah mundur untuk memberi ruang, tetapi pikirannya masih campur aduk setelah melihat kehadian perempuan itu.

“Juni? Kenapa ikut baris?” tanya Arin untuk mengurangi kebingungan dalam pikirannya.

“Iya, kepalaku udah gak pusing lagi, kok. Jadi, aku mau ikut ekskul aja,” jawab Juni santai.

“Tapi, kau tadi sakit dan ... gak masuk kelas siang,” ujar Arin. Ada jeda di ucapannya dan dia melanjutkan ucapannya dengan nada lebih rendah.

“Iya, tapi sekarang udah gak papa, kok,” jelas Juni meyakinkan.

“.....” Arin terbungkam beberapa saat. Hal yang terlintas di kepalanya saat ini justru percakapan Arin dengan teman sekamarnya siang tadi.

Lihat selengkapnya